Senin, 08/06/2020 11:38 WIB
Populasi Serangga Terancam Punah
JAKARTA, DAKTA.COM - Peneliti bidang Entomologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Djunijanti Peggie mengatakan terjadi penurunan populasi serangga yang mengancam keberadaannya.
Ia menyampaikan, saat ini baru 20 persen serangga dari 5,5 juta serangga di dunia yang teridentifikasi. Tersisa 80 persen dari populasi tersebut dan jumlahnya terus berkurang. Pada 2017, laporan Caspar Hallman dari Radboud University, Belanda menemukan bahwa populasi serangga terbang di cagar alam Jerman menurun lebih dari 75 persen selama 27 tahun terakhir. Bahkan Bayo dan Wyckhuys melaporkan penurunan serangga tetap terjadi meskipun di kawasan cagar alam yang masih belum terjamah.
"Jika laju penurunan serangga terus terjadi, tentunya keselamatan bumi akan terancam. Serangga dan tumbuhan adalah penyusun dasar kehidupan. Peran serangga sangat vital dalam ekosistem," katanya, sebagaimana dikutip dari laman resmi LIPI, Senin (8/6).
Menurutnya, serangga adalah penyerbuk, pengontrol hama, pengelola limbah, dan pengurai jasad. Selain itu, serangga adalah makanan bagi hewan lain.
“Jadi bayangkan jika serangga punah akan banyak jasad yang menumpuk dan tidak terurai," ungkap Djunijanti Peggie.
Ia menjelaskan isu penurunan serangga sudah nyata terlihat. Penyebab utama penurunan populasi serangga adalah alih fungsi lahan, perubahan iklim, penggunaan pestisida dan pupuk sintetis, serta adanya faktor biologis termasuk patogen dan spesies invasif.
Sebagai contoh, kupu-kupu Graphium codrus yang digunakan sebagai foto sampul majalah National Grographic Indonesia bulan Mei 2020 bukanlah kupu-kupu endemik Indonesia, tidak langka dan tidak terancam punah.
“Namun dengan status bukan endemik, bukan langka, dan tidak terancam punah inipun ternyata jumlah spesimen Graphium codrus di Museum Zoologicum Bogoriense hanya ada 21 spesimen dari empat sub-spesies,” ujar Peggie.
Ia mengungkapkan, masih ada empat subs-pesies di pulau-pulau kecil yang belum ada spesimennya di Museum Zoologicum Bogoriense. Kondisi ini menunjukkan bahwa menemukan kupu-kupu tak langka pun sudah cukup sulit. Apalagi mendata dan memperoleh spesies yang tergolong endemik dan langka seperti Ornithoptera Croesus yang merupakan spesies endemik di Maluku Utara dan baru dimasukkan dalam daftar spesies dilindungi di Indonesia pada tahun 2018.
Peggie menuturkan, sudah saatnya setiap individu berkontribusi untuk menekan laju penurunan serangga yang terjun bebas.
“Status kiamat serangga saya setuju dan sangat menghawatirkan," tutur Peggie.
Namun di lain sisi, Peggie menenkankan penurunan biomassa hingga 76 persen perlu dicermati secara detail. Belum terlihat jenis serangga yang terancam sehingga belum dapat melakukan prioritas. Oleh karena itu perlu dilakukan pendataan terlebih dahulu.
Pendataan serangga
Saat ini LIPI terus berupaya melakukan upaya pendataan serangga. pihaknya juga mendapatkan dana dari Global Biodiversity Information Facility untuk melakukan pendataan dan digitalisasi spesimen kupu-kupu. Tak hanya itu LIPI juga membuka kesempatan kepada publik untuk mengontribusikan spesies yang telah ditemukan.
“Masyarakat dapat mengirimkan koleksi dalam bentuk foto spesies dengan melengkapi data tempat dan waktu ditemukan. Koleksi tersebut dapat menjadi data observasi, salah satunya dalam InaBIF,” imbuh Peggie.
Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI lainnya, Cahyo Rahmadi menyatakan bahwa pendataan serangga adalah upaya LIPI untuk melengkapi data kehati. Data ini akan menjadi salah satu dasar untuk menyatakan status kepunahan.
“Negara maju sudah memiliki perbandingan data serangga dari tahun ke tahun. Sedangkan di Indonesia baru sebatas memiliki koleksi spesimen. Inilah yang dianggap sebagai kondisi kritis eksistensi serangga,” terang Cahyo.
Cahyo menerangkan, status hewan yang tidak langka dan belum masuk daftar merah belum tentu aman, karena masih sedikit orang yang memerhatikan serangga.
“Diperlukan perubahan perilaku masyarakat untuk menghargai keberadaan makhluk kecil tersebut,” tutupnya. **
Reporter | : | |
Editor | : |
- Hari Karantina ke-147, Barantin Terus Tingkatkan Perlindungan Keanekaragaman Hayati
- Aksi Tanam Sejuta Pohon Penyuluh Agama Kemenag Kabupaten Bekasi
- Petualangan Menegangkan: Menaklukkan Track Terjal Menuju Curug
- Inovasi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi; Pemanfaatan Ulang Sampah (Puasa) dengan Pembangunan Sorting Centre Dan Eco System Advance Recycling (So CESAR)
- Produsen Kemasan Daur Ulang FajarPaper Ikut Serta Dalam Festival Peduli Sampah Nasional 2023
- HUT BSIP, Plt. Wali Kota Bekasi Gelorakan Semangat Menjaga Lingkungan Sehat
- Program Ketahanan Pangan Mengorbankan Lingkungan dan Petani
- Ridwan Kamil Akan Bangun Jalur Khusus Truk Tambang Akhir Tahun Ini
- Kendalikan Pencemaran Udara, DKI Gandeng Tangsel dan Bekasi untuk Uji Emisi
- Mikroplastik di Muara Sungai Menuju Teluk Jakarta Alami Peningkatan Semasa Pandemi
- Waspada, Cuaca Panas Ekstrem Bisa Sebabkan Risiko Kesehatan yang Cukup Mengkhawatirkan
- PP Pelindungan ABK Diterbitkan, ABK Penggugat Presiden: “Perjuangan Belum Berakhir!”
- Greenpeace Kritik Pemerintah Bungkam soal Kualitas Udara DKI Terburuk
- Keindahan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
- Warga Keluhkan Ada Polusi Udara, Kepala KSOP Marunda: Udara Tercemar Bukan dari Pelabuhan
0 Comments