Selasa, 21/04/2020 10:16 WIB
Menjamin Perlindungan Data Pribadi di Masa Pandemi Covid-19
JAKARTA, DAKTA.COM - Perlindungan data pribadi merupakan isu yang tidak bisa dilepaskan dari jalannya pembangunan ekonomi. Di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, banyak kegiatan masyarakat, termasuk kegiatan ekonomi, yang biasanya dilakukan secara konvensional atau bertatap muka langsung, dialihkan ke platform online. Untuk itu, sangat penting memastikan perlindungan data pribadi konsumen bisa diperkuat.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Ira Aprilianti mengatakan, bertambahnya kegiatan yang dilakukan pada platform online, seperti di antaranya transaksi keuangan online dan belanja di platform e-commerce, berisiko pada penyalahgunaan data pribadi konsumen jika tidak dibarengi kerangka kebijakan yang kuat.
Berdasarkan data Patroli Siber, terdapat 2.674 aduan terkait kejahatan siber sejak Januari 2019 sampai 17 April 2020, yang ditaksir merugikan Rp10,72 miliar.
Laporan-laporan tersebut di antaranya 390 laporan penipuan online dan sisanya merupakan laporan pemerasan, pencurian data/identitas, peretasan sistem elektronik, intersepsi ilegal, gangguan sistem, manipulasi data dan terkait konten/akses ilegal. Hal-hal tersebut merupakan contoh risiko yang mungkin terjadi jika upaya perlindungan data pribadi konsumen tidak diikuti kerja sama antar pihak yang berkepentingan.
“Perlu ada kejelasan pada konsumen mengenai apa saja data yang dikumpulkan oleh penyedia layanan dan apa tujuan dan kaitannya terhadap transaksi yang dilakukan oleh pengguna layanan. Sementara itu, para pengguna layanan diharapkan melakukan pendekatan risiko atau risk-based approach dalam mengidentifikasi data apa saja yang perlu dikumpulkan dan bagaimana cara menyimpannya agar dilakukan secara legal, aman, dan dan andal,” jelas Ira dalam keterangannya, Selasa (21/4).
Ia menjelaskan, hukum perlindungan data pribadi berkembang bersamaan dengan perkembangan teknologi itu sendiri, khususnya teknologi informasi dan komunikasi. Perlindungan data pribadi seharusnya dapat dijamin untuk mendorong pertumbuhan e-commerce di Indonesia.
Data dari Analytics Data Advertising (ADA) menunjukkan adanya penurunan kunjungan ke pusat perbelanjaan (mall) sebesar 50% yang diikuti oleh meningkatnya penggunaan aplikasi belanja online sebesar 300% sejak social distancing diumumkan pada 15 Maret.
Selain itu, ADA mencatat peningkatan penggunaan aplikasi produktivitas hingga lebih dari 400% pada pertengahan bulan Maret lalu. Hal ini dikarenakan kebijakan bekerja dari rumah (working-from-home) mengharuskan pekerja melakukan kolaborasi, komunikasi dan pertemuan secara digital.
Perubahan perilaku konsumen juga terjadi pada produk finansial. Selain itu, data OJK mencatat adanya kenaikan akumulasi penyaluran pinjaman online sebesar 17,05% pada Februari 2020 dibandingkan Desember 2019. Namun, hal ini juga diikuti oleh maraknya financial technology (fintech) ilegal yang tidak terdaftar di OJK. Sejak Januari 2020 sampai Maret 2020, Satgas Waspada Investasi (SWI) menemukan 508 entitas pinjaman online ilegal.
Menurutnya, disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi sangat mendesak sebagai bentuk jaminan perlindungan kepada konsumen.
Penggunaan data pribadi bagi oknum penyedia layanan e-commerce tidak jarang disalahgunakan dan diakses untuk kepentingan di luar transaksi yang dilakukan antara konsumen dengan penyedia platform. Dalam beberapa kasus yang berhubungan dengan perusahaan fintech, data konsumen disebarluaskan dan diperjualbelikan kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan konsumen.
Ira menyatakan, perlu adanya konsolidasi antar lembaga pemerintah dalam menangani perlindungan konsumen, terutama terkait perlindungan data pribadi. Lembaga pemerintah yang saling terkait idealnya bersinergi dalam merumuskan interpretasi dan implementasi kebijakan, serta menentukan parameter untuk mengukur kepatuhan penyedia layanan.
“Parameter ini juga dibutuhkan untuk pemetaan adaptasi penyedia layanan dan peran pemerintah dalam memastikan kebijakan dapat diimplementasikan dan dipatuhi oleh seluruh ekosistem digital. Selanjutnya yang tidak kalah penting adalah edukasi dan sosialisasi terus menerus kepada masyarakat mengenai data pribadi dan urgensi untuk melindunginya. Edukasi dan sosialisasi diharapkan bisa membuat masyarakat menjadi semakin memahami haknya dan lebih berhati-hati saat bertransaksi dalam platform digital,” tandasnya. **
Reporter | : | Warso Sunaryo |
Editor | : |
- Saudi Berencana Batasi Usia Jemaah Haji Lansia di Atas 90 Tahun pada 2025
- Kritik OCCRP, Pakar Hukum: Nominasikan Tokoh Korup Tanpa Bukti adalah Fitnah
- 5 Profil Finalis Tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024 Versi OCCRP, Jokowi Salah Satunya
- Akal Bulus BI, CSR Dialirkan ke Individu Lewat Yayasan, Ada Peran Heri Gunawan dan Satori?
- Promo Libur Akhir Tahun Alfamidi
- 85 PERSEN PROFESIONAL INGIN REFLEKSI DIRI YANG LEBIH INTERAKTIF
- ARM HA-IPB DISTRIBUSI 210 PAKET BANTUAN TAHAP 2 KE CILOPANG DAN PANGIMPUNAN, SUKABUMI
- Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12 Persen Berpotensi Perparah Kesenjangan Ekonomi
- KPK Sita Dokumen & Bukti Elektronik Terkait CSR Bank Indonesia
- Kemana Ridwan Kamil Usai Kalah di Jakarta?
- RIDO Batal Gugat Hasil Pilkada Jakarta ke Mahkamah Konstitusi
- Tinggalkan Anies, Suara PKS Makin Jeblok
- PEMERINTAH MASIH MENGABAIKAN ANGKUTAN JALAN PERINTIS
- Miftah Maulana Mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo
- KONSEP GURU MENURUT MOHAMMAD NATSIR
0 Comments