Nasional /
Follow daktacom Like Like
Sabtu, 29/02/2020 10:15 WIB

Disesalkan Masih Ada Stigma Negatif yang Dibangun di Kongres Umat Islam

Wakil Ketua Umum Persatauan Islam (Persis) Dr. Jeje Zaenudin
Wakil Ketua Umum Persatauan Islam (Persis) Dr. Jeje Zaenudin
PANGKALPINANG, DAKTA.COM - Masih adanya upaya untuk membangun stigma negatif terhadap sejumlah ormas Islam di dalam forum Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VII, sangat disesalkan oleh sebagian besar ulama dan pimpinan ormas Islam yang hadir.
 
Menurut mereka perdebatan terhadap diksi, narasi dan stigma “radikal, fundamental, ekstrim, garis keras, bahkan teroris” yang kerap diarahkan kepada ormas Islam yang kritis terhadap kebijakan penguasa, sebenarnya sudah usang sehingga sudah “tak laku lagi dijual” sebagai isu politik murahan.
 
Karena penyataan-pernyataan sinis dan negatif tersebut, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Sumatra Barat *Buya Gusrizal Gazahar*, cenderung bertujuan untuk memecah-belah, dari pada bertujuan merangkul atau semakin merekatkan hubungan antar sesama umat dan ormas Islam.
  
“Saya menyayangkan masih ada narasumber dari ormas Islam tersbesar di Indonesia, yang  tidak bisa memilih narasi dan diksi saat berbicara di tengah forum kongres terhormat ini,” ujarnya.
 
Narasumber yang dimaksud, yakni Ahmad Ishomuddin, M.Ag, yang menjadi pembiacara di awal sidang pleno hari kedua sidang pleno KUII VII, Kamis, 27 Februari 2020. Apalagi kehadiran Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) itu, sebenarnya hanya sebagai narasumber pengganti atas ketidakhadiran Ketua Umum PPBNU Said Agil Shiradj.
 
“Semoga reaksi yang justru berbalik melecehkan yang bersangkutan, akan menjadi pelajaran yang berharga di kemudian hari,” harap Buya Gusrizal.
 
Wakil Ketua Umum Persatauan Islam (Persis) Dr. Jeje Zaenudin, juga sangat menyayangkan terjadinya peristiwa tersebut. Ia berharap stigma negatif yang ditujukan kepada sejumlah ormas Islam, jangan lagi diangkat sebagai isu politik di tengah umat.
 
“Karena tidak sesuai dengan tema besar dari kongres umat Islam kali ini, yang ingin merancang strategi umat Islam untuk menuju Indonesia ke depan yang lebih baik, maju, adil dan beradab,” jelas Ust. Jeje.
 
Seharusnya, tambah salah satu inisiator Majelis Ulama & Intelektual Muda Indonesia (MIUMI) ini, para narasumber dan peserta kongres lebih fokus pada wacana konsep dan strategi bersama untuk mewujudkan perbaikan Indonesia sesuai dengan konstitusi yang telah disepakati.
 
“Adapun berkaitan dengan perbedaan pada orientasi gerakan masing-masing ormas, itu adalah hak dari ormas yang bersangkutan,” katanya. “Karena sangat berkaitan dengan kemandirian dari visi dan misi mereka masing-masing, sejauh tidak keluar dari koridor persatuan dan kesatuan bangsa.”
 
Ust. Aay Muhammad Furqan, yang juga Pengurus Pusat Persis, bahkan mempertanyakan standar ukur terhadap pelabelan “radikal, ekstrim, fundamental dan teroris” tersebut. “Standar ukur nya apa?” tanyanya.
 
Karena, menurut Ust. Aay, sudah tidak bisa dipungkiri pula bahwa keberadaan ormas-ormas Islam yang kerap dilabeli stigma negatif tersebut, justru selama ini sangat bermanfaat buat masyarakat dan bangsa.
 
“Tak jarang mereka turun dan  hadir di tengah masyarakat untuk langsung membantu para korban bencana,” jelasnya.
 
Hal ini dibenarkan Sekretarsis Majelis Syura DPP FPI Ust. Irbabul Lubab, S.Ag. Organisasi mereka yang identik dengan sosok Habib Rizieq Shihab itu, sudah tak peduli lagi terhadap tuduhan sumir dari pihak-pihak atau ormas Islam lainnya, yang berbeda visi dan misi pergerakannya dengan ormas mereka.
 
“Bagi kami berbagai tuduhan negatif seperti sudah sering. Sehingga tidak perlu kami tanggapi dengan argumentasi yang panjang,” ujarnya. 
 
Sehingga, lanjut Ust. Irbabul Lubab, tuduhan tersebut justru harus dijawab dengan kerja nyata di tengah masyarakat. “Yang belakangan ini sedang banyak ditimpa bencana, seperti bencana banjir di Jakarta, dan berbagai daerah lainnya,” tambahnya.***
Editor : Dakta Administrator
Sumber : Rilis KUII VII
- Dilihat 777 Kali
Berita Terkait

0 Comments