Anggaran Pupuk Subsidi Tak Sebanding dengan Capaian Produktivitas
JAKARTA, DAKTA.COM : Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) yang berjudul Beralih dari Subsidi Pupuk dan Benih: Mengkaji Ulang Bantuan untuk Mendorong Produktivitas dan Persaingan di Pasar Input Pertanian menemukan bahwa anggaran tahunan subsidi pupuk sebesar Rp 20-30 triliun ternyata tidak sebanding dengan produktivitas yang dihasilkan. Untuk itu prosess penyediaan pupuk bersubsidi sebagai salah satu input pertanian layak dievaluasi.
“Data menunjukkan tidak sebandingnya pengeluaran untuk anggaran dengan hasil yang dicapai. Dibutuhkan evaluasi supaya anggaran sebesar ini dapat mencapai peningkatan produktivitas,” jelas Peneliti CIPS Aditya Alta.
Data USDA misalnya, memperlihatkan bahwa produksi tanaman pangan padi dan jagung selama lima tahun terakhir cenderung menurun, dari 47,8 juta ton pada tahun 2016 menjadi 47 juta ton saja pada 2020, atau menyusut 1,59 persen.
Input pertanian seperti pupuk, benih, irigasi, dan pestisida sangat penting untuk mendongkrak produktivitas. Namun mekanismenya harus langsung menyasar petani dan diarahkan untuk mengubah persepsi mengenai biaya dan manfaat penggunaan input.
Optimalisasi subsidi input pertanian sendiri dapat dicapai dengan beberapa cara, termasuk dengan mengganti subsidi pupuk dengan pembayaran langsung berupa saldo kepada petani untuk memangkas middlemen dan memastikan bantuan tepat sasaran.
Walaupun usulan Ombudsman untuk membatasi bantuan kepada petani tanaman pangan dan hortikultura dengan luas lahan maksimal 0,1 hektar bisa dipahami, demi memastikan penerima memang membutuhkan bantuan pembiayaan input. Namun ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk bisa mewujudkan ini.
Pertama, harus ada kajian atau dasar yang lebih jelas mengenai penentuan besaran 0,1 hektar serta harus ada pendataan petani yang jelas dan reguler, termasuk dengan melibatkan aparatur desa dalam pendataan, verifikasi dan validasi Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK).
Kedua, perlu proses hukum untuk mengubah UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, yang mengatur persyaratan terkait jenis tanaman budidaya dan batas luas lahan 2 hektar untuk bantuan pemerintah.
“Menurut kami, usulan ini tidak membantu memecahkan masalah karena menambah mata rantai proses perencanaan subsidi pupuk. Sebagaimana dinyatakan dalam penelitian kami, seringkali keterlambatan atau kelangkaan pupuk bersubsidi dikarenakan lamanya proses perencanaan berjenjang ini, sehingga turut memengaruhi salah satu prinsip 6T yang dikemukakan, yaitu tepat waktu,” tambahnya.
Aditya mengatakan CIPS merekomendasikan peningkatan transparansi serta ketepatan waktu pemberian bantuan melalui penggunaan pembayaran langsung atau direct payment, karena akan langsung masuk ke rekening penerima, tidak memerlukan waktu distribusi panjang seperti pada bantuan barang.
Saldo bantuan juga harus dipastikan tidak dapat ditarik tunai tetapi bisa dibelanjakan untuk berbagai jenis input sesuai dengan kebutuhan dan dibelanjakan di mana saja jika infrastruktur seperti ketersediaan EDC mendukung.
Aditya mengatakan rekomendasi Ombudsman juga tidak menyoroti tidak adanya sasaran yang jelas dari program subsidi, misalnya peningkatan produktivitas, pengurangan biaya petani atau indikator lainnya, serta juga tiadanya mekanisme evaluasi.
Penetapan sasaran membutuhkan mekanisme evaluasi ketercapaian sasaran dan Ini hanya bisa dicapai dengan data pertanian yang baik dan terintegrasi dengan database lain untuk mengukur tingkat sosial ekonomi petani dan harga-harga di desa.
“Mekanisme evaluasi yang jelas sangat penting untuk melihat manfaat dari program penyediaan input pertanian ini dan korelasinya dengan produktivitas. Program ini juga seharusnya dapat mendukung best practice dan kemandirian bagi petani dalam mengolah tanaman mereka sehingga tidak selamanya menjadi penerima bantuan,” tandasnya.
Reporter | : | Warso Sunaryo |
- Menaker Dorong Organisasi HRD Berkontribusi Tingkatkan Keterampilan Pekerja
- Sambut Libur Sekolah, Pasar Senggol Hadir Kembali di SMB
- Revitalisasi Kalimalang Menuju Wisata Air, Kemenpar Soroti Potensi dan Tantangan
- PHK Sepihak, Massa Buruh Gelar Demo di Gudang Distribusi Coklat di Narogong Bekasi
- PT Naffar Perdana Wisata Sukses Gelar RUPS 2025, Resmi Luncurkan KOPASHUS & DIGI OPZ sebagai Strategi Besar
- WOM Finance Resmikan Kantor Baru Cabang Bekasi 1 di Summarecon
- Investasi Bekasi Tumbuh Pesat, LPCK Luncurkan Hunian dan Komersial Baru di Lippo Cikarang Cosmopolis
- Progres Pembangunan, PT Summarecon Agung Tbk. Seremoni Penutupan Atap SMB Tahap II
- Sambut Idul Fitri, Danamon Menyediakan Solusi Keuangan untuk Mendukung Kemudahan Transaksi Nasabah
- Program Belanja Untung Berlangsung di Summarecon Mall Bekasi, Afgan Bakal Guncang Pengunjung 21 Maret
- KOSPE Bersama Gerakan Semua Bisa Umroh, Gelar Soft Launching Program Simpanan Haji Khusus
- Mengenal Dogecoin dan Pergerakan Harganya
- LPCK Perluas Pilihan Produk RumahTapak Baru Guna Menjawab Kebutuhan Generasi Muda
- Investasi Kabupaten Bekasi Meningkat, Penjualan Properti Residensial dan Ruko LPCK Bertumbuh
- Tidak Impor Pangan Tahun 2025, Mungkinkah?
0 Comments