Nasional /
Follow daktacom Like Like
Selasa, 25/06/2019 09:38 WIB

Polemik Iklan Rokok di Internet

Ilustrasi iklan rokok
Ilustrasi iklan rokok
JAKARTA, DAKTA.COM - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai iklan rokok di internet jauh lebih parah dampaknya jika dibanding iklan rokok di televisi bagi anak-anak di Indonesia. Hal itu mengingat, iklan rokok di internet saat ini semakin masif.
 
Menurut Komisioner KPAI Bidang Kesehatan, Siti Hikmawati bahwa tidak ada peraturan terkait iklan di internet, begitu juga batasan waktunya. Sedangkan iklan di televisi sangat terbatas waktu. Itulah yang mempengaruhi perusaahan rokok yang beralih ke internet untuk mengiklan.
 
"Pembatasan di televisi itu pasti, iklan-iklan yang di kategorikan produk dewasa disiarkan pukul 21.00 – 5.00. Kalau di internet setiap saat kapan pun iklan muncul," katanya kepada Dakta.
 
Persoalan mengenai rokok nampaknya masih menjadi polemik di masyarakat Indonesia. Prevalensi konsumsi rokok yang kian naik menjadi kekhawatiran karena akan menimbulkan permasalahan lain, khususnya kesehatan, dalam jangka panjang.
 
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menyatakan serius untuk memblokir iklan rokok di kanal-kanal media sosial. Langkah ini guna mencegah peningkatan jumlah perokok pemula yang menyasar anak-anak.
 
Menurut dia, saat ini belum ada regulasi mengenai pembatasan iklan rokok di media sosial. Karenanya, pihaknya bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika tengah membahas terkait regulasi tersebut.
 
Meski kebijakan mengenai pembatasan konsumsi rokok telah dikeluarkan bahkan imbauan tentang penyakit dan kematian yang ditimbulkan oleh rokok sudah masif dijalankan oleh beberapa pihak, hal tersebut masih berbenturan dengan alasan tertentu. Terdapat dua kubu yang saling bertentangan ketika dihadapkan mengenai kebijakan pembatasan rokok.
 
"Jadi yang satu menganggap ini sebagai musuh, yang satu sebagai berharga. Dan kelompok yang menganggap ini [rokok] sebagai musuh masih relatif lebih sedikit dibandingkan yang menganggap ini berharga," tutur Siti Hikmawati.
 
Hal ini menjadikan regulasi mengenai rokok menjadi kurang tegas yang berdampak pada kenaikan konsumsi rokok di kalangan remaja dan usia anak sekolah. Kelemahan dari sisi kebijakan membuat anak-anak dengan mudah membeli rokok.
 
"Harga rokok masih murah, banyak yang dijual eceran, iklan rokok yang kreatif memunculkan ketertarikan dan curiosity juga sehingga dia akhirnya berpikir 'wah kalau saya coba rasanya kayak apa ya'," tambahnya. 
 
Oleh karena itu, KPAI saat ini sedang mengawal beberapa aturan yang terkait dengan rokok, salah satunya dalam Undang-undang Penyiaran. 
 
"Dalam UU Penyiaran itu kan disebutkan bahwa narkotika, kemudian zat-zat adiktif, psikotropika, itu tidak boleh disiarkan," ucapnya. 
 
Ia mengatakan salah satu penyebab banyak anak atau remaja tertarik untuk mengonsumsi rokok adalah karena pengaruh iklan. Apalagi, kata dia, iklan rokok selama ini dipasang secara terbuka di banyak reklame hingga acara konser musik.
 
"Karena iklan cukup signifikan, kemudian karena lingkungan, kemudian mereka ingin mencoba. Mereka penasaran karena mereka lihat, ini apa sih, 'orang tua saya kok kalau habis merokok, kok [terlihat] nyaman', karena itu kan ada nikotinnya," jelasnya. 
 
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, angka prevalensi merokok pada usia remaja (10-18 tahun) tercatat memang terus meningkat. 
 
Misalnya, pada 2013, tercatat ada 7,2 persen remaja yang mengonsumsi rokok di Indonesia. Lalu, pada tahun 2016, jumlahnya naik menjadi 8,8 persen. Pada 2018, angka remaja yang mengonsumsi rokok kembali naik, yakni 9,1 persen. 
 
Angka tersebut terus naik karena jika dibandingkan dengan data Riskesdas 2013, prevalensi perokok pada kelompok usia yang sama ada diangka 7,9%. Padahal target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional atau RPJMN 2019 menargetkan tingkat perokok anak dikisaran angka 5,4%. (Oji)
Editor :
Sumber : Radio Dakta
- Dilihat 663 Kali
Berita Terkait

0 Comments