Bekasi / Kabupaten /
Follow daktacom Like Like
Senin, 23/08/2021 08:00 WIB

Dugaan Malpraktik Hukum, PTA Bandung dan PA Cikarang dilaporkan Ke KY dan MA

Praktisi Hukum Dr Salahudin Gaffar
Praktisi Hukum Dr Salahudin Gaffar

CIKARANG, DAKTACOM - Dugaan Malpratik Hukum di Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Bandung dan Pengadilan Agama Cikarang atas perkara hibah membuat majelis hakim dan ketua PA Cikarang dilaporkan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.

 

Perkara hibah yang menjadikan Lilis Andriani sebagai tergugat tersebut sarat dugaan malpraktik hukum. Dugaan tersebut disampaikan langsung oleh Kuasa Hukumnya Dr. Salahudin Gaffar, SH.MH.

 

Lilis digugat atas tanah dan bangunan hibah seluas 1.085 meter persegi di Cikarang yang diperoleh dari hasil hibah resmi melalui PPAT dari ayah angkatnya tahun 2012. Anehnya, menurut Salahudin, aset hasil jual-beli Lilis tahun 2011 diklaim juga penggugat tanpa selembar buktipun.

 

Perkara tersebut pada tingkat pertama PA Cikarang, sudah memenangkan Lilis Andriani dengan putusan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard)  atas keberatan (eksepsi) Lilis soal kedudukan hukum para penggugat yang tidak jelas dan gugatannya yang tidak jelas (kabur). Penggugat melakukan upaya hukum Banding melalui PTA Bandung. PTA Bandung mengadili dengan membatalkan putusan PA Cikarang.

 

Kata dia, dari sini dugaan malpraktik hukum terjadi, PTA Bandung memutus perkara tanpa memeriksa fakta dan menghadirkan para pihak, mengingat pada tingkat PA Cikarang masih memeriksa syarat formal sahnya gugatan, di mana PA Cikarang memutus gugatan, tidak dapat diterima NO. Akibat putusan PTA Bandung tersebut, lanjut Salahudin, majelis hakim yang terdiri Halim Husein, Hamtani Hamali, dan Mastur Turmudzi, memutus perkara di mana objek sengketa milik pribadi yang tidak disebutkan di dalam gugatan (gugatan penggugat hanya meminta diputus akta hibah dibatalkan atas objek 1.085 meter persegi, Red).

 

Sementara putusan menyebutkan objek lain yang tidak disebutkan di dalam akta hibah yang menjadi pokok sengketa para pihak. Objek lain yang dimaksud adalah tanah seluas 300 meter persegi yang dibeli tergugat 1 tahun sebelum mendapat hibah. Itu dibuktikan dengan Akta Jual Beli dan Sertipikat Tanah.

 

“Anda bayangkan, jika anda punya tetangga sedang berperkara di pengadilan dengan tetangga anda yang lain atas suatu persoalan, karena ada niat atau itikad tidak baik si tetangga, tanah dan bangunan milik anda di akui sepihak oleh seseorang melalui gugatannya, lalu diaminkan oleh Hakim Hakim PTA tanpa memeriksa fakta, rumah anda mau diambil melalui proses ekseskusi,” ucap advokat senior tersebut saat diwawancarai, Kamis, 19 Agustus 2021.

 

“Korban ini kesannya memang berhadapan dengan mafia, kenapa? Faktanya perkara ini masih di ranah eksepsi. Kemudian, oleh Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Bandung diperiksa pokok perkara tanpa mengkonfirmasi kepada para pihak,” sambung dia.

 

Karena hal itu, dia mengatakan ini sama saja putusan tebak-tebakan lantaran tidak memeriksa fakta.

 

“Secara hukum acara, harusnya perkara itu dikembalikan kepada Pengadilan Agama Bekasi, sehingga ranahnya adalah gugatan baru, boleh juga memutus pokok perkara maka sebagai peradilan ulangan tapi harus memanggil para pihak untuk memeriksa fakta dari para pihak, ini kan tidak dilakukan, tebak-tebakan dong namanya. Nah efeknya bisa ngamuk tuh orang lain yang punya tanah yang tidak ada hubungannya dengan objek hibah,” kata dia.

 

Salahudin berpendapat sesuai kelaziman hukum acara semestinya PTA Bandung memeriksa kembali fakta, dan meminta klarifikasi pihak yang berperkara.

 

Akan tetapi hal itu tidak diakukan, akhirnya membuat MA bingung, memutus juga tanpa menganalisa fakta.

 

“(Putusan MA, Red) hanya sebaris mengatakan menolak, tidak ada amar menghukum, tidak ada pertimbangan hukum yang cukup yang terikat pada fakta. Secara teori doktrinnya memang kalau ditolak pasti kembali ke putusan sebelumnya. Secara logika hukum acara putusan sebelumnya yang mana? Pasti merujuk ke PTA, tapi kita lihat dulu proses dan substansinya,” kata dia.

 

Lanjut doktor hukum Universitas Padjajaran ini, apabila pokok perkara belum diperiksa, maka benar kembali ke banding. Seharusnya, apabila baru syarat formal gugatan yang diaminkan banding, semestinya kembali ke tingkat pertama, yaitu di Pengadilan Agama tingkat kabupaten-kota.

 

“Adilnya untuk perkara ini, kalau mau memang MA bisa membuat diskresi, tidak hanya terpola oleh doktrin ‘menolak dan mengabulkan’ karena disana benteng terakhir keadilan. Kalau bahasanya menolak saja, orang disuruh berantem walau ada upaya PK. Dia (MA, Red) hanya mengatakan menolak, tidak ada kata mengadili sendiri, mengoreksi, atau membatalkan. Sementara yang ditolak ini, pokok perkaranya belum diperiksa, dalam teori kita tahu ada putusan yang tidak bisa dilaksanakan sama seperti dalam perkara ini,” ucap dia.

 

Ketua PTA Bandung yang sekarang cukup bagus, ucap dia, akan melakukan descente (pemeriksaan di tempat) untuk memeriksa lebih detail perkara hibah tersebut untuk mencocokan dokumen bukti kepemilikan objek sengketa. Berdasarkan paparan dan bukti itu, Salahudin berpendapat memang tidak ada pilihan lain bagi PTA Bandung, jika ini terbukti maka tidak ada pilihan kecuali Sita Eksekusi harus dibatalkan atau diangkat. Pasalnya, hibah 1.085 meter persegi tersebut, oleh penguggat dimasukkan juga tanah 300 meter persegi tanah milik orang lain yang tidak ada dalam akta hibah.

 

“Secara fakta, yang disebut tanah tetangga tadi itu adalah hasil jual-beli sendiri 1 tahun sebelum hibah terjadi. Akta Jual Beli ada, sertipikanya ada, loh kok bisa,” kata dia.

 

Berdasarkan hitungan waris yang ditinggalkan mendiang, terdapat banyak tanah yang dimiliki. Apabila ditotal, maka luasan tanah hibah kepada kliennya tersebut tidak sampai sepertiga dari ketentuan hibah. Salahudin menegaskan berdasarkan hitung data yang ada dan sudah dimasukkan kedalam bukti bukti pada perkara perlawanan Sita Eksekusi (perkara No. 422) , hibah itu kurang dari sepertiga harta mendiang. Apalagi, hibah itu memiliki syarat formal dan dilakukan di notaris.

 

Dia meminta PTA Bandung harusnya mengedepankan “equality before the law” atau perlakuan sama di depan hukum dengan melihat fakta fakta hukum yang ada.

 

“Prinsip keadilan juga harus ditegakkan, misalnya harus fair untuk semua pihak yang berperkara,” demikian dia.

 

Ditanya langkah apa saja atas dugaan mal praktik ini, dia mengatakan sudah menempuh cara yang maksimal, pertama menawarkan bagi aset tersebut melalui cara musyawarah asal jelas perincian sumber hartanya.

 

“Karena berdasarkan bukti rekaman yang diputar di pengadilan, almarhum dan surat wasiatnya mengatakan sudah membagikan hak ahli warisnya. Musyawarah itu Peradilan Tertinggi” kata dia.

 

Secara khusus atas dugaan malpraktek hukum itu, dia telah dan sedang mendampingi Korban dengan melapor ke Badan Pengawas Hakim Mahkamah Agung, Komisi Yudisial hingga KPK.

 

Ada dugaan pidana memberikan keterangan palsu kepada pejabat pemerintah, pengalaman yang ada bisa pelaku adalah pemberi Kuasa atau penerima Kuasa Penggugat. Pada perkara No. 2472/Pdt.G/2017/PA.Ckr. juncto Putusan PA Bandung 236/Pdt.G/2018/PTA.Bdg. dan Putusan Kasasi 288/K/AG/2019. Putusan tersebut pihak PA Cikarang melalui Ketua Pegadilan sebelumnya terkesan memaksakan diri mengeluarkan Penetapan Eksekusi.

 

Namun menurut data yang diperlihatkan oleh Kuasa Hukum Lilis Andriani, memang terlihat tidak lazim sebagai produk Pengadilan, juga terlihat sebagai surat biasa pada umumnya***

Reporter : Ardi Mahardika
- Dilihat 2522 Kali
Berita Terkait

0 Comments