IDEAS: Kasus Perceraian di Keluarga Muslim Cenderung Meningkat
DAKTA.COM - Lembaga Riset Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menilai terdapat kecenderungan mengkhawatirkan di keluarga Muslim Indonesia yang menguat di masa pandemi Covid-19 ini. Yaitu melemahnya pernikahan dan melonjaknya perceraian.
Hal tersebut terlihat dari jumlah pernikahan tahunan yang dalam 15 tahun terakhir di kisaran 2,1 juta, di masa pandemi jatuh di kisaran 1,8 juta.
Sebaliknya, jumlah perceraian tahunan terus meningkat dari waktu ke waktu dan mencatat rekor tertinggi di masa pandemi.
"Pada 2021, angka perceraian mencapai 448 ribu dengan rasio pernikahan-perceraian 1:3,89 yang bermakna bahwa di setiap 3,89 pernikahan terdapat 1 perceraian," kata Direktur IDEAS, Yusuf Wibisono, dalam keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id, Rabu (20/4/2022).
Yusuf mengatakan, kasus perceraian pada 2021 sebagian besar terjadi di Pulau Jawa dengan total 66,0 persen dari jumlah perceraian nasional. Angka tiga besarnya terjadi di Jawa Barat (22,0 persen), Jawa Timur (18,7 persen), dan Jawa Tengah (16,8 persen).
Selanjutnya Sumatra berkontribusi (19,1 persen), Sulawesi (6,4 persen), Kalimantan (5,6 persen), dan wilayah lainnya (3,0 persen).
Sedangkan untuk tingkat risiko perceraian, lima provinsi dengan resiko tertinggi adalah DKI Jakarta (1: 2,98), Kalimantan Timur-Kalimantan Utara (1: 3,24), Jawa Timur (1: 3,38), Papua-Papua Barat (1: 3,74), Kepulauan Bangka Belitung (1: 3,52), dan Jawa Barat (1: 3,53).
Dia menjelaskan, dalam 20 tahun terakhir terlihat kecenderungan melemahnya pernikahan mengalami pasang surut. Sedangkan kecenderungan melonjaknya perceraian konsisten terjadi di sepanjang waktu.
Angka rata-rata pernikahan harian melemah pada tahun 2000-an, terendah 4.537 per hari (2004). Kemudian menguat pada tahun 2010-an, tertinggi 6.356 per hari (2011), dan melemah kembali pada 2020-an, yaitu 4.773 per hari (2021).
"Di saat yang sama, angka rata-rata perceraian harian konsisten melonjak dari hanya 365 per hari pada 2003 menjadi 1.227 per hari pada 2021," jelas Yusuf.
Yusuf berhipotesis bahwa pasang surut jumlah pernikahan dalam 20 tahun terakhir terlihat beriringan dengan kondisi perekonomian.
Pascakrisis ekonomi 1998, jumlah pernikahan menurun, terendah 1,66 juta pada 2004, kemudian menguat seiring pemulihan ekonomi dan commodity boom pada 2010-an. Tertinggi 2,32 juta pada 2011, dan melemah kembali seiring pandemi, yaitu 1,74 juta pada 2021.
Dia menjelaskan, dengan angka perceraian yang konsisten meningkat, rasio pernikahan-perceraian melonjak dari hanya 1: 14,5 pada tahun 2000 menjadi 1: 3,9 pada 2021.
"Bila pada tahun 2000 hanya ditemui 1 perceraian dalam 14,5 pernikahan, maka kini pada 2021 ditemui 1 perceraian hanya dalam 3,9 pernikahan," jelasnya.
Yusuf mengungkapkan, meski tidak sempurna, indikator rasio pernikahan-perceraian memberi gambar besar yang jelas. Yaitu melonjaknya prevalensi perceraian di keluarga Muslim Indonesia.
Dia mengatakan, sejumlah kebijakan dapat didorong untuk memperkuat pernikahan dan menurunkan resiko perceraian seperti, penguatan program pra-pernikahan bagi calon pengantin. Salah satu program pra-pernikahan terpenting adalah pengokohan sistem keyakinan.
"Keyakinan membantu pasangan untuk memberi makna atas setiap situasi krisis yang melanda, memfasilitasi pandangan ke depan yang positif dan optimis, mentransformasi krisis menjadi peluang," kata Yusuf.
Menurutnya, memaknai kehidupan sebagai ujian dari Tuhan akan membantu individu untuk memberi respons yang terkendali atas krisis, menurunkan rasa bersalah dan menyalahkan, dan menghapus rasa tidak berdaya, gagal dan putus asa.
"Sumber daya spiritual, yang dominan diperoleh dari aktivitas keagamaan, dapat memberi kekuatan bagi individu untuk menghadapi guncangan, menerima apa yang tidak dapat ditolak, mentoleransi ketidakpastian dan memulihkan diri dari krisis,” jelas Yusuf.
Sumber | : | REPUBLIKA |
- KPK Sita Dokumen & Bukti Elektronik Terkait CSR Bank Indonesia
- Kemana Ridwan Kamil Usai Kalah di Jakarta?
- RIDO Batal Gugat Hasil Pilkada Jakarta ke Mahkamah Konstitusi
- Tinggalkan Anies, Suara PKS Makin Jeblok
- PEMERINTAH MASIH MENGABAIKAN ANGKUTAN JALAN PERINTIS
- Miftah Maulana Mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo
- KONSEP GURU MENURUT MOHAMMAD NATSIR
- Baitul Maqdis Institute Sampaikan 11 Resolusi Palestina dan Dunia Islam kepada Wakil Menlu RI, Anis Matta
- Empat Alasan Mengapa UU Pengelolaan Zakat Rugikan LAZ
- IDEAS: Dana BOS Tak Cukup Angkat Kesejahteraan Guru Honorer
- Bamsoet Minta Polri Jerat Bandar Narkoba Dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
- UMKM Pertanian-Perikanan yang Utangnya Dihapus
- Kebijakan Dan “Potensi Keuntungan”, Sepatutnya Tidak Digunakan Dalam Tindak Pidana Kerugian Keuangan Negara
- INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI HARUS BERLANJUT DENGAN PEMBENAHAN
- Nama Menteri Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran
0 Comments