Senin, 14/09/2020 15:21 WIB
Peneliti Dorong Bodetabek Ikuti Pemprov DKI Terapkan Rem Darurat
JAKARTA, DAKTA.COM - Peneliti Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Fajri Azhari mengharapkan pemerintah daerah tidak ragu untuk menerapkan kebijakan rem darurat (emergency brake policy) seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Fajri mengapresasi langkah yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta dan menilainya sebagai kebijakan yang tepat, karena tidak ada banyak pilihan selain menarik kebijakan rem darurat (emergency break policy). Namun demikian, DKI tidak bisa berjalan sendiri, perlu dukungan dari pemerintah daerah di sekitarnya untuk mengendalikan mobilitas penduduk.
“Kami mendorong kepada pemerintah daerah khususnya Bodetabek untuk mengeluarkan kebijakan Emergency Brake guna mengendalikan penyebaran wabah, terutama mobilitas penduduk. Karena wilayah Jabodetabek saling terkait satu sama lainnya,” ujar fajri dalam sebuah diskusi baru-baru ini.
Adapun bentuk kebijakan Emergency Brake bisa disesuaikan dengan kondisi penularan wabah. Semakin tinggi tingkat resiko dan semakin memburuk kondisi epidemiologi suatu daerah, semakin ketat pembatasan sosial yang diterapkan kembali.
IDEAS merekomendasikan beberapa bentuk kebijakan ‘rem darurat’ yang berbeda-beda menurut tingkat kegawat-daruratannya.
“Suatu daerah dapat dikategorikan rendah apabila indikatornya berpotensi terjadi penemuan kasus dari luar daerah (imported case), intervensinya melakukan pembatasan mobilitas penduduk skala RT dan RW,” ungkap Fajri.
Fajri melanjutkan jika kasusnya ditemukan secara sporadis, maka ini masuk ke level moderat dengan intervensi pembatasan mobilitas penduduk skala kelurahan/desa dan ketentuan school from home serta work from home diberlakukan.
Selanjutnya jika penularannya terjadi pada 1 klaster atau tunggal, maka pembatasan mobilitas penduduknya dilakukan dalam skala kecamatan dan restriksi perjalanan domestik.
Lebih tinggi lagi, dengan indikator penularan pada lebih dari 1 klaster atau status parah, maka intervensinya meningkat ke pembatasan mobilitas penduduk berskala kabupaten/kota dan pembatasan kegiatan keagamaan di rumah ibadah.
“Tertinggi, pada level kritis atau penularan di antara komunitas masyarakat memerlukan pembatasan mobilitas penduduk dengan skala provinsi atau antar provinsi yang disertakan dengan ketentuan tetap di rumah (stay at home),” tutup Fajri. **
Reporter | : | Ardi Mahardika |
Editor | : |
- 85 PERSEN PROFESIONAL INGIN REFLEKSI DIRI YANG LEBIH INTERAKTIF
- ARM HA-IPB DISTRIBUSI 210 PAKET BANTUAN TAHAP 2 KE CILOPANG DAN PANGIMPUNAN, SUKABUMI
- Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12 Persen Berpotensi Perparah Kesenjangan Ekonomi
- KPK Sita Dokumen & Bukti Elektronik Terkait CSR Bank Indonesia
- Kemana Ridwan Kamil Usai Kalah di Jakarta?
- RIDO Batal Gugat Hasil Pilkada Jakarta ke Mahkamah Konstitusi
- Tinggalkan Anies, Suara PKS Makin Jeblok
- PEMERINTAH MASIH MENGABAIKAN ANGKUTAN JALAN PERINTIS
- Miftah Maulana Mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo
- KONSEP GURU MENURUT MOHAMMAD NATSIR
- Baitul Maqdis Institute Sampaikan 11 Resolusi Palestina dan Dunia Islam kepada Wakil Menlu RI, Anis Matta
- Empat Alasan Mengapa UU Pengelolaan Zakat Rugikan LAZ
- IDEAS: Dana BOS Tak Cukup Angkat Kesejahteraan Guru Honorer
- Bamsoet Minta Polri Jerat Bandar Narkoba Dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
- UMKM Pertanian-Perikanan yang Utangnya Dihapus
0 Comments