Nasional /
Follow daktacom Like Like
Kamis, 20/01/2022 15:00 WIB

Kemenkes Duga Jamaah Umrah Tertular di Perjalanan

umrah
umrah

JAKARTA, DAKTA.COM : Pemerintah masih memetakan kemungkinan titik penularan Covid-19 terhadap jamaah umrah. Namun, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menduga penularan terjadi dalam perjalanan pulang dari Arab Saudi ke Tanah Air.

 

Sementara itu, epidemiolog berharap pemerintah dapat memastikan karantina dijalankan secara ketat bagi jamaah yang baru tiba dari perjalanan umrah. Kemenkes mencatat sebanyak 649 dari 882 kasus omikron berasal dari pelaku perjalanan luar negeri (PPLN).

 

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, kasus omikron di kalangan PPLN paling banyak berasal dari Arab Saudi dengan menyumbang kasus 128 kasus. Saat ini, kata Nadia, ada 87 kasus Covid-19 yang menimpa jamaah umrah.

 

"(Kemungkinan tertular) selama perjalanan dan bisa saja saat kepulangan belum terdeteksi. Bisa saja (tertular) saat di perjalanan," kata Nadia kepada Republika, Kamis (20/1).

 

Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman menilai jamaah umrah sangat mungkin tertular Covid-19 saat perjalanan pulang maupun ketika masih berada di Saudi. Bahkan, kata dia, penularan bukan tidak mungkin terjadi di dalam pesawat.

 

Oleh karena itu, Dicky menyarankan agar apabila ada satu orang dalam kloter perjalanan yang terdeteksi terinfeksi Covid-19 maka satu pesawat harus dikarantina. Ia mengatakan, karantina terpusat wajib dilakukan untuk mereka yang bergejala. Sementara itu, yang tidak bergejala atau negatif tetap harus melakukan karantina mandiri di rumah masing-masing.

 

"Meskipun negatif di bandara, pulang ke rumah tidak boleh merasa aman. Harus juga tetap karantina di rumah karena potensi terpapar di pesawat juga besar," ujar Dicky.

 

Dicky mengatakan, dengan jeda waktu perjalanan empat hingga enam jam, sangat normal apabila terjadi perubahan dari yang tadinya negatif menjadi positif Covid-19. Oleh karena itu, semua orang perlu melewati proses karantina setelah melakukan perjalanan. "Inilah pentingnya karantina. Jangan ketika datang negatif Covid-19, lalu selesai (tidak dikarantina)," katanya.

 

Untuk masa karantina, lanjut Dicky, setidaknya harus dilakukan dari masa inkubasi terpendek, yakni 7-10 hari. Kendati demikian, ada juga masa karantina kurang dari tujuh hari. Namun, ia menilai durasi karantina kurang dari tujuh hari sangat berisiko.

 

PT Angkasa Pura (AP) II (Persero) memastikan, pengawasan dan penanganan terhadap pelaku perjalanan internasional di Bandara Soekarno-Hatta, Banten, dilakukan secara ketat. Hal itu juga berlaku bagi jamaah umrah yang dinyatakan Covid-19 setibanya di Tanah Air meskipun saat penerbangan dari bandara keberangkatan dalam kondisi negatif.

 

"Untuk di Soekarno-Hatta proses penanganan kedatangan sudah diberlakukan dengan ketat," kata Senior Manager Branch Communication a Legal Bandara Soekarno-Hatta, M Holik Muardi, kepada Republika, Kamis (20/1).

 

Holik menegaskan, penanganan kedatangan jamaah umrah dan pelaku perjalanan internasional dilakukan oleh Satgas Penanganan Covid-19 Udara. Selain itu, pengawasan turut dilakukan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kementerian Kesehatan. "Semua sudah ada prosedurnya," tutur Holik.

 

Satgas Penanganan Covid-19 sebelumnya telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Luar Negeri pada Masa Pandemi Covid-19 yang berlaku sejak 7 Januari 2022.

 

Dalam SE tersebut diatur bahwa WNI yang melakukan perjalanan luar negeri harus memiliki hasil negatif melalui tes RT-PCR di negara atau wilayah asal yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 3 x 24 jam sebelum jam keberangkatan. Hasil tersebut kemudian dilampirkan pada saat pemeriksaan kesehatan atau e-HAC Internasional Indonesia.

 

Sumber : CNN INDONESIA
- Dilihat 653 Kali
Berita Terkait

0 Comments