Nasional / Kesehatan /
Follow daktacom Like Like
Ahad, 13/12/2020 08:33 WIB

Ketahanan Pangan dan Gizi Harus Berbasis Konsumsi Pangan Keluarga

Webinar Bertema Ketahanan Pangan di Masa Pandemi
Webinar Bertema Ketahanan Pangan di Masa Pandemi
BOGOR, DAKTA.COM - Pandemi Covid-19 yang berlangsung hampir sepanjang tahun 2020 ini menimbulkan dampak serius pada banyak sektor, termasuk pada kemampuan masyarakat dalam menyediakan, menjangkau, dan memanfaatkan bahan pangan bagi keluarga. Dengan kondisi ini, yang harus dikedepankan untuk dicapai adalah ketahanan pangan dan gizi berbasis konsumsi pangan keluarga. 
 
Demikian disampaikan Ketua IPB SDGs (Sustainable Development Goals) Network, Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, dalam acara Bincang-Bincang Aksi Relawan Mandiri Himpunan Alumni IPB (BBA) Volume 3 dengan topik “Ketahanan Pangan di Masa Pandemi”  melalui webinar pada Sabtu (12/12). 
 
“Dua pertiga urusan kelaparan berhubungan dengan cukup konsumsi pangan dan gizi, terutama pada seribu hari pertama kehidupan,” ujar pria yang pernah menjabat Wakil Menteri Perdagangan (2011-2014) ini. 
 
Berbeda dengan aspek produksi, permasalahan konsumsi pangan khususnya kecukupan gizi seperti ancaman stuting (kekurangan gizi kronis pada anak) berada di tingkat keluarga. Pembicaraan soal pemenuhan gizi keluarga tidak sebatas membahas aspek sosial-budaya dan selera makan, melainkan juga terkait pengetahuan dan kesadaran akan gizi. 
 
Dalam hal ini, peran ibu menjadi sangat penting. Pendapatan keluarga juga menjadi hal kritikal untuk memastikan agar makanan sehat dapat tersaji setiap hari. Di luar itu, pemahaman soal sistem pangan (food system), memegang peran penting, mengingat ketahanan pangan bukan hanya masalah produksi, melainkan juga distribusi, pengolahan, penyimpanan, hingga konsumsi.
 
Pembicara lainnya, sosiolog Dr. Imam Prasodjo, menjelaskan adanya dikotomi para developmentalist yang mengagungkan pertumbuhan versus para konservasionis yang mendesak perlunya melestarikan sumber daya alam, mengurangi pemanasan global, dan pemulihan layanan ekosistem. 
 
“Yang adil adalah dengan menerapkan pembangunan berkelanjutan (sustainable development),” kata Imam. 
 
Ia juga menekankan bahwa paradigma pembangunan tidak semata-mata hanya soal pertumbuhan (growth) melainkan juga soal kebahagiaan (human-eco happiness) atau ecosystem well-being.  
 
Dalam hal ini, Imam melihat IPB University seharusnya menjadi tulang punggung dalam konteks eco-happiness.  
 
Imam Prasodjo, yang merupakan direktur Yayasan Nurani Dunia, melihat bahwa anak-anak muda masa kini, khususnya generasi milenial, lebih pro pencegahan perubahan iklim, sehingga mereka perlu dirangkul dan diberdayakan agar menjadi penggerak pembangunan berkelanjutan. 
 
Ia berpendapat, kebangkitan ketahanan pahan dapat dilakukan melalui pertanian rumah tangga (home farming) dan pertanian komunitas (communities farming).  Petani yang termarjinalkan harus didampingi oleh orang kota yang terdidik karena pertumbuhan pertanian tidak produktif tak lain disebabkan tenaga kerja yang tidak terdidik. 
 
Ia memaparkan inisiatif yang digagas Yayasan Nurani Dunia yaitu Kampung Ilmu, yang membangkitkan keluarga dan komunitas berusaha di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan. “Pendidikan harus di hubungkan dengan usaha kecil dan kepada para champion.  Harus ada pendekatan praktisi dan ilmuwan secara multidisiplin,” ujarnya.  
 
Di sisi lain, Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ibnu Khajar, mengungkapkan pandemi Covid-19 tidak hanya bicara soal kesehatan melainkan juga soal ketersediaan pangan. “Yang mengagetkan, banyak rumah sakit menelepon kami bahwa tenaga medis tidak punya suplai makanan,” ujarnya. 
 
Call Center ACT yang sebelumnya masyarakat hubungi untuk konfirmasi donasi, kini 70 persen lebih menanyakan bantuan pangan. Termasuk pula mesjid-mesjid mitra ACT, mayoritas menghubungi untuk menginformasikan bahwa jamaah mereka amat membutuhkan bantuan pangan karena persediaan menipis.
 
ACT mendistribusikan bantuan pangan menggunakan armada rice truck dan water truck.  Operasi Makan Gratis dilakukan menyasar pekerja informal, ojek online, dan buruh yang di-PHK. Mereka meneruskan program Lumbung Beras Wakaf di Blora yang membina pengelolaan 1.000 hektare sawah, dan ditingkatkan menjadi 5.000 hektare. 
 
Mereka berkolaborasi dengan YP3I (Yayasan Penguatan Pesantren Indonesia) dalam aktivasi lahan pertanian di 28.000 pesantren di Indonesia untuk program ketahanan pangan. 
 
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) juga melakukan hal mirip melalui pendekatan mengembalikan daya beli, melalui Bantuan Tunai Mustahik (BTM) untuk 20.000 keluarga dan dukungan paket logistik keluarga.
 
Ada pula Program Bank Makanan yang bekerja sama dengan pengelola hotel-hotel untuk membantu masyarakat sekitar yang terancam kebutuhan pangannya. 
 
Reporter :
- Dilihat 1541 Kali
Berita Terkait

0 Comments