Nasional / Lingkungan Hidup /
Follow daktacom Like Like
Jum'at, 24/07/2020 16:04 WIB

Merusak, Koalisi Desak PT Boskalis Hentikan Penambangan di Perairan Makassar

Proyek Makasar New Port (Istimewa)
Proyek Makasar New Port (Istimewa)
JAKARTA, DAKTA.COM - Koalisi Selamatkan Laut Indonesia menyatakan praktik penambangan pasir laut untuk kepentingan proyek reklamasi Makassar New Port (MNP) yang dilakukan oleh kapal Queen of the Netherlands milik PT Royal Boskalis di perairan Sangkarrang, Makassar, Sulawesi Selatan terbukti merusak kawasan perairan Makassar. 
 
Pembangunan MNP yang digawangi oleh Pelindo memiliki luas 1.428 ha yang akan direncanakan selesai pada tahun 2025.
 
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawarti menagatakan, PT Royal Boskalis adalah kontraktor yang memenangkan tender penyediaan pasir untuk kepentingan reklamasi yang menambang di wilayah konsesi sejumlah perusahaan lokal di Sulsel, di antara perusahaan itu adalah PT Benteng Lautan Indonesia. 
 
"Berbagai fakta di lapangan menunjukkan, penambangan pasir tersebut telah berdampak buruk dan sudah berkali-kali ditolak oleh 5000 penduduk di Kepulauan Sangkarrang, mewakili 1456 keluarga nelayan tradisional," kata Susan perwakilan dari Kiara yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Laut Indonesia dalam keterangannya, Jumat (24/7).
 
Ia menyatakan, penolakan penduduk Kepulauan Sangkarrang hingga Makassar terjadi akibat pengrusakan wilayah tangkap nelayan dan proses konsultasi sepihak. Perempuan dari desa – desa terdampak turun ke jalan, juga ke laut dalam protes meluas menuntut Boskalis mundur.
 
iIa menjelaskan, sejak PT Royal Boskalis menambang pasir pada kurun Februari – Juli 2020, penurunan hasil tangkapan nelayan terjadi secara drastis. Seringkali nelayan harus pulang dengan tangan kosong. Situasi ini secara cepat pula menyebabkan peningkatan jumlah utang keluarga nelayan. 
 
"Pandemi Covid-19 terpaksa dihadapi keluarga pesisis laut dengan beban berlapis, khususnya serangan brutal terhadap ruang hidup dan kemampuan bertahan hidup secara mandiri," ungakpanya.
 
Ia mengungkapkan, PT Benteng Lautan Indonesia sebagai rekanan dari PT Royal Boskalis telah menggunakan cara-cara 'kotor' agar dapat melanjutkan proyek tambang pasir laut. PT Benteng Lautan Indonesia membayar orang untuk membujuk masyarakat agar menerima uang ganti rugi dan menerima tambang, namun ditolak oleh nelayan.
 
Selain itu, pihak kepolisian sering mengintimidasi nelayan dan menyatakan yang tidak menerima tambang akan ditangkap dan dipenjara. 
 
"Kegiatan mereka, termasuk perluasan jangkauan hukum mereka, pemaksaan kolaborasi terhadap orang lain, langsung dan tidak langsung, telah melanggar hukum internasional, sebagamana hukum hak asasi manusia internasional dan hukum lingkungan internasional, dimana kehidupan seseorang secara akut terancam," katanya.
 
Ia melajutkan, ironisnya, pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak melakukan upaya apapun untuk melindungi nelayan. Padahal, UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, memberikan mandat untuk melindungi nelayan, salah satunya menjamin keamanan dan keselamatan sekaligus mendapatkan pendampingan hukum.
 
"Kami mengamati proses pembiaran pelanggaran HAM yang dialami oleh penduduk di Perairan Sangkarrang . Kami menuntut tindakan serius dalam merespon tuntutan warga sebagai pihak yang mengalami kerugian dan kerusakan berdasar ayat 6,.1, 10.1, Konvensi Internasional tentang Hak – Hak Sipil dan Politik (ICCPR), ayat 1.2 Konvensi Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR), terutama penggunaan upaya-upaya pertahanan diri dalam hubungan dengan hak hidup dan hukum hak asasi manusia dan hukum lingkungan internasional terkait pelanggaran kewajiban ekstra territorial," paparnya.
 
Menyikapi hal tersebut, Susan menyebut, Koalisi Selamatkan Laut Indonesia mendesak Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Kedubes Belanda, PT Royal Boskalis, Pelindo, dan PT Bentang Laut Indonesia serta seluruh pihak yang terlibat untuk segera mengambil langkah guna menghentikan pertambangan pasir di perairan Sangakrang, Makassar, Sulawesi Selatan. **
Reporter : Warso Sunaryo
Editor :
- Dilihat 2154 Kali
Berita Terkait

0 Comments