Kamis, 16/07/2020 08:57 WIB
Indonesia Bisa Terhindar dari Krisis Pangan Lewat Perdagangan Antar Negara
JAKARTA, DAKTA.COM - Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Felippa Ann Amanta mengatakan, ancaman krisis pangan sebaiknya disikapi secara serius.
"Untuk itu, menjaga ketahanan pangan adalah sesuatu yang krusial untuk menekan dampak negatif lainnya yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19. Salah satu cara untuk memastikan ketahanan pangan adalah melalui perdagangan antar negara," katanya dalam keterangannya di Jakarta yang diterima, Kamis (16/7).
Felippa mengatakan, pandemi sudah menyebabkan turunnya kinerja perdagangan dan investasi internasional.
World Trade Organization (WTO) memperkirakan, perdagangan internasional menyusut 13 - 32%. UNCTAD juga memperkirakan aliran investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) juga akan turun hingga 30 - 40% pada tahun 2020.
“Salah satu yang terpengaruh adalah pangan dan pertanian yang berhubungan langsung dengan ketahanan pangan. Dampaknya antara lain adalah melambatnya produksi, terbatasnya akses transportasi dan logistik akibat ditutup atau dibatasinya saluran distribusi,” jelas Felippa.
Ia melanjutkan, tidak mudah untuk menjaga ketahanan pangan bagi penduduk Indonesia. Indonesia saat ini masih berjuang melawan kelaparan pada tingkat “serius”, menurut Global Hunger Index 2019.
"Kekurangan pangan atau inflasi pangan akan membahayakan penduduk, terutama kaum miskin yang rentan yang bahkan pada hari-hari biasa dapat menghabiskan hingga 60% dari pendapatan mereka untuk makanan," ucapnya.
Ia menyebut, negara-negara, termasuk Indonesia, memiliki dua pilihan terkait upaya memastikan ketahanan pangannya, yaitu menurunkan atau mempertahankan / meningkatkan hambatan perdagangan mereka.
Negara-negara pengekspor harus terus mengekspor komoditas mereka, dan negara-negara pengimpor juga dapat membantu memfasilitasi itu dengan menurunkan hambatan perdagangan. Ini akan mendorong perdagangan pangan dan pertanian global untuk terus berlanjut, walaupun dibayangi adanya tantangan logistik.
"Namun perdagangan juga tidak boleh mengabaikan berbagai protokol terkait kesehatan dan keselamatan untuk memastikan keselamatan pekerja yang terlibat di dalamnya," terangnya.
Felippa menambahkan, Indonesia membutuhkan kerja sama global walau diikuti adanya resiko berhubungan dengan negara lain yang juga berjuang untuk mengurangi pandemi di negara mereka sendiri.
Penutupan ekspor sendiri juga berpotensi menyebabkan krisis pangan global karena kekurangan pasokan berkontribusi besar pada kenaikan harga pangan global.
“Di saat yang bersamaan, Indonesia ingin dan perlu mengimpor komoditas pangan lain, tetapi masih berjuang untuk mengimpor karena kebijakan proteksionis kita yang dipaksakan sendiri yang menambah keterlambatan yang mahal. Contohnya, impor gula, bawang putih, dan bawang bombay Indonesia telah tertunda karena kebijakan pembatasan impor dan telah menyebabkan harga melonjak,” tambahnya.
Penelitian CIPS sudah menunjukkan bahwa proses impor beras yang cepat dapat membantu Bulog menghemat lebih dari Rp330 miliar antara tahun 2010 dan 2017.
Dengan volatilitas pasar pangan global dan dengan melemahnya nilai tukar rupiah menjadi sekitar Rp16.000 per USD, keterlambatan pemrosesan impor dapat membebani pemerintah dengan biaya yang signifikan. Biaya ini dapat dialokasikan untuk peralatan medis dan peralatan pengujian Covid-19 yang memiliki urgensi lebih besar saat ini.
Menurutnya, dalam memastikan ketahanan pangan, koordinasi global dan koordinasi nasional benar-benar diuji oleh krisis ini. Negara-negara harus bekerja sama untuk memastikan pasokan makanan yang stabil. Untuk itu, Indonesia perlu menurunkan hambatan perdagangan untuk mengimpor.
Sekalipun skenario terburuk, negara-negara lain tidak bekerja sama dalam perdagangan global, Indonesia masih dapat memperoleh manfaat dari fasilitas impor yang lebih cepat yang memungkinkan kita untuk membeli ketika harga masih rendah.
“Menurunkan hambatan perdagangan juga dapat membantu Indonesia mendiversifikasi negara tujuan impor untuk melakukan perlindungan nilai atas risiko perdagangannya jika negara lain memutuskan untuk menutup ekspor mereka. Indonesia seharusnya bekerja sama dan memastikan bahwa perdagangan pangan global dapat tetap berjalan,” tandasnya. **
Reporter | : | |
Editor | : |
- PT Naffar Perdana Wisata Ajak Semua Travel Umroh Untuk Kerjasama Raih Keberkahan Memuliakan Tamu Allah
- LippoLand Perkuat Posisi dengan Visi, Misi, dan Logo Baru Sambut Pertumbuhan Industri Properti
- Specta Color Zumba Bersama Liza Natalia di WaterBoom Lippo Cikarang
- BPR Syariah HIK Parahyangan Raih Penghargaan Infobank Sharia Award 2024
- RUPSLB PT Lippo Cikarang Tbk Setujui Rights Issue 3 Miliar Saham untuk Pengembangan Bisnis
- CIMB Niaga Suryacipta Dipimpin Banker Muda Inspiratif Krisfian A. Hutomo
- Kurniasih Dukung Upaya Kemenaker Agar Tidak Ada PHK di Sritex
- Anggota IKAPEKSI INDONESIA Desak Penyelesaian Konflik dan Langkah Hukum terhadap Pelanggar
- LPCK Berkomitmen Menciptakan Lingkungan Asri dan Harmonis
- LPCK Terus Berinovasi Sambut Pertumbuhan Pasar Properti
- IKAPEKSI Gelar Munaslub, Pranyoto Widodo Terpilih Sebagai Ketua DPP Periode 2024-2029
- POJK Merger BPR/S, Ini Kata Ketua Umum DPP Perbarindo Tedy Alamsyah
- Perbarindo DKI Jakarta dan Sekitarnya Gelar Rakerda. Bahas Merger BPR/S
- Peserta Tunggak Iuran, BPJS Kesehatan Cabang Bekasi Dorong Manfaatkan Program Rehab
- Bank Syariah Artha Madani Raih 2 Penghargaan Tata Kelola di GRC Awards 2024
0 Comments