Nasional / Kesehatan /
Follow daktacom Like Like
Rabu, 19/01/2022 08:17 WIB

Bahaya Omicron, Epidemiolog Minta Pemerintah Stop PTM 100 Persen

Ilustrasi Pembelajaran Tatap Muka Terbatas di sekolah.ist
Ilustrasi Pembelajaran Tatap Muka Terbatas di sekolah.ist

JAKARTA,DAKTA.COM - Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman meminta pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah bisa dihentikan sementara hingga awal Maret 2022. Sebab, kasus Covid-19 meningkat, terutama varian omicron dan bisa menyebabkan kematian pada anak-anak yang terinfeksi virus ini.

 

Dicky memperkirakan, di awal Februari 2022 akan mulai terjadi peningkatan kasus anak terinfeksi Covid-19 yang ada di rumah sakit.

 

"Jadi, kita lebih baik setop PTM sampai awal Maret 2022. Karena saya melihat ada kecenderungan anak tertular Covid-19, padahal mereka harus dilindungi," ujar Dicky saat mengisi sebuah konferensi virtual, Selasa (18/1).

 

Ia meminta, tren kasus Covid-19 saat ini dilihat hari per hari. Data terakhir tentang omicron, dia melanjutkan, temuan kasusnya bisa delapan kali lebih besar dari yang dilaporkan.

 

Ia memperkiralan, mayoritas ledakan kasus akan terjadi di Jawa-Bali karena karakter Covid-19 adalah mobilitas. Banyaknya kasus Covid-19 terutama varian omicron, dia melanjutkan, dapat mengakibatkan kematian pada anak.

 

Ia menyebutkan, data angka kematian anak akibat Covid-19 di Afrika Selatan dua bulan sebelum omicron terjadi yaitu sekitar 35 dan setelah omicron menyerang, ternyata bertambah jadi 61 jiwa hingga pertengahan bulan ini. Ini artinya angka kematian anak akibat Covid-19 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan sebelum omicron muncul.

 

Tak hanya itu, ia menyebutkan di Australia selama pandemi 2 tahun terakhir tidak ada kematian anak. Bahkan, varian delta saat menyerang tercatat belum ada kematian anak.


Tetapi, omicron yang datang awal Desember mengakibatkan banyak kematian anak. Hampir setiap hari ada kematian anak akibat Covid-19.

 

"Ini karena anak-anak yang belum divaksinasi. Selain kematian, angka anak yang masuk ruang ICU rumah sakit juga meningkat," ujarnya.

 

Menurutnya, kasus Covid-19 pada anak di luar negeri memberikan pesan penting ini bahwa kasus ini juga bisa terjadi di Indonesia yang kondisinya tidak jauh berbeda. Ia meminta lebih baik pemerintah mitigasi di awal.

Karena kabar baiknya, varian omicron diperkirakan tidak lama menyerang seperti delta. Tetapi kalau mitigasi tidak dilakukan, Dicky khawatir  dampaknya lebih besar.


"Karena omicron menyasar dua kali lebih cepat. Ini membuat persentase anak yang sakit Covid-19 akan lebih besar dan meninggal," ujarnya.

 

Terkait pemberian vaksin pada anak, ia mengakui memang berdampak positif. Tetapi kalau bicara dampak vaksin 100 persen efektif, ia menegaskan belum. Apalagi, banyak anak-anak yang di bawah 6 tahun yang belum mendapatkan vaksinasi karena belum mendapatkan izin.

 

Kemudian, anak rentang usia 6 hingga 19 tahun mungkin ada yang baru mendapatkan satu dosis. Bahkan, Dicky melanjutkan, mungkin ada anak yang belum bisa menerima vaksin karena kondisi tertentu.


"Ini tentu bisa menjadi pertimbangan bahwa bukan hanya siswa yang harus dilihat melainkan juga orang yang ada dalam lingkungan sekolah saat PTM wajib memenuhi kualifikasi dua dosis vaksin," ujarnya.

Reporter : Ardi Mahardika
- Dilihat 1061 Kali
Berita Terkait

0 Comments