Selasa, 31/05/2022 14:20 WIB
DPR: Denda BPJS Kesehatan Masih Memberatkan Bagi Ekonomi Masyarakat yang Baru Bangkit
DAKTA.COM - Anggota Komisi IX DPR RI F-PKS Dr Kurniasih Mufidayati menyebut besaran denda 5 persen masih memberatkan bagi penunggak iuran BPJS yang diatur dalam Perpres No 64 Tahun 2020.
Kurniasih mengingatkan prinsip hadirnya BPJS Kesehatan sesuai dengan spirit UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah adanya asuransi sosial dan prinsip ekuitas.
Ia menegaskan asuransi sosial adalah hak dari rakyat untuk mendapatkan perlindungan kesehatan sementara ekulitas bermakna keadilan bagi seluruh rakyat.
"Adanya denda dengan persentase 5 persen dengan maksimal angka Rp 30 juta bagi mereka yang menunggak iuran BPJS Kesehatan dengan syarat dan ketentuan masih memberatkan dan tidak sesuai dengan semangat asuransi sosial dan ekuitas," papar Kurniasih dalam keterangannya, Senin (31/5/2022).
Bagi Anggota DPR RI Dapil Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Luar Negeri ini, negara harus hadir dengan perlindungan terhadap jaminan kesehatan masyarakat Indonesia sebagai hak dasar yang harus masyarakat dapatkan.
"Banyak kajian terkait regulasi yang harus disesuaikan dengan kondisi saat ini. Perlu ada kajian dan tinjauan ulang terhadap regulasi BPJS Kesehatan agar memenuhi hak kesehatan dasar. Jika dalam hal ini Perpres maka Presiden harus meninjaunya. Dalam hal ini BPJS Kesehatan memang hanya sebagai pelaksana aturan," ungkap Kurniasih.
Ia membandingkan dengan berbagai relaksasi yang diberikan di sektor lain. Sektor keuangan dan perbankaan misalnya. Pada masa pandemi Covid-19 ada relaksasi terkait pembayaran kredit dari masyarakat ke bank. Ia juga mempertanyakan denda sebesar 5 persen dibandingkan besaran denda asuransi swasta atau layanan keuangan lainnya.
"Bahkan ada yang tidak menerapkan denda tapi status asuransinya menjadi lapse atau tidak aktif. Jika di perbankan malah bisa dibicarakan atau nego jika ada keterlambatan pembayaran. Apalagi saat ini situasi pandemi semua sedang proses recovery. Semua hal kan ability to pay nya menurun, termasuk kemampuan masyarakat membayar iuran BPJS Kesehatan," paparnya.
Kurniasih menyebutkan, jumlah kuota PBI juga perlu segera dipenuhi. Jika memang tidak mampu, masyarakat bisa dimasukkan semua ke kuota PBI.
"Semua masyarakat tidak mampu bisa masuk semua ke PBI supaya tidak menjadi beban bagi masyarakat tidak mampu. Ini masyarakat niatnya bukan mau menunggak tapi kemampuan untuk membayar memang sedang menurun. Presiden sebagai pembuat Perpres bisa melihat kondisi dan situasi kekinian secara lebih jernih," kata dia.
Sumber | : | Humas FPKS DPR RI |
- BP Haji: Sesuai Perintah Presiden, Sudah ada 7 Penyidik KPK yang dilantik menjadi Eselon 2 dan 1 orang lagi akan menjadi Eselon 1 di BPH
- Saudi Berencana Batasi Usia Jemaah Haji Lansia di Atas 90 Tahun pada 2025
- Kritik OCCRP, Pakar Hukum: Nominasikan Tokoh Korup Tanpa Bukti adalah Fitnah
- 5 Profil Finalis Tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024 Versi OCCRP, Jokowi Salah Satunya
- Akal Bulus BI, CSR Dialirkan ke Individu Lewat Yayasan, Ada Peran Heri Gunawan dan Satori?
- Promo Libur Akhir Tahun Alfamidi
- 85 PERSEN PROFESIONAL INGIN REFLEKSI DIRI YANG LEBIH INTERAKTIF
- ARM HA-IPB DISTRIBUSI 210 PAKET BANTUAN TAHAP 2 KE CILOPANG DAN PANGIMPUNAN, SUKABUMI
- Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12 Persen Berpotensi Perparah Kesenjangan Ekonomi
- KPK Sita Dokumen & Bukti Elektronik Terkait CSR Bank Indonesia
- Kemana Ridwan Kamil Usai Kalah di Jakarta?
- RIDO Batal Gugat Hasil Pilkada Jakarta ke Mahkamah Konstitusi
- Tinggalkan Anies, Suara PKS Makin Jeblok
- PEMERINTAH MASIH MENGABAIKAN ANGKUTAN JALAN PERINTIS
- Miftah Maulana Mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo
0 Comments