Rabu, 18/10/2017 11:00 WIB
Komisi XI: Target Penerimaan Pajak HArus Realistis
JAKARTA_DAKTACOM: Target pajak per 30 September 2017 baru mencapai Rp 770,7 triliun atau 60 persen dari target pemerintah yang dipatok dalam APBN-P 2017 sebesar Rp 1.283,6 triliun. Sisa waktu dua bulan ini menuju akhir 2017 relatif sulit untuk memenuhi targetnya. Untuk itu, pemerintah harus realistis mengejar target pajak.
Seruan tersebut disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam rilisnya yang diterima Parlementaria, Rabu (18/10).
“Saya khawatir pemerintah akan mengalami kesulitan untuk memenuhi target penerimaan pajak di akhir tahun ini. Saya meminta pemerintah untuk lebih realistis dalam menentukan target penerimaan di tengah kondisi perekenomian yang serba tidak pasti. Jika tidak, hal itu hanya akan memberikan beban lebih besar kepada pemerintah di tahun-tahun mendatang.”
Tantangan perpajakan begitu kompleks. Realisasi pajak migas, misalnya, yang menurun. Tahun 2016 realisasinya hanya mencapai Rp 44,9 triliun atau hanya 65,3 persen dari APBN-P 2016. Sementara realisasi PPh migas cenderung sulit meningkat karena melemahnya harga komoditas di pertengahan tahun 2017 ini.
Di sisi lain, reformasi perpajakan nasional pelaksanaannya belum maksimal. Untuk diketahui, tax ratioIndonesia adalah yang terendah di dunia, yakni hanya 11 persen.
Akhirnya, sambung politisi Gerindra ini, hal tersebut akan berimplikasi pada pembayaran beban utang yang jatuh tempo.
“Lalu, utang-utang yang terus ditumpuk akan dibayar pakai apa di tengah adanya gap antara realisasi pendapatan dan belanja, di tengah realisasi pajak yang terus melenceng, dan di tengah angka tax ratio yang rendah,” ujar Heri penuh tanda tanya. Ironis, pemasukan pajak rendah, tapi pemerintah masih berani menumpuk utang.
Heri mengimbau pemerintah agar meningkatkan tax ratio yang masih sangat rendah, hanya 11 persen. Itu bisa dilakukan dengan meningkatkan kepatuhan pembayaran pajak, terutama perusahaan-perusahan besar.
Pemerintah jangan hanya berani mengejar wajib pajak dengan nominal kecil. Misalnya, memasukkan HP dan sepeda ontel dalam harta kekayaan yang harus dipajaki. Ini bisa dipandang publik sebagai bentuk eksploitasi.
Fraksi Gerindra sendiri telah mendorong optimalisasi pelaksanaan Perppu No.1/2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan dengan melakukan perbaikan dan mempercepat revisi UU tentang Ketentuan Umum & Tata Cara Perpajakan (KUP).
Saat ini, reformasi birokrasi perpajakan masih dalam tahap pembahasan untuk perbaikan. Misalnya, amandemen UU Ketentuan Umum & Tata Cara Perpajakan dan amandemen UU Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang saat ini memiliki lebih dari 60 ribu pungutan, untuk lebih disederhanakan.
“Saya mendorong pemerintah untuk segera merealisasikan paket-paket kebijakan ekonomi yang sebelumnya sudah dirilis, terutama yang terkait dengan investasi, peningkatan kemudahan berusaha terutama UMKM, serta penciptaan kesempatan kerja yang lebih baik. Pastinya, program ekstensifikasi tersebut jangan sampai membebani rakyat dan pelaksanaannya dilakukan secara objektif dan berkeadilan,” tutupnya.
Editor | : | |
Sumber | : | dpr.go.id |
- Komisi I Prihatin Tenggelamnya Tank TNI AD
- Ketua DPR Minta Langkah Ekstra Atasi Predator Anak dan Remaja
- Legislator Ingatkan Pemerintah Evaluasi Pembangunan Infrastruktur
- Heri: Rupiah Melemah, Asumsi Makro Bisa Berubah
- Sukamta: Soal Pelarangan Cadar, Kembalikan Kepada UUD 1945
- DPR Menentang Penghapusan Regulasi Syarat TKA di Sektor Migas
- Cara Pemerintah Kejar Pajak Dinilai Kian Tak Realistis
- Rencana Pemerintah Susun Regulasi Pesantren Dinilai Ingkari Semangat Otda
- Irjen Pol Heru Winarko Diharapkan Tingkatkan Kinerja BNN
- Pemerintah Diminta Lebih Bijak Berantas Hoaks
- Pemerintah Diminta Jamin Pasokan BBM Subsidi
- Aparat Diminta Tindak Lanjuti Informasi Masuknya Narkoba dari China
- Komisi VII: Kenaikan Harga BBM Ancam APBN 2018
- Fahri: Jangan Ada yang Berbuat Zalim ke Ustad Abdul Somad
- Ketua DPR Tegaskan Jihad Melawan Narkoba
0 Comments