Rabu, 10/02/2021 10:12 WIB
Pers Islam Berikan Sumbangsih Besar Bagi Perjuangan Bangsa
JAKARTA, DAKTA.COM - Dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional (HPN) 2021, Sekretaris Ditjen Bimas Islam, M. Fuad Nasar mengajak insan pers untuk mengenang serta mengapresiasi peran pers Islam dan para tokoh penggeraknya pada masa sebelum kemerdekaan.
Pers Islam seperti Al Imam, Al Munir, Al Manar, yang waktu itu menggunakan bahasa Arab-Melayu dengan tokoh pelopornya antara lain Syeikh Taher Djalaluddin, Syeikh Abdul Karim Amrullah, dan kawan-kawan dari Minangkabau, maupun media yang terbit di pulau Jawa telah beredar menembus batas-batas teritorial wilayah koloni Inggris dan Belanda di tanah Melayu Malaysia, Singapura dan Kepulauan Nusantara sebagai daerah jajahan Hindia Belanda sejak permulaan abad 20.
"Gagasan pembaharuan alam pikiran muslim dan perjuangan antipenjajahan tersebar dan tertanam di hati anak bangsa, melalui dua pilar yaitu pendidikan dan pers atau media massa," ungkap Fuad dalam keterangan persnya, Rabu (10/2).
Fuad menyampaikan para ulama dan pejuang kemerdekaan di masa lalu turut berperan di ruang publik, di samping melalui pergerakan organisasi, juga lewat media massa seperti surat kabar dan majalah. Tidak sedikit di antara mereka yang kena delik pers karena menulis berita dan artikel yang menyuarakan cita-cita kemerdekaan bangsa melalui bahasa agama.
"Tokoh-tokoh besar yang pemikiran dan perjuangannya telah mengubah nasib bangsa, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Tjokroaminoto, Haji Agus Salim, Mohammad Natsir, Hamka, dan lainnya adalah orang-orang hebat dalam menulis di media massa," ujar Fuad.
Fuad berpendapat, bahwa pers Islam memberi sumbangan yang amat penting yaitu nilai-nilai etika yang sangat berharga terhadap jati diri pers nasional yang tetap relevan hingga kapan pun di era digital sekarang ini, yaitu keberpihakan pers dan jurnalis kepada kebenaran dan keadilan, menghindari berita bohong (hoax), tabayyun sebelum menebar informasi apalagi isu sensitif yang bisa memicu kegaduhan, tidak mencampuradukkan antara yang haq dan yang bathil, dan sebagainya.
"Norma dan etika semacam itu merupakan rujukan penting dalam membangun dunia informasi yang sehat untuk kemajuan bangsa dan menjaga masyarakat dari polusi informasi dalam era post truth saat ini," tutupnya. **
Reporter | : | |
Editor | : | Dakta Administrator |
- ARM HA-IPB DISTRIBUSI 210 PAKET BANTUAN TAHAP 2 KE CILOPANG DAN PANGIMPUNAN, SUKABUMI
- Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12 Persen Berpotensi Perparah Kesenjangan Ekonomi
- KPK Sita Dokumen & Bukti Elektronik Terkait CSR Bank Indonesia
- Kemana Ridwan Kamil Usai Kalah di Jakarta?
- RIDO Batal Gugat Hasil Pilkada Jakarta ke Mahkamah Konstitusi
- Tinggalkan Anies, Suara PKS Makin Jeblok
- PEMERINTAH MASIH MENGABAIKAN ANGKUTAN JALAN PERINTIS
- Miftah Maulana Mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo
- KONSEP GURU MENURUT MOHAMMAD NATSIR
- Baitul Maqdis Institute Sampaikan 11 Resolusi Palestina dan Dunia Islam kepada Wakil Menlu RI, Anis Matta
- Empat Alasan Mengapa UU Pengelolaan Zakat Rugikan LAZ
- IDEAS: Dana BOS Tak Cukup Angkat Kesejahteraan Guru Honorer
- Bamsoet Minta Polri Jerat Bandar Narkoba Dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
- UMKM Pertanian-Perikanan yang Utangnya Dihapus
- Kebijakan Dan “Potensi Keuntungan”, Sepatutnya Tidak Digunakan Dalam Tindak Pidana Kerugian Keuangan Negara
0 Comments