Nasional /
Follow daktacom Like Like
Ahad, 07/06/2020 12:18 WIB

Listrik Melonjak, PLN Diminta Buka Pengaduan Konsumen

Ilustrasi meteran listrik
Ilustrasi meteran listrik
JAKARTA, DAKTA.COM - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta PT PLN (Persero) membuka seluas-luasnya kanal pengaduan konsumen yang mengeluhkan soal tagihan listrik. Berdasarkan catatan YLKI, banyak konsumen kesulitan melaporkan kasus lonjakan tagihan listrik ke call center 123.
 
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan pengaduan konsumen ke YLKI membuktikan belum optimalnya wadah pengaduan konsumen PLN. 
 
"Agar manajemen PLN membuka keragaman dan kanal pengaduan yang mengalami billing shock," kata Tulus, dalam keterangannya yang diterima, Ahad (7/6).
 
YLKI juga meminta manajemen PLN untuk melakukan sosialisasi seluas-luasnya kepada para konsumennya, terutama di wilayah yang banyak mengalami masalah lonjakan tagihan listrik.
 
Dengan begitu, sambung dia, konsumen atau pelanggan mengerti duduk persoalan dan musabab yang terjadi, termasuk juga melakukan upaya untuk mengantisipasi lonjakan tagihan listrik.
 
"Konsumen yang mengalami billing shock segera melapor ke PLN, baik via call center 123 atau kanal media sosial yang dimiliki PLN. Sebelum melapor, sebaiknya konsumen ricek lagi kewajaran pemakaiannya, dengan melihat kWH terakhir dibandingkan bulan sebelumnya," terangnya.
 
Ia menyampaikan, konsumen listrik PLN kembali mengeluhkan lonjakan tagihan listrik pada Juni ini. Tak tanggung-tanggung, bahkan ada konsumen yang mengklaim kenaikan tagihannya mencapai 200 persen.
 
Namun, lanjut Tulus, hal ini sudah diprediksi oleh manajemen PLN bahwa sekitar 1,9 juta pelanggannya akan mengalami lonjakan tagihan dari mulai 50 persen hingga 200 persen.
 
Di satu sisi, lanjut dia, kebijakan social distancing dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akibat pandemi virus corona membuat hampir seluruh masyarakat beraktivitas dari rumah. Sehingga, penggunaan listrik bertambah.
 
Di sisi lain, petugas PLN tidak bisa secara penuh mendatangani rumah konsumen, sehingga informasi penggunaan listrik banyak berdasarkan penggunaan tiga bulan sebelum diberlakukan PSBB.
 
"Konsumen juga tidak mengirimkan foto posisi akhir meteran stand kWH via whatsapp. Hal ini yang kemudian membuat PLN menggunakan jurus pamungkasnya, menggunakan pemakaian rata-rata tiga bulan terakhir, sehingga ada istilah kWH tertagih," pungkasnya. **
Reporter :
Editor :
- Dilihat 1577 Kali
Berita Terkait

0 Comments