Nasional / Kesehatan /
Follow daktacom Like Like
Sabtu, 27/11/2021 06:00 WIB

Bisa Menjatuhkan Jokowi, Presiden Diminta Memberi Sanksi Menteri Bisnis PCR

PCR 2
PCR 2

JAKARTA, DAKTA.COM : Hingga saat ini Presiden Joko Widodo belum juga memberikan pernyataan dan klarifikasi terkait dugaan dua menterinya terlibat bisnis Polymerase Chain Reaction (PCR). Padahal berbagai kalangan meminta Jokowi mengklarifikasinya dan mendesak Jokowi menegur dan memberikan sanksi kepada dua menterinya itu jika terbukti bersalah.

 

Wakil Ketua Umum Partai PRIMA, Alif Kamal mengatakan,  Prinsipnya amanat reformasi terkait pemerintahan yang bersih dari Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) harus dipegang teguh. 

 

“Apa yang nampak didepan mata terkait dugaan bisnis PCR yang terafiliasi dua pejabat kabinet Presiden Jokowi harus diusut tuntas. Presiden harus memberikan sanksi kepada keduanya,” papar Alif kepada Harian Terbit, Jumat (25/11/2021).

 

Menurutnya, sesuai  janji Presiden Jokowi yang ingin mewujudkan pemerintahan bersih, sehingga Jokowi harus menjadi panutan dan meninggalkan legacy sebagai Presiden yang berani menghukum pembantunya manakala bersalah dalam menjalankan tugasnya.

 

“Presiden Jokowi sebagai atasan langsung dri kedua menteri yg diduga terlibat dalam bisnis PCR, maka Presiden harus menegur langsung kedua menteri tersebut,” paparnya.

 

Bisa Jatuh

 

Sementara itu, Ketua Umum PPJNA 98 Anto Kusumayuda mengatakan, Presiden Jokowi harus segera menyelesaikan menteri berbisnis tes PCR di tengah pandemi Covid-19. Keberadaan menteri berbisnis Jokowi bisa menjatuhkan Presiden Jokowi.

 

“Presiden Jokowi bisa jatuh akibat menteri berbisnis PCR. Presiden Jokowi harus segera menyelesaikan masalah ini,” kata Anto Kusumayuda kepada redaksi www.suaranasional.com, Kamis (25/11/2021).

 

Menurut Anto, masyarakat menyoroti secara tajam pemerintahan Jokowi yang menterinya berbisnis PCR. “Di Twitter muncul suara agar Jokowi mundur. Ini akibat ulah menteri berbisnis PCR,” ungkap Anto.

 

Alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini mengatakan, kelompok yang mendukung menteri bisnis PCR justru menjerumuskan Jokowi. “Presiden Jokowi harus diselamatkan orang-orang di sekeliling yang memanfaatkan mantan Walikota Solo itu untuk memperkaya diri,” jelas Anto.

 

Anto mengatakan, aparat penegak hukum tidak perlu takut untuk memanggil menteri berbisnis PCR. “Semua warga di mata hukum itu sama,” papar Anto.

 

Dia mengemukakan, rakyat Indonesia mendukung penuh Presiden Jokowi menyelesaikan menteri bisnis PCR. “Rakyat ada di belakang Presiden Jokowi,” pungkasnya. 

 

Membantah 

 

Sebelumnya, Luhut mengaku siap diaudit dan diperiksa terkait tes PCR. "Yang paling gampang, kita nggak usah marah-marah, audit saja. Siap banget (diaudit)," ungkapnya dalam wawancara dengan CNN Indonesia TV yang tayang Jumat (12/11) sore.

 

Ia juga menyatakan siap dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah sejumlah orang melaporkan persoalan ini ke lembaga anti rasuah itu. Luhut mengklaim tidak ada yang ia takutkan sepanjang ia tidak melakukan yang dituduhkan.

 

"Siap saja kenapa sih nggak? Enggak ada yang saya takutin sepanjang saya itu tidak melakukan itu," tutur Luhut.

 

"Dari awal tidak ada ke kantong saya satu peser, buat saya itu untuk apa sih?" kata Luhut.

 

Sementara itu, Kementerian BUMN membantah isu mengenai Menteri BUMN Erick Thohir terlibat dalam bisnis tes PCR, dan menegaskan ketentuan mengenai PCR tidak pernah dikeluarkan oleh Kementerian BUMN.

 

"Bisa kita lihat dari data, sampai kemarin tes PCR itu mencapai 28,4 juta di seluruh Indonesia. Sementara PT Genomik Solidaritas Indonesia atau GSI yang dikaitkan dengan Bapak Erick itu tes PCR yang dilakukan sebanyak 700.000. Jadi bisa dikatakan hanya 2,5 persen dari total tes PCR yang sudah dilakukan di Indonesia. Jadi 97,5 persen lainnya dilakukan pihak lain," kata Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (2/11/2021).

 

Kemudian di GSI sendiri, lanjut Arya, memang ada yang namanya Yayasan Adaro sebagai pemegang saham dan ini adalah yayasan kemanusiaan, sahamnya hanya 6 persen.

Reporter : Warso Sunaryo
- Dilihat 1970 Kali
Berita Terkait

0 Comments