Tiga Agenda Besar Kedatangan Raja Salman ke Indonesia
JAKARTA_DAKTACOM: Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz al- Saud, akan melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia pada 1-9 Maret 2017. Kehebohan kunjungan sang raja sudah mulai terasa, mulai dari banyaknya jumlah rombongan yang dibawanya hingga pesawat yang akan membawa rombongan tersebut. Dalam kunjungannya ke Indonesia, Raja Salman akan membawa rombongan terbesar kurang lebih 1.500 orang yang di antaranya 10 menteri dan 25 pangeran.
Terkait hal ini, Pengamat Politik Timur Tengah, Tia Mariatul Kibtiah mengungkapkan ada tiga agenda besar kedatangan Raja Salman ke Indonesia.
Tia memaparkan kunjungan raja Arab Saudi kali ini adalah pertama kalinya setelah tahun 1970 silam dan membawa agenda politik besar yakni terkait moratorium TKI, penambahan kuota haji, dan investasi kerjasama minyak bumi.
"Ini ada beberapa tujuan yaitu tentang TKI/TKW sudah ada moratorium atau pemutusan kerjasama pada tahun 2011 kemudian disambung lagi pada tahun 2014 tapi mereka mendengar kabar bahwa tahun 2017 Jokowi sudah pindah haluan kebijakan Luar Negerinya dan akan diputus kembali hubungan kerjasama pengadaan atau pengiriman TKI/TKW pada tahun 2017 sementara Saudi sangat butuh, karena tenaga kerja dari Indonesia dikenal manut dan dari kesejahteraan tidak menuntut banyak ini yang jadi kekhawatiran pertama" ungkap dosen Universitas Binus ini.
Tia mengatakan kekhawatiran kedua adalah masalah kuota haji dimana jamaah haji asal Indonesia sebanyak 221.000 orang pertahun ini cukup signifikan menambah pundi-pundinya Arab Saudi.
"Yang ketiga ini ada isu bahwa sekarang kebijakan Jokowi terhadap timur tengah itu bukan ke arah saudi lagi tapi ada kerjasama kontrak oil company dengan Iran, jadi selama ini koalisinya Saudi itu adalah Amerika, dan Eropa, nah oil company dari Eropa sudah melakukan approach dengan pemerintah dari zaman Presiden SBY, tapi semenjak Jokowi ini deal oil company justru kepada Iran, ini mengagetkan"
Tia mengatakan sejak pemerintahan Indonesia dipegang oleh Presiden Jokowi, Indonesia tidak lagi menjadikan Arab Saudi sebagai barometer utama kerjasama luar negeri sehingga adanya suatu kekhawatiran bagi kerajaan Arab Saudi apabila Indonesia berpaling dari mereka.
"Saya berpendapat itu hanya kekhawatiran Saudi karena akhir-akhir ini di masa pemerintah Jokowi sudah tidak menjadikan Saudi prioritas, terlihat sektor infrastruktur investornya dari China kemudian oil company tender dari Iran ini sangat berbahaya sekali. Dan kalo Indo sudah lepas dari hegemoni US, Saudi dan Eropa kemudian berbalik menjadi dekat dengan Russia, China dan Iran ini tentu akan berimbas pada kuota haji, pengiriman TKI TKW, ini sangat berbahaya untuk Saudi. Makanya tidak tanggung-tanggung, mereka membawa pasukan sebanyak 1.500 orang untuk meredam gejolak di Indonesia" tutupnya.
Reporter | : | |
Editor | : | Dakta Administrator |
- KPK Sita Dokumen & Bukti Elektronik Terkait CSR Bank Indonesia
- Kemana Ridwan Kamil Usai Kalah di Jakarta?
- RIDO Batal Gugat Hasil Pilkada Jakarta ke Mahkamah Konstitusi
- Tinggalkan Anies, Suara PKS Makin Jeblok
- PEMERINTAH MASIH MENGABAIKAN ANGKUTAN JALAN PERINTIS
- Miftah Maulana Mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo
- KONSEP GURU MENURUT MOHAMMAD NATSIR
- Baitul Maqdis Institute Sampaikan 11 Resolusi Palestina dan Dunia Islam kepada Wakil Menlu RI, Anis Matta
- Empat Alasan Mengapa UU Pengelolaan Zakat Rugikan LAZ
- IDEAS: Dana BOS Tak Cukup Angkat Kesejahteraan Guru Honorer
- Bamsoet Minta Polri Jerat Bandar Narkoba Dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
- UMKM Pertanian-Perikanan yang Utangnya Dihapus
- Kebijakan Dan “Potensi Keuntungan”, Sepatutnya Tidak Digunakan Dalam Tindak Pidana Kerugian Keuangan Negara
- INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI HARUS BERLANJUT DENGAN PEMBENAHAN
- Nama Menteri Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran
0 Comments