KPK Sentil Jaksa Agung: Pengembalian Rp50 Juta Tak Hapus Pidana
JAKARTA, DAKTA.COM : Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyentil Jaksa Agung ST Burhanuddin yang meminta jajarannya menyelesaikan kasus-kasus korupsi di bawah Rp50 juta hanya dengan cara mengembalikan uang ke negara.
Ghufron mengaku memahami pemikiran Burhanuddin tersebut sebagai bentuk pelaksanaan proses hukum secara cepat, sederhana, dan dengan biaya ringan. Namun, menurutnya, tindakan tersebut tidak tepat.
"Sebagai suatu gagasan saya memahami karena proses hukum harus juga mempertimbangkan cost and benefit. Sementara, proses hukum kalau kita perhitungkan biayanya dari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai ke pengadilan, banding dan kasasi, biayanya tentu lebih besar dari Rp50 juta," ujarnya, Jumat (28/1).
Ghufron meminta Burhanuddin tidak berkreasi karena belum ada aturan hukum yang menjelaskan pengembalian uang korupsi ke negara bisa menghapus pidana.
"Negara kita adalah negara hukum yang pembentuknya adalah DPR dan pemerintah. Selama hal tersebut tidak diatur dalam UU, kita sebagai penegak hukum tidak bisa berkreasi membiarkan korupsi di bawah Rp50 juta," katanya.
"Karena aspek hukum bukan sekadar tentang kerugian negara, namun juga aspek penjeraan," ujar Ghufron menambahkan.
Penjelasan soal pengembalian uang tak menghapus pidana diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Bunyi pasal itu yakni, "Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3."
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin meminta jajarannya untuk menyelesaikan hukum kasus-kasus korupsi di bawah Rp50 juta dengan cara pengembalian kerugian negara.
Ia mengatakan bahwa upaya tersebut dilakukan sebagai bentuk pelaksanaan proses hukum secara cepat, sederhana, dan biaya ringan. Hal itu disampaikannya saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Kamis (27/1).
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pernah mengusulkan agar kepala desa yang melakukan korupsi kecil lebih baik dipecat saja tanpa harus dibawa ke pengadilan yang berujung penjara. Ia menyinggung perihal prinsip efektivitas dan efisiensi penanganan perkara.
Sejauh ini, Ghufron belum mengomentari pernyataan Alex tersebut. Hanya saja, dalam keterangan tertulisnya hari ini, ia menyampaikan: "KPK adalah penegak hukum, apa pun ketentuan Undang-undang, itu yang akan ditegakkan."
Sumber | : | CNN INDONESIA |
- Pelaku Penusukan Maut Bocah Pulang Mengaji di Cimahi Ditangkap Polisi
- Komnas HAM: Gas Air Mata Penyebab Utama Tragedi Kanjuruhan
- Kapolri Pastikan Irjen Teddy Minahasa Ditangkap Kasus Narkoba
- Polri Naikkan Tragedi Kanjuruhan Jadi Penyidikan, Tersangka Segera Ditetapkan
- Polri Libatkan Kompolnas Awasi Investigasi Tragedi Kanjuruhan
- Putri Candrawathi Akhirnya Resmi Ditahan
- Polri Limpahkan Tersangka Ferdy Sambo dkk ke Kejaksaan Pekan Depan
- Banding Ditolak, Ferdy Sambo Tetap Diberhentikan Tidak Hormat dari Polri!
- Gubernur Papua Lukas Enembe Diduga Alirkan Uang ke Rumah Judi di Luar Negeri
- Motif Penganiayaan Santri Pondok Gontor hingga Tewas, Diduga karena Masalah Kekurangan Alat
- Pakar Pidana Sebut Penganiayaan Santri Gontor Bisa Dikualifikasikan Pembunuhan
- IPW Yakin Motif Pelecehan Seksual Putri Candrawathi Hanya Alibi
- LPSK Sebut Bharada E Sempat Emosi Saat Rekonstruksi karena Tak Sesuai
- 3 Poin Kasus KM 50 yang Disinggung Laskar FPI ke Kapolri
- Kapolri: Motif Pembunuhan Brigadir J Pelecehan atau Perselingkuhan
0 Comments