Evaluasi Tiga Tahun Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Jalan Terjal Pulihkan Ekonomi
JAKARTA, DAKTA.COM - Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dihadapkan pada ancaman resesi. Padahal dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia belum pulih sepenuhnya.
Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta menyebut, konteks kepemimpinan duet presiden yang akrab disapa Jokowi dengan Ma’ruf Amin tentunya tidak dapat dipisahkan dari periode pertamanya sebagai Presiden. Presiden mengawali periode pertamanya dengan kondisi yang tidak ideal.
Ia menghadapi pelemahan harga komoditas menekan neraca pembayaran Indonesia yang memasuki teritori negatif sejak tahun 2011. Pada 2013, Kebijakan pengereman pembelian aset oleh Bank Sentral Amerika Serikat membuat rupiah terjun bebas ke teritori 13.000 per USD dari sekitar 9.000-an.
Meski demikian, Jokowi mampu meningkatkan belanja infrastruktur secara masif. Data dari CEIC menunjukkan besarnya belanja infrastruktur sepanjang periode pertama Jokowi mencapai lebih dari 1,5 kali lipat belanja infrastruktur dari dua periode Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Hal ini dilakukan meskipun tax ratio terus menurun tanpa meninggalkan disiplin defisit fiskal sebesar 3% PDB. Salah satu langkah yang berani adalah memotong subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang memberi ruang untuk pemanfaatan APBN ke arah yang lebih produktif.
Di saat yang sama, kebijakan perekonomian di tahap pertama pemerintahan Jokowi cenderung populis dan proteksionis. Pelemahan harga komoditas membuat industri andalan seperti kelapa sawit meminta bantuan pemerintah.
Sementara industri-industri manufaktur yang diproteksi malah semakin berkurang kontribusi ekonominya. Pertumbuhan ekonomi di era Jokowi “hanya” sekitar 5%, yang meski masih cukup baik dibanding banyak negara lain, tapi masih di bawah target yang diharapkan.
Proyek infrastruktur yang turut didanai corporate bond menghantui balance sheet dari banyak BUMN karya. Reformasi struktural sangat diperlukan.
Seperti kurang masalah, periode kedua Jokowi dimulai dengan pandemi Covid-19. Progres pengentasan kemiskinan yang sudah berjalan baik kembali mundur bersamaan dengan status upper-middle income dari World Bank.
Pandemi ini juga memaksa pemerintah untuk menaikkan defisit APBN menjadi sekitar 6%. Kondisi global pasca pandemi menjadi semakin tidak pasti seiring dengan serangan Rusia ke Ukraina.
Ekonomi Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sebagai partner dagang utama mengalami perlambatan. Sementara Inflasi di negara-negara maju memaksa berbagai bank sentral, termasuk BI, untuk menaikkan suku bunga.
“Di tengah keinginan Presiden Jokowi untuk terus meningkatkan investasi, pasar global malah mengalami kesulitan pendanaan. Hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia yang membutuhkan investasi untuk menggerakkan sektor-sektor strategis,” ujarnya.
Krisna menyebut, Jokowi-Ma’ruf perlu mewaspadai resesi yang mulai diramalkan akan terjadi di berbagai belahan dunia. Meski harga batu bara yang masih tinggi akan cukup menolong, namun tingkat suku bunga The Fed dan nilai tukar Rupiah masih perlu terus dipantau dan diwaspadai.
Performa negara dalam mengumpulkan pendapatan negara melalui pajak dan memanfaatkan RCEP, sebuah perjanjian dagang yang baru saja diratifikasi, akan menjadi kunci yang sangat penting.
Pengumpulan data dan evaluasi jangka pendek maupun jangka menengah dari program-program ini harus terus diupayakan. Jokowi-Ma’ruf harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa program-program ekonominya akan membawa manfaat di jangka panjang.
“Tidak hanya itu, karena sifatnya yang jangka panjang, keduanya juga harus mampu meyakinkan pasangan capres-cawapres berikutnya untuk meneruskan kebijakan-kebijakan ini. Atau alternatifnya, mari berharap pasangan calon berikutnya akan memiliki kritik yang cukup koheren dan memiliki ide-ide kebijakan ekonomi yang lebih baik,” tegasnya.
Sumber | : | CIPS |
- Bank OCBC NISP Sosialisasikan Global Wallet bagi HRD dan Tenaga Pendidik di Cikarang
- Kemenparefkraf Fokus Kembangkan Wisata Ramah Muslim Berbasis Masjid
- Intensifikasi Pertanian Sejalan dengan Keberlanjutan dan Ketahanan Pangan
- Plt Wali Kota Bekasi Resmikan RAT ke XXXV Koppas Kranggan
- SMB: Kemeriahan Old Town Market Hingga One Day Sale dalam Rangkaian Perayaan Imlek
- Adopsi Sistem Resi Gudang oleh Petani Masih Rendah
- Inklusivitas Transformasi Digital Perlu Didukung Literasi Digital dan Keuangan yang Memadai
- Evaluasi Perdagangan 2022, Indonesia Perlu Tinggalkan Kebijakan Proteksionis
- Uji Coba Pembatasan LPG 3 KG Langkah Awal Kurangi Ketergantungan Pada Subsidi
- Mencapai Ketertelusuran Minyak Sawit Indonesia yang Berkelanjutan
- Prioritas Perdagangan 2023, Kebijakan Perdagangan Indonesia Perlu Lebih Terbuka
- Ancaman Terhadap Ketahanan Pangan Perlihatkan Pentingnya Opsi Impor Beras
- Rokok Eceran Dilarang, Asosiasi: Matikan 25 Juta Pedagang Kaki Lima
- Hambatan Non-Tarif Membatasi Potensi Industri Makanan Minuman
- Anggaran Ketahanan Pangan Perlu Fokus Pada Pertanian Berkelanjutan
0 Comments