Sabtu, 04/07/2020 12:41 WIB
Eropa Ikut Gunakan Remdesivir sebagai Obat Covid-19
JAKARTA, DAKTA.COM - Komisi Eropa menyatakan telah memberi izin bersyarat penggunaan obat antivirus remdesivir pada pasien Covid-19 dengan gejala parah. Persetujuan diberikan menyusul percepatan proses kajian dan membuat remdesivir menjadi obat Covid-19 pertama yang digunakan secara resmi di kawasan itu.
Keputusan itu berselang seminggu dari izin yang turun dari Badan Obat-obatan Eropa (EMA) untuk jenis obat yang sama yang diproduksi Gilead Sciences asal Amerika Serikat itu. Syaratnya, obat itu hanya untuk pasien berusia 12 tahun ke atas penderita pneumonia dan telah bergantung pada suplai oksigen atau menggunakan ventilator.
Keputusan itu juga selisih beberapa hari saja setelah Gilead menyatakan mengalokasikan hampir seluruh produksi remdesivir tiga bulan ke depan untuk Amerika Serikat. Pernyataan yang langsung memicu keresahan untuk ketersediaan obat itu di lokasi lain.
“Kami tidak akan mengubah pendirian dalam hal memastikan pengobatan atau vaksin yang efektif melawan virus corona,” kata Stella Kyriakides, Komisioner Uni Eropa untuk Kesehatan dan Keselamatan Makanan, dalam pernyataannya, di Brussels pada Jumat 3 Juli 2020.
Dia juga mengungkap kalau Komisi Eropa pada Rabu lalu sedang dalam negosiasi dengan Gilead untuk mendapatkan dosis remdesivir bagi seluruh 27 negara Uni Eropa.
Remdesivir mengalami lonjakan permintaan setelah obat yang disuntikkan ke dalam darah itu (intravenous) terbukti dalam uji klinis bisa mempercepat masa penyembuhan pasien Covid-19. Obat antivirus ini dipercaya sejauh ini paling efektif dalam mengobati pasien Covid-19 di fase awal daripada terapi dengan obat lain seperti golongan steroid dexamethasone.
Tapi tetap, karena diberikan ke dalam darah selama sedikitnya lima hari, penggunaan obat ini hanya kepada pasien yang sudah cukup parah dan membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Lampu hijau oleh Uni Eropa memperluas penggunaan remdesivir di dunia. Amerika Serikat jelas menggunakannya untuk obat darurat. Perawatan pasien Covid-19 dengan obat yang sama, Gilead mengatakan, juga telah disetujui di Jepang, Taiwan, India, Singapura, dan Uni Emirat Arab.
Persetujuan di Uni Eropa valid selama satu tahun dan bisa saja diperpanjang atau diubah ke otorisasi penjualan bebas jika seluruh data yang diperlukan untuk informasi efisiensi dan efek samping telah tersedia. Uni Eropa menyatakan akan mengkaji data begitu tersedia paralel dengan pengembangan yang terus berjalan.
Editor | : | Dakta Administrator |
Sumber | : | Tempo.co |
- Gelar Seminar Internasional Fiqh Ta’ayush, WADAH Malaysia Promosikan Hidup Berdampingan di Komuniti ASEAN
- Kondisi Terkini Gaza Utara, MER-C: Bangunan Sekolah Dibakar
- Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina (ARIBP) Mendesak Bantuan Militer untuk Palestina
- Bayi Palestina Lahir Selamat dari Rahim Ibu yang Tewas Dibunuh Israel
- Ekonomi Israel Makin Babak Belur
- Rusia Mengingatkan Turki Agar tak Berilusi Jadi Anggota Uni Eropa
- Filipina Evakuasi Ribuan Warga Saat Topan Mawar Semakin Mendekat
- Korsel Berhasil Luncurkan Satelit Komersial Pertama Kali
- China Minta Bantuan Selamatkan 39 Awak Kapal Tenggelam, 17-nya WNI
- China Ingatkan Jepang Terkait Tanggung Jawab Limbah Nuklir Fukushima
- Madinah Siapkan Diri Sambut Jamaah Haji 2023
- Yordania Tuan Rumah Pembahasan Nasib Suriah di Liga Arab
- WHO Masih Mengidentifikasi Asal-Usul Covid-19
- Jepang Cari Dukungan G7 Untuk Pembuangan Air Olahan PLTN Fukushima
- Turki Desak AS Cabut Sanksi di Bidang Industri Pertahanan
0 Comments