Nasional /
Follow daktacom Like Like
Selasa, 07/06/2022 11:00 WIB

Wacana Tarif Naik ke Stupa Borobudur, Tokoh Buddha: Perhatikan Rasa Keadilan

CANDI BOROBUDUR
CANDI BOROBUDUR

JAKARTA, DAKTA.COM -  Tokoh agama Buddha, Maha Pandita Utama (MPU) Suhadi Sandjaja, meminta pemerintah memperhatikan rasa keadilan dalam menetapkan harga tiket naik ke Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Menurut dia, sebagian masyarakat, termasuk umat Buddha, akan kesulitan membayar tarif sebesar Rp 750 ribu.

 

“Kalau seperti ini kan yang enggak punya Rp 750 ribu enggak bisa masuk,” ujar Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) itu saat dihubungi Republika, Senin (6/6).

 

Di sisi lain, dia mendukung upaya pemerintah membatasi jumlah pengunjung demi menjaga kelestarian Candi Borobudur sebagai ikon sejarah Indonesia. Namun, kata dia, penentuan tarif naik ke Candi Borobudur perlu memperhatikan berbagai aspek, salah satunya rasa keadilan bagi semua kalangan masyarakat.

 

“Ada rasa keadilanlah, rakyat sampai sekarang belum sampai ke situ kemampuannya sebagian besar. Sebagian kecil sih mampu, mungkin,” tutur Suhadi.

 

Suhadi menjelaskan, Candi Borobudur memang bukan rumah ibadah umat Buddha, melainkan hanya tempat ibadah. Umat Buddha dapat beribadah dan melakukan meditasi di wilayah Candi Borobudur. Sehingga, menurut dia, kenaikan harga tiket sebetulnya tak berpengaruh terhadap kelangsungan ibadah umat Buddha. 

 

“Sebetulnya tidak ada masalah dengan kaitannya soal ibadah karena itu memang bukan rumah ibadah. Cuma kemudian disepakati, khususnya bagi umat Buddha, diprioritaskan ada tempat untuk melakukan meditasi dan sebagainya,” kata dia.

 

Kendati demikian, Suhadi meminta pemerintah tetap perlu memikirkan warganya secara umum yang ingin berwisata ke destinasi wisata keagamaan Buddha itu. Menurut dia, ada ketidakadilan jika tiket untuk naik ke Candi Borobudur mencapai Rp 750 ribu.

 

Pemerintah diketahui berencana menaikkan tarif tiket Candi Borobudur menjadi sebesar Rp 750 ribu per orang untuk wisatawan domestik. Namun, wisatawan yang hanya ingin berkunjung hingga pelataran candi tetap dikenakan tarif normal Rp 50 ribu per orang. Adapun khusus untuk wisatawan mancanegara ditetapkan sebesar 100 dolar Amerika per orang.

 

Kebijakan melalui penentuan tarif tiket masuk bertujuan untuk membatasi jumlah wisatawan yang masuk, yakni 1.200 orang per hari atau sekitar 400 ribu kunjungan per tahun. Pembatasan jumlah tersebut diklaim berdasarkan kajian komprehensif untuk mengurangi kikisan batu di situs candi sekaligus mencegah penurunan muka tanah yang terus terjadi.

 

Namun, kenaikan tarif yang diklaim berdasarkan kajian itu diragukan banyak pihak. Akademisi menyarankan pemerintah agar mengkaji ulang dasar penetapan harga tiket Candi Borobudur. Di satu sisi, masyarakat perlu mendapatkan penjelasan yang baik agar dapat memahami esensi dari kenaikan harga tiket.

 

Kepala Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada Mohamad Yusuf menilai dasar kebijakan menetapkan harga tiket masuk situs Candi Borobudur sebesar Rp 750 ribu per orang tidak jelas. “Apakah penetapan tarif baru itu berdasarkan kajian komprehensif? Sepertinya tidak. Entah dapat ilham dari mana tiba-tiba muncul harga sekian,” kata Yusuf.

 

Pada dasarnya, kata Yusuf, peningkatan tarif masuk memang dimungkinkan untuk mengurangi kunjungan. Namun, para pemangku kepentingan, masyarakat lokal, hingga pegiat pariwisata di kawasan Candi Borobudur harus dilibatkan dalam penentuan tarif itu.

 

Yusuf mengatakan, banyaknya kritikan dari masyarakat tak terbendung karena pemerintah tidak mampu menjelaskan dasar penentuan tarif. Terlepas dari persoalan tarif, Yusuf mengatakan, langkah efektif untuk menekan kunjungan ke Candi Borobudur adalah dengan meningkatkan atraksi di desa-desa penyangga Borobudur. Langkah itu dinilainya dapat memecah konsentrasi wisatawan yang datang ke kawasan Borobudur.

 

Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Marsis Sutopo mengatakan kebijakan kenaikan harga tiket masuk Candi Borobudur perlu dikaji lebih dalam. Dia menekankan jangan sampai harga tiket membuat wisatawan enggan pergi ke Candi Borobudur.

 

“Wisatawan sudah ditembak dengan psikologi harga, ‘harganya mahal, mending nggak usah ke sana.’ Ujung-ujungnya yang rugi adalah warga lokal yang menggantungkan ekonominya pada pariwisata di Borobudur,” kata Marsis kepada Republika, Senin (6/6/2022).

 

Meski begitu, dia menyebut tujuan untuk melindungi dan melestarikan Candi Borobudur sangat baik. Sebab, kondisi candi memang sudah banyak mengalami keausan sehingga perlu adanya pembatasan. Di antara bagian yang mengalami keausan adalah batuan tangga yang dilewati oleh ribuan wisatawan setiap hari. Selain batuan tangga, banyak relief dinding yang mengalami kerusakan karena faktor lingkungan dan usia.

 

Oleh karena itu, pembatasan jumlah pengunjung sangat baik dalam memelihara Candi Borobudur yang menjadi warisan dunia dan tempat ritual.

 

 “Sebagai tempat untuk ritual juga harus memperhatikan kelestariannya dengan tetap memperhatikan kondisi keterawatan (state of conservation) sesuai dengan ketentuan sebagai warisan dunia,” ujarnya.

 

Agar pariwisata sejalan dengan konservasi, Marsis menilai perlu menghindari mass tourism. Artinya, pariwisata diarahkan kepada kualitas yang memperhatikan keberlanjutan dan kelestarian lingkungan dengan memperhatikan carrying capacity.

 

 

Sumber : REPUBLIKA
- Dilihat 1225 Kali
Berita Terkait

0 Comments