Kelangsungan Sektor Pertanian Indonesia Terancam Urbanisasi
JAKARTA, DAKTA.COM – 27 April 2022, Fenomena urbanisasi sudah menjadi bagian dari perayaan Idul Fitri setiap tahunnya. Berpindahnya penduduk dari desa ke kota mengancam kelangsungan sektor pertanian dan perlu menjadi evaluasi pemerintah.
“Berkurangnya pekerja sektor pertanian usia produktif berdampak pada berkurangnya akses pada informasi dan adopsi teknologi yang berperan pada proses modernisasi pertanian,” jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi.
Urbanisasi memengaruhi produksi sektor pertanian karena jumlah pekerja sektor pertanian, yang kebanyakan berada di pedesaan, terus berkurang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase tenaga kerja informal pada sektor pertanian di 2021 mengalami penurunan sebesar 0.14 persen jika dibandingkan dengan 2020.
Meski tidak besar, bukan tidak mungkin jumlah tersebut terus menyusut mengingat adanya pengurangan restriksi pandemi pada 2022. Hal ini membuka peluang yang lebih besar bagi tenaga kerja untuk kembali bekerja di perkotaan.
Menurut Survei Angkatan Kerja Nasional oleh BPS, pada Agustus 2021 terdapat 2.089.924 pekerja bebas berusia 19-40 tahun di sektor pertanian atau 36% dari total pekerja bebas di sektor tersebut. Jumlah ini lebih rendah jika dibandingkan dengan data Survei Angkatan Kerja Nasional pada Agustus 2020, dimana jumlah pekerja bebas berusia 19-40 tahun di sektor pertanian mencapai 2.159.964, atau 36,47% dari total pekerja bebas di sektor tersebut.
“Penurunan pekerja sektor pertanian ini berpotensi memengaruhi produksi komoditas pangan nasional. Belum lagi permasalahan keterbatasan lahan yang berdampak pada produktivitas. Produktivitas pangan nasional dikhawatirkan tidak mampu memenuhi jumlah permintaan pasar yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Kesenjangan antara jumlah produksi dengan jumlah permintaan inilah salah satunya yang menyebabkan tingginya harga komoditas pangan,” jelas Azizah.
Generasi muda yang tumbuh di pedesaan, khususnya mereka yang mendapatkan pendidikan sekolah secara formal, cenderung ingin mengejar pekerjaan yang berpotensi memberikan penghasilan yang lebih pasti, seperti pekerjaan yang umum terdapat di daerah perkotaan.
Ketidaktertarikan mereka pada pekerjaan seperti bertani yang digeluti orang tua mereka, diantaranya, disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengembangkan diri dan tidak adanya peluang untuk mendapatkan kesejahteraan dari pekerjaan ini.
Azizah menambahkan, selain dihadapkan pada biaya produksi pertanian yang semakin mahal sehingga menekan keuntungan yang bisa mereka dapatkan, petani juga kurang didukung infrastruktur yang optimal, seperti irigasi, jalan untuk distribusi, maupun sarana penyimpanan dan pengolahan.
Meningkatkan peran petani dalam rantai pasok komoditas pertanian sangat penting. Selain berperan sebagai pemasok utama komoditas tersebut, petani juga terlibat sebagai pihak yang menjual atau memasarkan komoditas yang dihasilkannya. Contohnya pada komoditas pokok seperti beras.
Realita yang terjadi lapangan justru seringkali tidak menguntungkan petani. Rantai pasok beras yang panjang seringkali dikaitkan dengan posisi petani yang tidak menguntungkan karena mereka tidak memiliki kuasa untuk harga Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG). Petani tidak memiliki posisi tawar yang menguntungkan saat bertransaksi karena harga komoditas yang mereka hasilkan sangat bergantung pada pasar.
Alhasil petani hanya bertindak sebagai price taker dan bukan price maker. Selain itu Harga Pokok Pembelian (HPP) yang ditawarkan Bulog sebagai perwakilan pemerintah tidak jarang lebih rendah daripada harga pasar. Petani akhirnya tidak memiliki pilihan untuk mendapatkan keuntungan.
Oleh karena itu, untuk menjaga kestabilan, perlu adanya sistem yang bisa memperbaiki kinerja sektor pertanian di Indonesia sehingga produktivitas pangan dapat meningkat secara konstan. Laju urbanisasi juga dapat ditekan melalui penggunaan input pertanian yang lebih efisien, seperti penggunaan benih dan pupuk berkualitas baik dan alat pertanian modern, membuka kesempatan bagi sektor swasta untuk ikut memasok dan mempercepat rantai distribusi pangan dan menjembatani usaha industri 4.0 dalam mengakses, mewadahi, dan mengajarkan tenaga kerja pertanian daerah sehingga mereka mendapatkan jaringan pasar yang lebih luas dan penghasilan yang lebih besar.
Sumber | : | CIPS |
- Menaker Dorong Organisasi HRD Berkontribusi Tingkatkan Keterampilan Pekerja
- Sambut Libur Sekolah, Pasar Senggol Hadir Kembali di SMB
- Revitalisasi Kalimalang Menuju Wisata Air, Kemenpar Soroti Potensi dan Tantangan
- PHK Sepihak, Massa Buruh Gelar Demo di Gudang Distribusi Coklat di Narogong Bekasi
- PT Naffar Perdana Wisata Sukses Gelar RUPS 2025, Resmi Luncurkan KOPASHUS & DIGI OPZ sebagai Strategi Besar
- WOM Finance Resmikan Kantor Baru Cabang Bekasi 1 di Summarecon
- Investasi Bekasi Tumbuh Pesat, LPCK Luncurkan Hunian dan Komersial Baru di Lippo Cikarang Cosmopolis
- Progres Pembangunan, PT Summarecon Agung Tbk. Seremoni Penutupan Atap SMB Tahap II
- Sambut Idul Fitri, Danamon Menyediakan Solusi Keuangan untuk Mendukung Kemudahan Transaksi Nasabah
- Program Belanja Untung Berlangsung di Summarecon Mall Bekasi, Afgan Bakal Guncang Pengunjung 21 Maret
- KOSPE Bersama Gerakan Semua Bisa Umroh, Gelar Soft Launching Program Simpanan Haji Khusus
- Mengenal Dogecoin dan Pergerakan Harganya
- LPCK Perluas Pilihan Produk RumahTapak Baru Guna Menjawab Kebutuhan Generasi Muda
- Investasi Kabupaten Bekasi Meningkat, Penjualan Properti Residensial dan Ruko LPCK Bertumbuh
- Tidak Impor Pangan Tahun 2025, Mungkinkah?
0 Comments