Gerakan Persyarikatan Membangun Ekonomi Umat
DAKTA.COM - Oleh: Aktivis Muhammadiyah, Dhany Wahab
Muktamar Persyarikatan Muhmamadiyah ke-48 yang akan berlangsung di Surakarta pada 1-5 Juli 2020 adalah momentum yang tepat sebagai sarana refleksi persyarikatan di usianya yang ke-107. Eksistensi Muhammadiyah sudah tidak diragukan lagi, khususnya di bidang dakwah sosial, pendidikan, dan kesehatan.
Ratusan perguruan tinggi Muhammadiyah dan ribuan sekolah dari tinggkat dasar hingga menengah tersebar di seluruh penjuru nusantara. Ribuan klinik kesehatan dan rumah sakit Muhammadiyah telah memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Kiprah Muhammadiyah saat ini diharapkan semakin konkret, khususnya di bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Permasalahan ekonomi menjadi problem serius yang dihadapi bangsa ini. Utang negara yang hampir mencapai 5.000 triliun ditambah dengan angka pertumbuhan ekonomi yang kurang dari 5 persen sangat berdampak kepada kehidupan keseharian masyarakat. Biaya hidup semakin berat dengan adanya kenaikan tarif listrik, iuran BPJS, dan harga-harga kebutuhan pokok yang semakin mahal.
Kini mencari kerja semakin sulit, pengangguran terus bertambah sehingga masyarakat juga tidak mudah memperoleh pendapatan. Krisis ini yang mendorong masyarakat lapisan bàwah terjebak rentenir sedangkan kalangan milenial mulai terperangkap pinjaman online.
Gambaran ini menunjukan bahwa kondisi kehidupan masyarakat sangat sulit. Jika harus memilih mana yang lebih penting dan mendesak, maka sudah seharusnnya persoalan ekonomi ini menjadi perhatian utama Persyarikatan Muhammadiyah.
Ekonomi adalah faktor penting untuk menjadikan bangsa Indonesia benar-benar merdeka dan mandiri. Selama ini kita merasakan perekonomian Indonesia sudah sangat liberal dan kapitalistik, sehingga terlihat jelas yang kaya makin kaya, yang miskin bertambah miskin.
Sepanjang tahun 2018 tercatat, hampir setengah juta keluarga bercerai di Indonesia. Sumber permasalahan utama tingginya angka perceraian, karena alasan ketiadaan pendapatan keluarga. Ketidakmampuan kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sedikit banyak dipengaruhi oleh stabilitas dan kondisi perekomonian negara.
Upaya seperti apa yang bisa dilakukan oleh Persyarikatan Muhmmadiyah dalam mengatasi problematika ekonomi masyarakat. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut; Pertama, Persyarikatan Muhmmadiyah menjadikan masjid sebagai pusat pemberdayaan ekonomi. Kita perlu mewujudkan pusat gerakan ekomoni masjid dengan mendirikan koperasi masjid. Pengurus masjid harus mempunyai bank data jemaah sehingga bisa melakukan perencanaan dan penyusunan program untuk mengatasi kemiskinan yang ada di sekitar masjid.
Selama ini masyarkat kecil lebih gampang menggantungkan kepada para rentenir untuk mendapatkan pinjaman, baik untuk modal usaha atau untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Padahal cara seperti ini justru akan semakin mempersulit kondisi keuangan keluarga. Rentenir dengan bunga pinjaman selangit membuat keluarga jadi morat marit.
Kedua, Persayarikatan Muhammadiyah dapat mendirikan lembaga keuangan mikro dengan memanfaatkan jaringan kepengurusan hingga sampai ke tingkat ranting. Keberadaan pengurus Muhammadiyah harus mampu memberikan manfaat dan solusi bagi setiap permasalahan yang dihadapi oleh jamaah atau masyarakat umum yang membutuhkan bantuan. Peran seperti ini adalah contoh nyata implementasi dakwah bil-hal yang justeru akan semakin mensyiarkan eksistensi Muhammadiyah ditengah masyarakat.
Ketiga, Persyarikatan Muhammadiyah bisa membuka pusat-pusat pelatihan kerja sebagai salah satu cara mengatasi pengangguran yang efektif dilakukan di Indonesia. Banyaknya masyarakat usia produktif merupakan suatu potensi yang baik.
Hal ini harus dimanfaatkan dengan pemberian pendidikan yang berkualitas hingga tingkat perguruan tinggi. Program pelatihan juga diperlukan untuk orang-orang yang ingin mengembangkan keterampilan atau hobinya. Program dapat menciptakan peluang untuk mencetak pekerja-pekerja yang memadai, baik dari segi kuantitas, maupun kualitas.
Keempat, Persyarikatan Muhammadiyah bisa memfasilitasi pelatihan kewirausahaan guna mengatasi pengangguran. Hal ini juga dapat dilakukan sejak dini, dimulai dari sekolah. Hal tersebut tentunya disebabkan karena apabila setiap orang sudah memiliki sikap kewirausahaan maka tidak perlu bingung apabila lapangan pekerjaannya kurang. Dengan jiwa kewirausahaan yang dimiliki tentunya akan membuat setiap orang mampu mendirikan usaha ataupun bisnis sendiri sehingga dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi setiap orang.
Ketidakmampuan negara dalam memberikan penghidupan yang lebih baik bagi warganya semestinya membuka peluang bagi Persyarikatan Muhmmadiyah untuk mengambil peran yang lebih nyata dalam mengatasi kesulitan perekonomian.
Fakta yang muncul bahwa di negeri ini susah mendapatkan pekerjaan bukan karena minimnya sumber daya manusia, tetapi karena kebijakan pemerintah yang tidak memanusiakan manusia. Sistem kerja kontrak hanya menjadikan orang sebagai alat produksi tanpa memikirkan harkat dan martabatnya sebagai insan mulia.
Sungguh miris, negeri yang kaya sumber daya alam, mulai dari pertambangan, perkebunan hingga perikanan, tidak mampu menghadirkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi warga negaranya. Negeri yang sudah merdeka dari penjajahan selama 75 tahun, hingga kini malah terancam dikuasai negara lain dengan kedok investasi. Pemerintah bahkan sedang mengupayakan pemberlakukan ‘omnibus law’ dengan RUU Cipta Kerja yang justeru lebih menguntungkan bagi para pemodal, sementara perlindungan terhadap kalangan pekerja sangatlah minimal.
Persyarikatan Muhammadiyah memang telah mewarnai berbagai aspek kehidupan bangsa. Diantaranya aspek politik. Besarnya jumlah warga Muhammadiyah, kerap menjadi objek yang diperebutkan oleh para elit-elit politik. Namun demikian, Muhammadiyah tidak memberikan batasan bagi warganya dalam ranah politik.
Siapapun boleh berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung. Hal yang musti dicatat adalah, Persyarikatan Muhammadiyah tidak pernah menyatakan sikap keberpihakannya pada salah satu calon di setiap kontestasi politik. Muhammadiyah selalu mengambil langkah netral secara keorganisasian.
Kemandirian Muhammadiyah di bidang politik sudah selayaknya juga diwujudkan dalam kemandirian ekonomi. Kita membayangkan seandainya setiap kepala keluarga mempunyai pendapatan yang lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, maka berbagai persoalan sosial yang muncul sekarang ini bisa diminimalisir.
Jika kita berpatokan dengan UMR di wilayah Jabotabek yang berkisar antara 4 juta hingga 5 juta rupiah, sedangkan kebutuhan keluarga dengan 2 orang anak minimal 6 juta per-bulan. Maka, bisa dibayangkan keluarga yang rentan dari sisi pengeluaran.
Ketahanan keluarga akan menjadi pilar utama ketahanan kita sebagai bangsa, hal ini bisa terwujud apabila setiap keluarga Indonesia mampu berlepas diri dari kemiskinan yang sudah mendera bertahun-tahun. Fakta menunjukan bahwa tingkat pendidikan yang baik tidak serta merta dapat memperoleh penghasilan yang baik di negeri ini. Banyak sarjana yang justeru menjadi pengangguran, bukan karena malas tapi karena minimnya kesempatan lapangan kerja.
Sekadar contoh apa yang dilakukan oleh negera Tiongkok untuk melindungi warganya, mereka tidak hanya memberikan bantuan investasi untuk negara yang membutuhkan tapi juga mengirimkan warganya agar bisa bekerja untuk mendapatkan penghasilan.
Terlepas dari berbagai alasan yang ada tetapi kebijakan negara Tiongkok untuk menjamin kehidupan warganya harus menjadi contoh perlakuan pemerintah terhadap masyarakatnya. Disinilah dituntut manfaatnya kehadiran negara dalam kehidupan untuk memberikan pelayanan dan perlindungan yang terbaik.
Kini kita berharap, Persyarikatan Muhammadiyah dapat menjalankan perannya sebagai khodimul umah, sekaligus rumah tempat berlindung, yang mengayomi setiap anak bangsa. Jika Persyarikatan Muhmmadiyah mampu berkontribusi secara nyata dalam mengatasi masalah penganguran, kemiskinan dan persoalan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat sehari-hari maka kehadirannya laksana matahari yang selalu menyinari bumi. Wallahu A'lam Bishawab.
Editor | : | |
Sumber | : | Dhany Wahab |
- Kabupaten Bekasi Tentukan Pemimpinnya Sendiri, Sejarah Baru dan Terulangnya Pilkada 2012
- Budaya Silaturahmi dan Halal Bihalal
- Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Menurut Perspektif Pemikir Ekonomi Islam
- Jauh Dari Pemerintahan Bersih Dalam Sistem Demokrasi
- Persikasi Bekasi, Dulu Penghasil Talenta Sekarang Sulit Naik Kasta
- Quo Vadis UU Ciptaker
- Kaum Pendatang Mudik, Cikarang Sunyi Sepi
- Menanti Penjabat Bupati Yang Mampu Beresin Bekasi
- Empat Pilar Kebangsaan dan Tolak Tiga Periode
- DUDUNG ITU PRAJURIT ATAU POLITISI?
- Ridwan Kamil Berpeluang Besar Maju di Pilpres 2024, Wakil dari Jawa Barat
- QUO VADIS KOMPETENSI, PRODUKTIVITAS & DAYA SAING SDM INDONESIA
- Tahlilan Atas Kematian Massal Nurani Wakil Rakyat
- Nasehat Kematian Di Masa Pandemi Covid-19
- FPI, Negara dan Criminal Society
0 Comments