Intensifikasi Pertanian Sejalan dengan Keberlanjutan dan Ketahanan Pangan
JAKARTA, DAKTA.COM - Di tengah meningkatnya kebutuhan akan pangan dan semakin banyaknya tantangan dalam penyediaannya, urgensi untuk mengadopsi kebijakan intensifikasi pertanian yang fokus pada prinsip keberlanjutan semakin mendesak.
“Kebijakan intensifikasi yang fokus pada prinsip keberlanjutan perlu segera diadopsi secara menyeluruh untuk mendukung daya dukung sektor ini pada kebutuhan pangan,” jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Mukhammad Faisol Amir.
Memastikan daya dukung sektor pertanian pada penyediaan kebutuhan pangan beriringan dengan upaya untuk mencapai ketahanan pangan.
Faisol melanjutkan, salah satu penyebab urgensi kebijakan intensifikasi pertanian adalah krisis iklim global yang mengganggu produktivitas pertanian. Krisis iklim, yang salah satunya berdampak pada ketidakpastian cuaca, membawa tantangan dan ancaman bagi produktivitas pertanian di Indonesia dan dunia.
Implementasi kebijakan intensifikasi pertanian sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini karena kebijakan ini memanfaatkan lahan yang sudah ada melalui penggunaan bibit unggul, perbaikan kualitas dan nutrisi tanah, penggunaan pupuk yang sesuai dan juga adopsi teknologi pertanian.
Peningkatan kesadaran petani atas urgensi adaptasi pola pertanian yang sesuai dengan perubahan iklim juga perlu dilakukan. Misalnya, melalui penyuluhan dan transfer pengetahuan dalam kerjasama investasi pertanian.
Perluasan area tanam tidak menjamin peningkatan produktivitas pangan. Sebaliknya, hal ini berbahaya untuk lingkungan dan merugikan masyarakat,
Pembukaan lahan yang seringkali menyasar lahan hutan, padang rumput dan lahan gambut justru memperparah permasalahan krisis iklim dunia. Pembukaan lahan juga mengancam kelangsungan aspek sosial dan ekonomi masyarakat serta mengganggu keanekaragaman hayati yang juga penting bagi keberlanjutan hidup manusia.
Komitmen pemerintah dalam menangani dampak buruk perubahan iklim pada produktivitas pertanian dan juga ketahanan pangan di Indonesia, serta terwujudnya pertanian berkelanjutan harus diwujudkan dengan aksi nyata dan dieksekusi dengan strategi yang lebih komprehensif.
Namun, Faisol mengingatkan, intensifikasi pertanian melalui penggunaan alat pertanian modern dan berkualitas memerlukan investasi yang besar. Maka sudah selayaknya pemerintah juga fokus untuk menjaga iklim investasi pada sektor pertanian.
Selain itu, akses terhadap pupuk yang berkualitas dan terjangkau perlu dijamin karena ketidakpastian pasokan dan mahalnya pupuk dapat mendorong praktik penggunaan pupuk yang tidak sesuai dosis. Harga pupuk bisa semakin tinggi jika melihat krisis energi yang sedang berlangsung.
Kesenjangan harga antara pupuk subsidi dan non-subsidi perlu diperkecil supaya tidak memunculkan potensi pasar gelap yang akan merugikan petani dalam mengakses pupuk yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.
Selain itu, Indonesia juga masih memiliki banyak permasalahan pasca panen, seperti penyusutan hasil panen karena faktor cuaca dan karena kurangnya fasilitas mesin pengering atau kondisi mesin penggiling yang sudah kurang prima. Persoalan rantai-pasok yang panjang dengan teknologi terbatas untuk menjaga kualitas bahan pangan juga turut menyumbang food losses di Indonesia.
Belum lagi permasalahan minimnya daya saing produksi pangan Tanah Air karena diproduksi lewat proses yang kurang efisien. Kurang efisiennya proses produksi menyebabkan harganya menjadi mahal dan berkaitan dengan permasalahan pasca panen yang sudah disebutkan sebelumnya.
Saat ini, pemerintah justru lebih menggunakan kebijakan ekstensifikasi pertanian untuk menjawab tantangan ketersediaan pangan, seperti lewat program Food Estate. Alih-alih menjadi solusi, pembukaan lahan justru bertentangan dengan prinsip berkelanjutan dan ikut memperburuk kondisi iklim global.
“Kebijakan ekstensifikasi dan intensifikasi sama-sama punya tujuan untuk meningkatkan produksi. Tetapi mempertimbangkan berbagai tantangan sektor pertanian, pembukaan lahan secara paksa dan besar-besaran malah berbahaya untuk sektor pertanian dalam jangka panjang,” tegasnya.
Sumber | : | CIPS |
- Specta Color Zumba Bersama Liza Natalia di WaterBoom Lippo Cikarang
- BPR Syariah HIK Parahyangan Raih Penghargaan Infobank Sharia Award 2024
- RUPSLB PT Lippo Cikarang Tbk Setujui Rights Issue 3 Miliar Saham untuk Pengembangan Bisnis
- CIMB Niaga Suryacipta Dipimpin Banker Muda Inspiratif Krisfian A. Hutomo
- Kurniasih Dukung Upaya Kemenaker Agar Tidak Ada PHK di Sritex
- Anggota IKAPEKSI INDONESIA Desak Penyelesaian Konflik dan Langkah Hukum terhadap Pelanggar
- LPCK Berkomitmen Menciptakan Lingkungan Asri dan Harmonis
- LPCK Terus Berinovasi Sambut Pertumbuhan Pasar Properti
- IKAPEKSI Gelar Munaslub, Pranyoto Widodo Terpilih Sebagai Ketua DPP Periode 2024-2029
- POJK Merger BPR/S, Ini Kata Ketua Umum DPP Perbarindo Tedy Alamsyah
- Perbarindo DKI Jakarta dan Sekitarnya Gelar Rakerda. Bahas Merger BPR/S
- Peserta Tunggak Iuran, BPJS Kesehatan Cabang Bekasi Dorong Manfaatkan Program Rehab
- Bank Syariah Artha Madani Raih 2 Penghargaan Tata Kelola di GRC Awards 2024
- CSG Pererat Kolaborasi dengan Perbankan, Berikan Kemudahan Kepemilikan Hunian
- XYZ Livin dan Cendana Spark North Dorong LPCK Capai Pra Penjualan Rp741 Miliar di Semester I/2024
0 Comments