Greenpeace Kritik Pemerintah Bungkam soal Kualitas Udara DKI Terburuk
DAKTA.COM - Greenpeace Indonesia mengkritik sikap diam pemerintah setelah sejumlah lembaga pemantauan kualitas udara internasional melaporkan Indeks kualitas udara (Air Quality Index/ AQI) di Ibu Kota Jakarta menjadi yang terburuk di dunia pada Rabu (15/6).
Indeks kualitas udara (Air Quality Index/ AQI) di ibu kota pada Rabu (15/6) pukul 09.50 WIB berada di angka 183 US AQI dengan PM 2.5 sebesar 118 µg/m³ dan PM 10 sebesar 20,6 µg/m³, menurut AQ Index.
Dengan angka tersebut, kualitas udara di DKI dinyatakan tidak sehat terutama bagi orang sensitif dengan gangguan pernapasan atau asma.
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu menilai pemerintah seharusnya memberikan peringatan kepada masyarakat setelah laporan kualitas udara Ibu Kota itu keluar. Sebagai contoh, kata Bondan, pemerintah seharusnya mengeluarkan aturan wajib pemakaian masker saat berada di luar ruangan.
"Harusnya ada warning mitigasi pencegahan kepada publik, 'yuk pakai masker', atau bagi-bagi masker. Nah, ketika mereka sudah merilis data yang menunjukkan kualitas udara tidak sehat, namun tidak ada action selanjutnya, so what begitu?," kata Bondan saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (15/6).
Bondan menyebut, cara menentukan sumber kualitas udara memang cukup kompleks lantaran juga dipengaruhi iklim dan cuaca.
Selain itu, sumber pencemaran udara terbanyak berdasarkan laporan DKI Jakarta sementara ini memang berasal dari transportasi. Namun ada pula sumber polutan lain seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara, aktivitas industri hingga pembakaran sampah.
Sementara itu, perbaikan kualitas udara, kata Bondan, harus didasari oleh riset inventarisasi emisi untuk mengidentifikasi sumber pencemar. Ia mengatakan upaya pengendalian sumber pencemar udara bisa berdasarkan hasil inventarisasi emisi.
Dengan demikian, pemerintah tak akan bisa mengidentifikasi sumber pencemar selama tidak melakukan inventarisasi emisi
"Tidak hanya DKI, tapi Jabar dan Banten. Bukti sederhana di laporan ada 14 persen PM 2,5 yang berasal dari pembakaran PLTU, padahal Jakarta tidak ada PLTU. Sehingga soal keterbukaan data sumber pencemar udara menjadi penting sehingga kita tidak berdebat soal sumbernya dari mana," ujarnya.
Sumber | : | CNN INDONESIA |
- Hari Karantina ke-147, Barantin Terus Tingkatkan Perlindungan Keanekaragaman Hayati
- Aksi Tanam Sejuta Pohon Penyuluh Agama Kemenag Kabupaten Bekasi
- Petualangan Menegangkan: Menaklukkan Track Terjal Menuju Curug
- Inovasi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi; Pemanfaatan Ulang Sampah (Puasa) dengan Pembangunan Sorting Centre Dan Eco System Advance Recycling (So CESAR)
- Produsen Kemasan Daur Ulang FajarPaper Ikut Serta Dalam Festival Peduli Sampah Nasional 2023
- HUT BSIP, Plt. Wali Kota Bekasi Gelorakan Semangat Menjaga Lingkungan Sehat
- Program Ketahanan Pangan Mengorbankan Lingkungan dan Petani
- Ridwan Kamil Akan Bangun Jalur Khusus Truk Tambang Akhir Tahun Ini
- Kendalikan Pencemaran Udara, DKI Gandeng Tangsel dan Bekasi untuk Uji Emisi
- Mikroplastik di Muara Sungai Menuju Teluk Jakarta Alami Peningkatan Semasa Pandemi
- Waspada, Cuaca Panas Ekstrem Bisa Sebabkan Risiko Kesehatan yang Cukup Mengkhawatirkan
- PP Pelindungan ABK Diterbitkan, ABK Penggugat Presiden: “Perjuangan Belum Berakhir!”
- Keindahan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
- Warga Keluhkan Ada Polusi Udara, Kepala KSOP Marunda: Udara Tercemar Bukan dari Pelabuhan
- Walhi Menyebut Pengolahan Sampah DKI Buruk
0 Comments