Wawancara Dengan Dirut Radio Dakta Andi Kosala
Perjalanan 23 Tahun Radio Dakta
Radio Dakta 107 FM, kini sudah berusia 23 tahun. Dalam perjalanannya, Radio Dakta tentu banyak problem yang telah dihadapi agar tetap eksis ditengah persaingan bisnis informasi yang semakin canggih. Ada Media cetak yang sudah berurat berakar dengan jaringan yang sangat luas, ada TV yang dikelola dengan manajemen yang sangat profesional, puluhan ribu media sosial dan portal terus meng-update berita-berita terkini, bahkan sekarang informasi sudah ada di ujung jari, dengan menggerak-gerakkan ujung jari ke gadget berita sudah tersaji. Dengan persaingan bisnis informasi yang semakin ketat dan canggih, ternyata Radio Dakta tetap eksis dengan pendengar tak kurang dari dua juta orang. Lantas, seperti apa jurus yang dipakai hingga Radio Dakta tetap bertahan sampai sekarang. Untuk menguak rahasia keberhasilan itu, berikut wawancara redaksi Dakta.com dengan Andi Kosala, Direktur Utama Radio Dakta 107 FM.
Apa obsesi Bapak ketika memilih berinvestasi di radio?
Andi Kosala: Kita punya obsesi untuk memiliki radio Islam terbaik di Indonesia, radio yang mencerdaskan umat. Karena meski banyak stasiun radio dan TV, tapi belum ada radio maupun TV Islam yang benar benar mencerdaskan umat. Untuk mewujudkan obsesi itu, bapak H. Iman Lubis, pemilik PT. Java Motors, pada tahun 1991 membeli izin Radio Famor yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat. Waktu itu masih radio AM. Setelah melalui proses administrasi dan persiapan teknis, maka dipindahkanlah izin penyiarannya ke wilayah Bekasi dengan tujuan agar daya pancar menjangkau wilayah Jabodetabek. Proses perizinan dan perpindahan itu dikerjakan oleh bapak Aziz Hilmi salah seorang perintis Radio Dakta.
Untuk kegiatan operasional, kami membeli satu unit rumah berikut tanah seluas 1500 meter persegi di Jl. KH. Agus Salim No 77, Bekasi Timur, kota Bekasi, Jawa Barat. Hingga kini rumah tersebut digunakan untuk kegiatan perkantoran baik untuk siaran, marketing, keredaksian, dan lain-lain.
Dibawah PT Radio Nada Komunikasiutama, pada 27 Maret 1992 Radio Dakta resmi mengudara, dengan format radio informasi di gelombang 92,15 yang dipancarkan dari Jl. KH. Agus Salim No. 77 Bekasi Timur.
Menyusul adanya penataan frekuensi siaran radio yang dilakukan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika, maka sejak 1 Agustus 2004 Radio Dakta pindah gelombang di jalur FM 107.
Radio sudah punya, izin operasional sudah punya, kantor untuk mengelola radio sudah tersedia, lalu apa konsep yang ditawarkan kepada pengelola crew Radio untuk mewujudkan obsesi Radio Islam?
Ya, awalnya kami belum punya format yang tepat. Kami masih mencari-cari format seperti apa yang akan kami lakukan agar terwujud radio yang sesuai dengan apa yang telah dicita-citakan. Memang pada awalnya radio ini sudah diformat sebagai radio informasi bercorak religius, tapi dalam perjalanannya format radio informasi bercorak informasi dan religius tak bertahan lama, lalu diganti menjadi radio sahabat wanita dan kemudian diganti lagi dengan Radio keluarga, namun format ini juga tak bertahan lama menyusul terjadi kesulitan keuangan. Maka sejak 1 Agustus 2004, kami kembali ke format radio informasi bernuansa Islam, hingga sekarang.
Sejak itu, saya mulai menyiapkan konsep dasar bagaimana mewujudkan ‘Radio Islam Terbaik’. Untuk mewujudkan radio yang baik tentu harus ada kualitas teknis, yang bertugas untuk melakukan pemeliharaan peralatan sehingga kualitas suara yang dihasilkan bagus, karena bisnis radio, tak dapat dilepaskan dari suara. Sebaik apapun programnya kalau suaranya tak bagus akan ditinggal pendengar. Maka kualitas teknis ini menjadi sangat penting.
Bagus dan jernih suara radionya, kalau programnya tak menarik, jangan harap ada yang mendengar. Maka dibutuhkan kualitas program. Ini penting karena program adalah ruh dari radio. Oleh karena itu, harus ada concept program, program plan, best presenter dan creative program.
Untuk melaksanakan tugas itu dibutuhkan sumber daya manusia yang mampu melaksanakan tugas teknisi dan menyusun program yang menarik dan mencerdaskan. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni. Kualitas SDM hanya bisa diperoleh dengan seleksi tenaga teknisi, tenaga operator, reporter, penyiar, anchor, produser, sesuai standar yang dibutuhkan. Setelah itu mereka wajib mendapatkan training di bidangnya masing-masing. Lalu, betapapun baiknya SDM yang kita siapkan, siaran bisa saja terganggu jika tak memiliki organisasi yang baik, jelas tugas reporter, tugas penyiar, tugas anchor, produser, sehingga tak tumpang tindih dalam menjalankan tugas. Disinilah dibutuhkan kualitas organisasi. Kita juga menyiapkan quality marketing, dan clean concept.
Bisa dijelaskan lebih rinci kualitas setiap bidang?
Ya, saya contohkan kualitas SDM. Penyediaan SDM harus melalui seleksi sesuai standar yang diinginkan. SDM harus mengikuti training untuk menyipakan SDM berkualitas. Dari seleksi itu akan muncul tenaga-tenaga ahli yang handal baik dibidang teknisi, program, dan marketing serta organisasi. Sehingga SDM mampu melaksanakan tugas sesuai visi dan misi Radio Dakta.
Ok. Kita punya radio, kita punya SDM yang mumpuni. Lalu kalau tanpa pendengar, radio dan SDM itu terasa tak bermakna. Lantas bagaimana mengelola pendengar Radio Dakta?
Ya, Alhamdulillah, dari data yang kita peroleh, mayoritas pendengar Radio Dakta berusia produktif yaitu antara usia 25-50 tahun mencapai 75 persen, mereka adalah golongan menengah atas, berpengaruh dan well informed. Latar belakang pendidikan yang baik, loyal dan berdaya beli tinggi.
Ini hal yang menarik. Untuk mengelola komunitas Radio Dakta, kita memiliki konsep community base radio untuk membangun komunikasi antara Radio Dakta dengan pendengarnya diantaranya kita telah menyediakan SMS untuk berinteraksi, kita siapkan info program. Kita juga menyelenggarakan taklim, seperti taklim mingguan dan taklim bulanan dengan menghadirkan ustadz-ustadz yang mumpuni di bidang keilmuan Islam, penguasaan Islam yang luas. Patokan kita, “Al-Qur’an Sunnah”. Bahkan pada moment tertentu anggota majelis taklim terlibat dalam kegiatan Dakta, seperti Dakta Peduli. Selain itu, kita memiliki hubungan yang baik dengan perguruan tinggi dengan menjadikan dosennya sebagai nara sumber. Begitu juga dengan Pemeritah daerah, pelaku usaha seperti perbankan. Kita juga telah membuat jaringan informasi melalui Website Dakta dan media sosial seperti Facebook dan Twitter Dakta. Kita juga menyediakan Dakta Card, dll.
Sampai usia 23 tahun Radio Dakta, apa yang belum terealisasi dari obsesi pendirian Radio Dakta?
Kita punya keinginan agar PT. Radio Nada Komunikasi Utama memiliki lembaga pendidikan, usaha dibidang jasa biro perjalanan haji dan umroh, mengelola Badan Amil Zakat dan Sodaqoh (Bazis), usaha bidang retail seperti toko buku, penerbitan buku, majalah, koran, dan tabloid. Usaha-usaha itulah yang sedang kita rintis. Mudah-mudahan obsesi yang belum terealisasi menjadi PR bagi kita untuk dapat mewujudkan apa yang telah dicita-citakan. Usia 23 tahun Radio Dakta, adalah usia memasuki kedewasaan. Usia ini kita jadikan sebagai momentum untuk bermuhasabah, merenung dan kaji diri untuk memperbaiki diri ke depan agar tetap diterima masyarakat khususnya pendengar Radio Dakta.***
Editor | : | |
Sumber | : | Ulil Albab |
- Stok Darah Menipis, Radio Dakta Gelar Donor Saat Pandemi
- Masjid di Lombok Kembali Tegak, Donasi dari Dakta Peduli
- Pandemi, Dakta Peduli Gelar Donor Darah dengan Protokol Kesehatan
- Dakta Peduli Bersama True Money Berbagi Sembako Ramadhan
- Dakta Peduli Beri Santunan ke Yatim Dhuafa
- Dakta Peduli Bersama True Money Distribusikan Bantuan kepada Mustahik
- Nutrisi untuk Pejuang Medis di Garda Terdepan
- Dakta Peduli Bagikan Paket Sembako ke Tunanetra
- Bantu Pejuang Nafkah Terdampak Pandemi Covid-19 Melalui Dakta Peduli
- Milad ke-28 Tahun, Radio Dakta Berbagi Hand Sanitazer
- 28 Tahun Radio Dakta; Bijak Berbagi Cerdas Berinformasi
- Dakta Peduli Berbagi Kebaikan Lewat Program Secanting Beras
- Peluang Bisnis Ala Influencer
- Kriteria Pemimpin dalam Perspektif Islam
- Dakta Goes To School; Kenalkan Kaula Muda pada Konvergensi Media
0 Comments