Empat Pilar Kebangsaan dan Tolak Tiga Periode
Oleh: Budi Purwanto (Aktivis Pemuda, Motivator dan Penggiat Sosial)
DAKTACOM - Ibarat rumah, maka negara juga memiliki pilar penopang. Jumlahnya ada 4. Kita menyebutnya 4 Pilar Kebangsaan. Jika pilar-pilar ini roboh, maka robohlah sebuah bangsa bernama Indonesia. Oleh karenanya, negara menggelontorkan dana besar untuk mensosialisasikan 4 Pilar Kebangsaan kepada seluruh Rakyat Indonesia.
4 Pilar Kebangsaan itu adalah:
1. Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara;
2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara serta Ketetapan MPR;
3. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Bentuk Negara; dan
4. Bhinneka Tunggal Ika sebagai Semboyan Negara.
Sayangnya, sosialisasi yang berdana besar itu tidak dipahami oleh pemerintah. Setidaknya itulah gambaran yang nampak dari munculnya kegaduhan gagasan tentang penambahan jabatan Presiden menjadi 3 Periode atau penundaan Pilpres lantaran masih Pandemi Covid-19. Rajin bersosialisasi, tapi gagal paham dengan konstitusi!. Sungguh naif.
Seperti kita ketahui bahwa UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara mengatur bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat, (Pasal 6A). Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa Jabatan, (Pasal 7).
Tak perlu jadi profesor untuk memahami hal ini. Bahwa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden itu satu periode lima tahun dan dapat menjabat kembali hanya satu periode lagi. Paling lama 2 periode atau 2x5 tahun. Ini sudah final. Tak bisa ditawar!.
Maka ide penambahan masa jabatan Presiden lebih dari 10 tahun adalah pelanggaran terhadap konstitusi yang berpitensi merobohkan salah satu Pilar Kebangsaan.
Ide itu bodoh, konyol dan kampungan. Di tengah gencarnya sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan agar bangsa menjadi kuat, justru ada pejabat negara yang ingin menghancurkan negara dengan ide gilanya.
Jadi, seandainya Presiden itu bekerja sangat bagus, akhlaknya sebagus Nabi, tak pernah salah seperti malaikat, adil dan cinta pada rakyatnya, tetap saja Presiden hanya 2 Periode. Titik! Itulah konsekuensi berkonstitusi dalam bernegara.
Apalagi kalau Presiden tersebut tak bagus-bagus amat, biasa-biasa saja dan cenderung lemah. Keknya, tak pantas minta nambah jabatan. Bisa rusak negeri ini jadinya.
Kesimpulannya, ayo laksanakan konstitusi dengan konsekuen. Tolak 3 Periode!!!***
Reporter | : | Ardi Mahardika |
- Budaya Silaturahmi dan Halal Bihalal
- Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Menurut Perspektif Pemikir Ekonomi Islam
- Jauh Dari Pemerintahan Bersih Dalam Sistem Demokrasi
- Persikasi Bekasi, Dulu Penghasil Talenta Sekarang Sulit Naik Kasta
- Quo Vadis UU Ciptaker
- Kaum Pendatang Mudik, Cikarang Sunyi Sepi
- Menanti Penjabat Bupati Yang Mampu Beresin Bekasi
- DUDUNG ITU PRAJURIT ATAU POLITISI?
- Ridwan Kamil Berpeluang Besar Maju di Pilpres 2024, Wakil dari Jawa Barat
- QUO VADIS KOMPETENSI, PRODUKTIVITAS & DAYA SAING SDM INDONESIA
- Tahlilan Atas Kematian Massal Nurani Wakil Rakyat
- Nasehat Kematian Di Masa Pandemi Covid-19
- FPI, Negara dan Criminal Society
- Pembantaian di Sigi Poso Sulteng, Ini Hipotesanya
- Oat Milk - Plant Based Milk Kaya Manfaat Kesehatan Tubuh
0 Comments