Ini Tanggapan Pengamat Terorisme Soal Perpres No 7 th 2021, terkait RAN PE
JAKARTA, DAKTA.COM - Setelah mengkaji substanai Perpres No 7/2021 tentang Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstrimisme berbasis kekerasan yang mengarah kepada aksi terorisme.
sepanjang 113 hal (versi PDF), ada beberapa catatan saya sebagai tanggapan atas Perpres RAN PE tersebut. Antara lain sebai berikut;
[1]. Substansi Perpres secara keseluruhan sebagai legitimasi program kerja BNPT 2020-2024 sebagai leading sektor urusan kontra terorisme di Indonesia.
[2]. Dan implementasi Perpres otomatis akan memunculkan nomenklatur baru untuk anggaran atau pembiayaan. Meniscayakan muncul struktur atau unit baru di BNPT atau institusi yang terlibat. Tentu akan menambah beban anggaran baru.
[3]. Perpres saya pahami bukan fokus di aksi terorisme, tapi mengarah kepada gejala pra aksi terorisme yang kemudian di bahasakan sebagai Ekstrimisme berbasis kekerasan yang mengarah kepada aksi terorisme.
[4]. Pada kontek diksi "ekstrimisme" serta makna yang di adopsi dalam perpres potensi melahirkan perdebatan karena ambigu. Karena nyasar wilayah "kayakinan", lain soal dengan "tindakan kekerasan".
[5]. Dengan paradigma dan parameter apa pada level implementasi untuk menilai sebuah "keyakinan dan atau tindakan kekerasan" itu sebagai ekstrimisme?? Potensi subyektifitas dan tendensiusitas akan muncul dan sulit dikontrol.
[6]. Kenapa pemerintah tidak fokus dan bersungguh-sungguh menyelesaikan persoal hulu sebagai variabel pemicu munculnya aksi terorisme seperti halnya yang tertuang dalam Perpres? Tingkatkan kehidupan ekonomi, tingkatkan kesejahteraan dan kwalitas SDM rakyat Indonesia dan kedua yang tidak kalah darurat adalah tegakkan keadilan. Ciptakan iklim kepercayaan publik kepada pemerintah bahwa keadilan bisa tegak di bumi NKRI.
Kalau aspek ini tidak menjadi fokus prioritas justru Substansi dan implementasinya Perpres ini menjadi kontraproduktif.
Masyarakat di giring sibuk pada persoalan cabang atau dampak dan bukan pada persoalan hulu.
Apalagi jika masyarakat di buatkan lahan "pekerjaan" baru, diberi kesempatan untuk menjadi "tukang lapor" paska mereka di training oleh BNPT atau lembaga terkait saya menduga kuat mudahnya fitnah bertebaran ditengah masyarakat. Dan ini bukan menyatukan tetapi makin membuat keterbelahan kehidupan sosial masyarakat.
Jadi perpres ini berpotensi kontraproduktif dan melahirkan kontraksi sosial baru. ***
penulis: Harits Abu Ulya, Pengamat Terorisme, CIIA
Reporter | : |
- ARM HA-IPB DISTRIBUSI 210 PAKET BANTUAN TAHAP 2 KE CILOPANG DAN PANGIMPUNAN, SUKABUMI
- Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12 Persen Berpotensi Perparah Kesenjangan Ekonomi
- KPK Sita Dokumen & Bukti Elektronik Terkait CSR Bank Indonesia
- Kemana Ridwan Kamil Usai Kalah di Jakarta?
- RIDO Batal Gugat Hasil Pilkada Jakarta ke Mahkamah Konstitusi
- Tinggalkan Anies, Suara PKS Makin Jeblok
- PEMERINTAH MASIH MENGABAIKAN ANGKUTAN JALAN PERINTIS
- Miftah Maulana Mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo
- KONSEP GURU MENURUT MOHAMMAD NATSIR
- Baitul Maqdis Institute Sampaikan 11 Resolusi Palestina dan Dunia Islam kepada Wakil Menlu RI, Anis Matta
- Empat Alasan Mengapa UU Pengelolaan Zakat Rugikan LAZ
- IDEAS: Dana BOS Tak Cukup Angkat Kesejahteraan Guru Honorer
- Bamsoet Minta Polri Jerat Bandar Narkoba Dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
- UMKM Pertanian-Perikanan yang Utangnya Dihapus
- Kebijakan Dan “Potensi Keuntungan”, Sepatutnya Tidak Digunakan Dalam Tindak Pidana Kerugian Keuangan Negara
0 Comments