WHO Tak Miliki Bukti Virus Cacar Monyet Bermutasi
JAKARTA, DAKTA.COM -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak memiliki bukti virus cacar monyet telah bermutasi. Kepala sekretariat cacar dari Program Darurat WHO Rosamund Lewis mengatakan penyakit menular yang mewabah di Afrika barat dan tengah cenderung tak berubah.
Seperti dilansir Reuters pada Senin (23/5), Lewis juga mengatakan kemungkinan mutasi virus tersebut rendah. Namun, urutan genom kasus diperkirakan membantu pemahaman informasi mengenai wabah tersebut.
Sehingga, pakar kesehatan masih memperhatikan kemungkinan mutasi yang bisa membuat virus lebih mudah menular atau parah.
Pemimpin penyakit dan zoonosis WHO dan pemimpin teknis COVID-19 Maria van Kerkhove mengatakan lebih dari 100 kasus yang diduga dan diduga terjadi Eropa dan Amerika Utara beberapa waktu lalu belum parah.
"Ini adalah situasi yang dapat dikendalikan," khususnya di Eropa, kata Maria van Kerkhove.
"Tapi kita tidak bisa mengabaikan apa yang terjadi di Afrika, di negara-negara endemi."
Berdasarkan WHO, wabah itu tidak biasa karena bersikulasi secara tidak teratur di banyak negara. Para ilmuwan sedang berusaha memahami asal usul kasus dan apakah ada yang berubah tentang virus tersebut.
WHO meminta klinik dermatologi, layanan kesehatan primer, serta klinik kesehatan seksual, waspada terhadap kasus-kasus potensial.
Meski tidak semua, beberapa orang yang didiagnosis wabah cacar monyet saat ini adalah pria yang berhubungan seks dengan pria (lelaki seks lelaki/ LSL)
Para pejabat mengatakan masih terlalu dini untuk mengatakan alasannya.
Cacar monyet biasanya tidak menyebar dengan mudah di antara orang-orang, tetapi dapat ditularkan melalui kontak orang-ke-orang yang dekat atau kontak dengan barang-barang yang digunakan penderita cacar monyet, seperti pakaian, tempat tidur, atau peralatan makan.
"Kami tahu LSL jika mereka menemukan ruam yang tidak biasa, mereka cenderung ingin menyelesaikannya dengan cukup cepat," kata Andy Seale, penasihat strategi di Departemen Program HIV, Hepatitis dan IMS Global di WHO.
"Fakta bahwa mereka proaktif dalam menanggapi gejala yang tidak biasa mungkin menjadi bagian dari cerita. Ini akan menjadi lebih jelas dalam beberapa minggu dan hari mendatang," kata Seale.
Ia kemudian buka suara mengenai kemungkinan terjadinya diskriminasi terhadap kelompok tertentu akibat penyakit tersebut.
"Ada cara kami bekerja dengan masyarakat untuk belajar dari pengalaman puluhan tahun dalam menangani stigma dan diskriminasi dengan HIV. Kami ingin menerapkan pelajaran yang didapat dari pengalaman ini."
Pada Senin (23/5), pejabat kesehatan AS mengatakan mengonfirmasi satu kasus cacar monyet di Massachusetts. Mereka juga mengidentifikasi empat dugaan kasus tambahan, satu di New York City, satu di Florida, dan dua di Utah.
Semuanya adalah pria dengan riwayat perjalanan internasional yang konsisten dengan jenis paparan yang pernah terlihat di tempat lain.
Sumber | : | CNN INDONESIA |
- Gelar Seminar Internasional Fiqh Ta’ayush, WADAH Malaysia Promosikan Hidup Berdampingan di Komuniti ASEAN
- Kondisi Terkini Gaza Utara, MER-C: Bangunan Sekolah Dibakar
- Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina (ARIBP) Mendesak Bantuan Militer untuk Palestina
- Bayi Palestina Lahir Selamat dari Rahim Ibu yang Tewas Dibunuh Israel
- Ekonomi Israel Makin Babak Belur
- Rusia Mengingatkan Turki Agar tak Berilusi Jadi Anggota Uni Eropa
- Filipina Evakuasi Ribuan Warga Saat Topan Mawar Semakin Mendekat
- Korsel Berhasil Luncurkan Satelit Komersial Pertama Kali
- China Minta Bantuan Selamatkan 39 Awak Kapal Tenggelam, 17-nya WNI
- China Ingatkan Jepang Terkait Tanggung Jawab Limbah Nuklir Fukushima
- Madinah Siapkan Diri Sambut Jamaah Haji 2023
- Yordania Tuan Rumah Pembahasan Nasib Suriah di Liga Arab
- WHO Masih Mengidentifikasi Asal-Usul Covid-19
- Jepang Cari Dukungan G7 Untuk Pembuangan Air Olahan PLTN Fukushima
- Turki Desak AS Cabut Sanksi di Bidang Industri Pertahanan
0 Comments