BEKASI_DAKTACOM: Imperialime belum mati. Hanya bedanya, penjajah model baru ini tidak lagi menggunakan kekuatan fisik dengan mengirim tentara dan kemudian menguasai wilayah satu negara. Negara imperialis menggunakan idiologinya untuk mencengkeram suatu negara. Inilah gaya baru imperialisme atau neoinperialisme.
Negara-negara imperialis ini tak berubah dari dulu. Mereka adalah negara-negara Barat Kristen yang dipimpin oleh Amerika. Setelah berhasil menghancurkan blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet, kini mereka mengarahkan senjatanya ke dunia Islam. Pasalnya, benih-benih kebangkitan Islam tumbuh subur di negeri-negeri Islam.
Demikian dipaparkan Prof. Dr. Ing. Fahmi Anhar, Peneliti BIG, Bakosurtanal dan dosen Universitas Pramadina Jakarta pada taklim bulanan Radio Dakta, berlangsung Ahad (26/4/15, di aula Radio Dakta, Jl. Agusalim, 77, Bekasi.
Menurutnya, Barat sangat memahami bahaya kebangkitan Islam itu bagi mereka. Makanya mereka menyusun strategi untuk menghadang kebangkitan itu sejak awal. Pada tahun 2003, Amerika membiayai RAND Corporation –sebuah lembaga riset kebijakan global yang berbasis di Amerika Serikat, dan dibiayai pemerintah AS-untuk mengkaji perkembangan Islam.
“Mereka mengeluarkan hasil kajian teknik berjudul “Civil Democratic Islam”. Dari hasil kajian itu itu mereka membagi umat islam ke empat kelompok yakni fundamentalis, tradisional, modernis, dan sekularis.” Papar Fahmi.
Kelompok fundamentalis didefinisikan sebagai kalangan yang menolak demokrasi dan budaya Barat, menginginkan sebuah negara otoritarian yang menarapkan hukum Islam, serta menggunakan penemuan dan teknologi modern untuk mencapai tujuan mereka. Kelompok tradisional is, dicirikan sebagai suatu masyarakat yang konservatif, mencurigai modernitas, inovasi, dan perubahan. Kelompok modern menginginkan dunia Islam menjadi bagian modernitas global. Mereka ingin memodernkan dan mereformasi Islam dan menyesuaikan dengan zaman. Sedangkan kelompok sekularis dicirikan sebagai kalangan yang menginginkan dunia Islam dapat menerima pemisahan antara agama dan negara seperti yang dilakukan negara-negara demokrasi di Barat, dengan membatasi agama hanya pada lingkup individu, papar Fahmi.**
Editor | : | |
Sumber | : | Ulil Albab |
- Stok Darah Menipis, Radio Dakta Gelar Donor Saat Pandemi
- Masjid di Lombok Kembali Tegak, Donasi dari Dakta Peduli
- Pandemi, Dakta Peduli Gelar Donor Darah dengan Protokol Kesehatan
- Dakta Peduli Bersama True Money Berbagi Sembako Ramadhan
- Dakta Peduli Beri Santunan ke Yatim Dhuafa
- Dakta Peduli Bersama True Money Distribusikan Bantuan kepada Mustahik
- Nutrisi untuk Pejuang Medis di Garda Terdepan
- Dakta Peduli Bagikan Paket Sembako ke Tunanetra
- Bantu Pejuang Nafkah Terdampak Pandemi Covid-19 Melalui Dakta Peduli
- Milad ke-28 Tahun, Radio Dakta Berbagi Hand Sanitazer
- 28 Tahun Radio Dakta; Bijak Berbagi Cerdas Berinformasi
- Dakta Peduli Berbagi Kebaikan Lewat Program Secanting Beras
- Peluang Bisnis Ala Influencer
- Kriteria Pemimpin dalam Perspektif Islam
- Dakta Goes To School; Kenalkan Kaula Muda pada Konvergensi Media
0 Comments