Sabtu, 29/08/2020 11:45 WIB
Sensasi Bersepeda Di Tol Layang bersama Anies Baswedan
Oleh: Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Bank BTN pernah melakukan survei usia pegawai di tiga wilayah, yaitu Jakarta, Bandung dan Jogja. Hasilnya, pegawai di Jakarta usia rata-ratanya lebih pendek dari pegawai di Bandung. Pegawai di Bandung usia rata-ratanya lebih pendek dari pegawai di Jogja. Apa penyebab utamanya? Polusi dan stres.
Jakarta padat kendaraan, itu sudah dari jaman dulu. Namanya juga kota metropolitan. Polusi, itu pasti. Macet, gak dapat dihindari. Inilah yang membuat penduduk Jakarta stres. Ditambah pandemi dan sulitnya ekonomi. Gak perlu cari siapa yang salah. Yang diperlukan adalah solusi.
Polusi dan macet di Jakarta hanya bisa diminimalisir dengan mengurangi jumlah kendaraan. Caranya? Batasi penjualan kendaraan, gak mungkin. Naikin pajak progresif, gagal. Terus?
Setidaknya tiga hal yang dilakukan Pemprov DKI. Pertama, beralih ke transportasi umum. Ada LRT/ MRT dan bus way. Fasilitasnya makin baik dan kapasitas makin memadai. Kedua, memberlakukan ganjil genap. Wacananya akan diberlakukan 24 jam. Sedang dalam penelitian. Ketiga, ganti kendaraan bermotor dengan sepeda.
Poin ketiga ini jadi terobosan baru gubernur DKI. Butuh waktu dan strategi jitu untuk mengajak masyarakat Jakarta bersepeda. Sebab, tak mudah merubah maindset dan perilaku masyarakat yang selama ini sangat bergantung pada kendaraan bermotor.
Masyarakat Jakarta khususnya, dan masyarakat perkotaan pada umumnya, terbiasa punya pola hidup berkendara. Jarak 50 meter saja pakai motor. Ogah jalan kaki, apalagi naik sepeda. Nah, program bersepeda dihadapkan pada masyarakat yang maniak berkendara motor seperti itu.
Perlu terus melakukan penyadaran akan pentingnya mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan bermotor dan beralih ke kendaraan umum, sepeda atau jalan kaki.
Pemprov DKI telah memperlebar trotoar untuk kenyamanan pejalan kaki. Juga jalur sepeda agar masyarakat beralih menggunakan sepeda.
Sepeda dalam konteks ini sebagai alat transportasi. Bukan sebagai life style. Jadi, gak perlu sepeda balap atau sepeda yang mahal. Semua sepeda bisa jadi alat transportasi. Yang penting bisa jalan normal dan dilengkapi tempat untuk menaruh keperluan kerja, semacam tas atau sejenisnya. Termasuk jas hujan.
Bersepeda bukan saja kepentingan personal, tapi juga kebutuhan sosial. Secara personal, bersepeda itu sehat dan ekonomis. Secara sosial, semakin banyak orang bersepeda maka Jakarta akan berkurang polusi dan tingkat kemacetannya.
Tidakkah kakek kita zaman dulu dan orang tua kita di kampung masih mengandalkan sepeda sebagai alat transportasinya. Mereka gak perlu stres karena terjebak macet atau kena polusi. Rata-rata usia mereka lebih panjang dari kita yang hidup di perkotaan. Ini adalah warisan nenek moyang dan kearifan nasional. Kenapa tidak kita jaga?
Bukan berarti gak boleh berkendara motor. Jangan berpikir naif dan pura-pura bego. Gak baik untuk kesehatan otak anda.
Di tengah masyarakat yang sudah sangat tergantung pada kendaraan pribadi, terutama motor, maka kampanye bersepeda perlu lebih dimasifkan. Gagasan Anies Baswedan, Gubernur DKI untuk membuat event bersepeda di jalan tol layang Kebun Nanas (Cawang)-Tanjung Priok layak diapresiasi sebagai upaya sosialisasi bersepeda. Secara tidak langsung, ini pesan, ajakan dan iklan bersepeda.
Pada Minggu pagi jam 06.00-09.00 tidak pernah ada kemacaten di jalur bawah tol Cawang-Tanjung Priok. Mobil bisa lewat bawah tol. Biarkan ribuan, bahkan puluhan hingga ratusan ribu anak Jakarta bersepeda di atas tol, sambil manyaksikan kotanya dari ketinggian dengan sinar matahari terang yang baru terbit dari arah timur.
Apakah aman? Sepeda tidak bercampur dengan mobil. Tol pada jam dan hari itu hanya untuk sepeda. Tidak ada mobil di jalur tol tersebut. Mobil lewat jalur bawah tanpa risiko kemacetan
Itu cari sensasi! Pasti. Bersepeda di jalan layang tol dengan view dan panorama kota Jakarta, ini sensasional. Bagi pribadi yang tidak punya mobil, menyaksikan kota Jakarta dari atas jalan layang sepanjang tol adalah kemustahilan. Kita sering tak sadar bahwa ada banyak warga yang tak pernah mampu berada di atas jalan layang tol. Sesekali mereka diberi kesempatan, apa salahnya?
Anda perlu paham, bahwa iklan itu memang perlu sensasi. Kalau gak sensasional, cenderung gak dapat perhatian masyarakat. Ini penting untuk menyentuh alam sadar masyarakat betapa beralih transportasi ke sepeda di Jakarta sudah sangat dibutuhkan. Ini bukan hanya kepentingan personal, tapi sudah menjadi kebutuhan sosial. Makin banyak yang beralih transportasi ke sepeda, ini akan mengurangi polusi dan macet, yang secara otomatis akan mengurangi stres masyarakat Jakarta. Masyarakat yang stres usia rata-ratanya lebih pendek.
Mau usia panjang? Mulailah memikirkan untuk beralih transportasi ke sepeda. Inilah pesan yang perlu anda tangkap dari setiap event bersepeda. Termasuk bersepeda di jalan tol layang Cawang-Tanjung Priok.
Editor | : | Dakta Administrator |
Sumber | : | Opini Tony Rosyid |
- Kabupaten Bekasi Tentukan Pemimpinnya Sendiri, Sejarah Baru dan Terulangnya Pilkada 2012
- Budaya Silaturahmi dan Halal Bihalal
- Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Menurut Perspektif Pemikir Ekonomi Islam
- Jauh Dari Pemerintahan Bersih Dalam Sistem Demokrasi
- Persikasi Bekasi, Dulu Penghasil Talenta Sekarang Sulit Naik Kasta
- Quo Vadis UU Ciptaker
- Kaum Pendatang Mudik, Cikarang Sunyi Sepi
- Menanti Penjabat Bupati Yang Mampu Beresin Bekasi
- Empat Pilar Kebangsaan dan Tolak Tiga Periode
- DUDUNG ITU PRAJURIT ATAU POLITISI?
- Ridwan Kamil Berpeluang Besar Maju di Pilpres 2024, Wakil dari Jawa Barat
- QUO VADIS KOMPETENSI, PRODUKTIVITAS & DAYA SAING SDM INDONESIA
- Tahlilan Atas Kematian Massal Nurani Wakil Rakyat
- Nasehat Kematian Di Masa Pandemi Covid-19
- FPI, Negara dan Criminal Society
0 Comments