Opini /
Follow daktacom Like Like
Senin, 14/09/2020 13:23 WIB

Amuk Orang Gila, Apakah By Design?

Syekh Ali Jaber mengalami musibah penusukan oleh orang tak dikenal saat berceramah di Bandar Lampung
Syekh Ali Jaber mengalami musibah penusukan oleh orang tak dikenal saat berceramah di Bandar Lampung
DAKTA.COM - Oleh: Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
 
Syekh Ali Jabir ditusuk pada Ahad (13/9), di atas podium beberapa menit jelang ceramah di masjid Falahuddin, Tanjung Karang, Barat Lampung. Aksi itu dilakukan di hadapan ratusan hingga ribuan jama'ah. Pelakunya seorang remaja usia 24 tahun. 
 
Pisau mengenai lengan sebelah kanan. Akibatnya, enam jahitan di luka bagian dalam, dan empat jahitan di luka bagian luar. 
 
Video kejadian penusukan Syekh Ali Jabir viral. Semua orang bisa membukanya. Ada yang bilang, si pelaku nyasar leher. Ada lagi yang bilang mau nyasar dada. 
 
Ingat, itu semua enggak penting! Sebab, sasaran utamanya bukan Syekh Ali Jabir. Bukan terluka atau terbunuh. Bukan leher atau dada. Sesuai pengakuannya, Syekh Ali Jabir tak punya masalah pribadi, atau kelompok. Lalu apa tujuan penyerangan ini? Dan siapa otak di belakang remaja 24 tahun itu? 
 
Penyerangan terhadap Syekh  Ali Jabir mengingatkan kita pada sejumlah peristiwa penyerangan "orang gila" di tahun 2018. Dua di Bandung, dan satu di Cirebon. Peristiwanya beruntun dan terjadi dalam waktu yang tak lama berselang. 
 
Entah sudah berapa kali terjadi pembacokan atau penusukan "orang gila" terhadap tokoh Islam. Mulai dari muballigh, guru ngaji, imam masjid, dan sejenisnya. Pelakunya selalu diklaim sebagai "orang gila". Bahkan klaim ini muncul sebelum uji psikis. 
 
Yang unik, "orang-orang gila" itu tahu sasarannya. Enggak ngasal, enggak ngawur, dan enggak salah bidikan. Mereka tahu identitas ustadz, muballigh, guru ngaji dan imam shalat. Orang-orang gila ini pun bisa mengambil momentum yang tepat. Pura-pura tidur di masjid. Datangi rumah ustadz. Atau saat ustadz sedang berceramah. Ada perencanaannya juga. Terbukti, mereka membawa senjata tajam. Bukan nemu dan ngambil di jalan. Seperti sangat terlatih. 
 
Ada pertanyaan lagi: Kenapa orang gila itu muncul saat ada kegaduhan politik? Adakah hubungannya dengan pressure MUI dan umat kepada penguasa? Atau ini hanya peristiwa kebetulan saja? Namanya juga bertanya, sah-sah saja dong... 
 
Pertanyaan macam ini hadir untuk memenuhi rasa penasaran publik. Tentu tak boleh menuduh sebelum ada bukti. Tapi, siapa tertuduh dan siapa yang bisa membuktikan?
 
Penyerangan Syekh Ali Jabir, jika tak dituntaskan penyelidikan dan penyidikannya, akan memperkuat asumsi publik bahwa ini semacam operasi. Sebuah operasi untuk menyampaikan pesan penting. Pesan apa dan kepada siapa? 
 
Yang pasti, peristiwa penusukan "orang-orang gila" kepada muballigh, guru ngaji, imam masjid dan ustadz ini dirasakan oleh para aktifis keummatan sebagai sebuah teror yang serius. Terutama kepada mereka yang aktif melakukan gerakan moral-politik keummatan. Wajar jika kemudian ada yang curiga bahwa ini bagian dari operasi untuk menakut-nakuti para aktifis keummatan yang selama ini makin kritis kepada penguasa.
 
Sulit membayangkan bahwa peristiwa penusukan oleh "orang-orang gila" yang beruntun dan berulangkali terjadi ini hanya sesuatu yang bersifat kebetulan belaka. Kenapa? Pertama, sasarannya selalu muballigh, ustadz, guru ngaji dan imam shalat.
 
Kedua, kejadiannya berulang-ulang. Ketiga, ada perencanaan. Keempat, alat yang dipakai selalu mirip. Dari pisau, celurit atau parang. Kelima, seringkali peristiwa terjadi di saat situasi politik lagi kurang kondusif. Semoga asumsi ini salah. 
 
Kejadian penyerangan ini seperti punya pola. Publik bertanya: adakah yang mendesain? Meski kecurigaan publik terus tumbuh, toh belum ada yang bisa mengurai bukti-buktinya. 
 
Di sisi lain, muncul juga pertanyaan: Kenapa orang-orang gila itu tidak menyasar kepada para aktifis politik-keummatan? Ngeri! Kalau para aktifis keummatan yang disasar, seperti Din Syamsuddin, Abdullah Hehamahua, Habib Rizieq, Bachtiar Nasir, Rizal Ramli, Sobri Lubis, Slamet Ma'arif atau Yusuf Martak misalnya, maka dampaknya bisa panjang dan akan memicu gerakan sosial yang lebih besar. Bisa tak terkendali. Karena kemarahan publik bisa segera terkonsolidasi. 
 
Jika asumsi dan spekulasi publik benar bahwa ada desain dibalik beruntun dan berulangnya peristiwa orang gila ini, maka yang menarik untuk diteliti adalah pola rekrutmen eksekutor dan sistem operasinya.
 
Apakah melalui uang dengan merekrut orang-orang miskin yang kepepet kebutuhan finansialnya. Namanya juga kepepet, pekerjaan apapun akan dilakukan. 
 
Atau menggunakan pola doktrin. Tentu ini akan makan waktu cukup lama. Karena butuh keyakinan dan pembinaan. 
 
Atau dihipnotis. Cara hipnotis akan memerlukan waktu yang jauh lebih pendek dan instan. 
 
Yang pasti, melihat polanya, ada yang menganalisis bahwa ini kerja profesional. Hampir enggak mungkin mampu dilakukan oleh pihak di luar operasi orang-orang yang terlatih. 
 
Nah, disini aparat kepolisian harus berhasil mengungkap dengan terang benderang apa motif pelaku. Adakah pihak-pihak yang berada di belakang pelaku? Supaya spekulasi publik enggak berkembang liar. Jangan buru-buru konferensi pers dan mengatakan itu kerjaan orang gila. Ini justru akan membuat kecurigaan makin tinggi.  **
Editor :
Sumber : Tony Rosyid
- Dilihat 3047 Kali
Berita Terkait

0 Comments