DAKTA.COM - Oleh : Alin FM (Praktisi Multimedia dan Penulis)
Kemunculan virus corona menghebohkan dunia. Penyebarannya yang begitu cepat menjadi bencana besar dan mengerikan. Terhitung sejak awal merebaknya di akhir Desember 2019 di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, kini telah menyebar cepat di 28 negara.
Virus corona telah menyebar ke beberapa negara selain China. Hampir setiap hari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menerima laporan kasus baru di sejumlah negara. Hingga Rabu (19/2/2020) pagi, korban tewas dari penyakit COVID-19 atau virus corona melonjak menjadi 2.004 kasus di dunia.
Puluhan kasus juga telah dikonfirmasi di beberapa negara di kawasan Asia-Pasifik serta Eropa, Amerika Utara dan Timur Tengah. negara dan wilayah yang sejauh ini telah mengkonfirmasi kasus virus corona baru, sebagaimana diwartakan Aljazeera adalah Amerika serikat, Australia, Belgia, China, Filiphina, Finlandia, India, Inggris, Italia, Jerman, Jepang, Kamboja, Kanada, Korea Selatan, Malaysia, Nepal, Prancis, Rusia, Singapuara, Sri Lanka, Spanyol, Swedia, Taiwan, Thailand, Uni Emirat Arab dan Vietnam.
Bagi kaum muslimin penyakit bagian dari qadha (ketetapan) Allah SWT. Hingga harus sabar menghadapinya dan berikhtiar untuk berobat. Memakan makanan yang halal dan thayib sesuai tuntunan syariah. Dan Negara harus mengambil langkah preventif untuk mengatasinya yang sudah dicontohkan Rasulullah Saw.
Allah SWT berfirman : "Tidaklah sesuatu peritiwa, baik maupun buruk, terjadi kecuali atas izin Allah SWT. sebab Dialah yang menciptakan sekaligus mengatur alam semesta. Sebagaimana Allah berfirman, “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At-Taghabun: 11)
Maka wajib seorang muslim beriman terhadap setiap peristiwa yang terjadi di luar kuasanya, dan itu merupakan ketetapanNya (qadha) yang tidak mampu ditolak. Terlepas apakah itu baik maupun buruk. Untuk itu, dalam hal ini dibutuhkan sikap tawakal kepada Allah SWT. Berserah diri kepadaNya.
Bersabar di tengah-tengah rasa was-was virus corona serta tidak lupa berdoa untuk senantiasa diberikan kesehatan. Dengan bersabar, khususnya yang diberi ujian penyakit, akan menuai ganjaran pahala hingga derajatnya diangkat oleh Allah.
Dengan berdoa : Allahumma innii a'uudzu Bika Minal Baroshi wal Junuuni wal Judzaami wa min Sayyi-il Asqoom.
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari penyakit kulit, gila, lepra, dan dari penyakit yang jelek lainnya." (HR. Abu Daud, Imam Ahmad)
Rasulullah Saw bersabda : Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kehawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya. (HR. Al-Bukhari Muslim).
Meskipun wabah virus corona merupakan bagian dari qadha Allah, tetap saja manusia telah memiliki area-area yang mampu ia kendalikan. Sederhananya, manusia punya kemampuan berusaha mengubah suatu keadaan. Apalagi mengingat manusia telah dianugrahkan akal oleh Allah untuk berfikir, menimbang-nimbang mana perbuatan baik dan buruk. Mana halal dan haram.
Sehingga, sekalipun kita wajib bersabar dan beriman bahwa wabah virus corona adalah qadhaNya, di sisi lain wajib pula berikhtiar, yakni melakukan upaya pencegahan dan penyembuhan yang tentu saja bukan hanya dilakukan oleh individu melainkan peran negara sangat dibutuhkan.
Islam menganjurkan umatnya untuk berobat ketika sakit dan berusaha menjaga kesehatan bagi yang sehat. Tentu saja dengan bahan-bahan dan cara yang halal. Sebab Allah telah menciptakan berbagai macam khasiat pada benda-benda (qadar) yang bisa digunakan manusia untuk memenuhi naluri dan kebutuhan jasmaninya.
Semisal Allah menciptakan air yang memiliki khasiat melarutkan sehingga bisa digunakan cuci tangan secara teratur, terutama sebelum dan setelah makan, setelah menggunakan toilet, setelah menyentuh hewan, membuang sampah, serta setelah batuk atau bersin.
Sayuran dan buah-buahan memiliki khasiat dalam kandungan gizinya yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh agar terhindar dari penularan virus Corona. Ada pula angin atau udara yang memiliki khasiat menerbangkan atau membawa virus berpindah dari satu tempat ke tempat lain, sehingga kita harus menggunakan masker dalam berkatifitas.
Selain level individu, usaha menjaga kesehatan wajib dilaksanakan oleh pihak negara. Apalagi dalam kasus ini adalah virus yang telah mewabah ke berbagai negara sehingga kecil sekali kemampuan individu untuk mengatasinya. Islam sendiri telah menegaskan bahwa negara merupakan tameng, tempat rakyat berlindung dari bahaya apapun termasuk wabah penyakit.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari).
Dahulu di masa Rasulullah pernah terjadi wabah penyakit, kemudian beliau memerintahkan untuk isolasi dan sterilisasi lokasi yang terjangkit wabah. Tujuannya, agar meminimalisir penyebaran virus ke tempat yang lebih luas.
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf RA, Rasulullah bersabda, “Bila kalian mendengar wabah tengah mendera suatu daerah, maka janganlah kalian memasukinya, dan jika menyerang wilayah kalian, maka janganlah engkau melari kan diri.” (HR Bukhari).
Oleh karena itu, dalam Islam langkah yang harus dilakukan oleh negara adalah melakukan isolasi dan strerilisasi kemudian menyediakan pelayanan kesehatan yang canggih, profesional dan memadai, bahkan gratis.
Negara tidak hanya melakukan edukasi atau arahan-arahan kepada umat agar terhindar dari virus corona. Negara juga wajib menyediakan segala sarana atau fasilitas kesehatan yang mudah dijangkau seperti masker gratis, pemeriksaan kesehatan, hingga obat-obatan gratis.
Semua itu karena Islam memandang kesehatan adalah kewajiban negara yang wajib diberikan sebaik mungkin dan haram mengkomersilkan kesehatan karena ia merupakan hajat penting publik.
Sebagaimana yang kini terjadi di sistem Kapitalisme, kesehatan adalah barang mahal. Mirisnya di sistem kapitalisme tak jarang umat menjadi kelinci percobaan dalam suatu penelitian dunia kesehatan. Kecepatan tindakan medis pun seringkali terhambat oleh sistem administrasi bahkan biaya.
Masih berdasarkan hadist di atas, negara wajib melarang keluar masuk warga negara yang berasal dari lokasi yang terjangkit wabah. Sudah seharusnya negara meletakkan warning khusus untuk mencegah potensi penyebaran corona. Termasuk aktifitas impor dari China dihentikan.
Untuk itu, Indonesia harus melepaskan dirinya dari cengkaraman imperalisme yang selalu memperlemah negara-negara dengan berbagai kebijakan dan kerja sama khsususnya di bidang ekonomi. Agar warga asing tidak akan bebas keluar masuk negara dan Indonesia mempunyai kekuasaan mutlak untuk menentukan siapa dan apa yang boleh keluar masuk negara.
Inilah bukti betapa pedulinya Islam terhadap kesehatan. Berabad-abad tahun yang lalu, jauh sebelum adanya virus corona, Islam telah mempunyai jawaban tuntas menyelesaikannya. Maka kebutuhan akan penerapan Islam secara formal ditengah-tengah masyarakat adalah kewajiban yang harus disegerakan. Agar terwujud kesejahteraan bagi seluruh alam.
Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala, artinya, “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS Al-Anbiya: 107).
Jauh berbeda dengan penanganan model kapitalis hari ini. Islam sebagai sebuah ideologi yang sempurna memiliki penanganan yang khas terhadap wabah epidemic penyakit mematikan.
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf, “Apabila kamu mendengar wabah terjangkit di suatu negeri, maka janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, janganlah kamu keluar dari negeri itu karena hendak melarikan diri darinya.”
Metode karantina atau isolasi telah diterapkan dengan melarang mereka keluar dari negeri yang terjangkiti. Hal ini agar penyakit tidak menular secara meluas. Begitupun untuk memaksimalkan penyembuhan bagi penderita. Mereka akan diperiksa secara detail dan dilakukan langkah-langkah pengobatan sampai dinyatakan total baru boleh meninggalkan tempat karantina.
Dalam hadist lain, “Janganlah kalian terus-menerus melihat orang yang mengidap penyakit kusta” (HR. Al Bukhari). Artinya kita tidak boleh dekat-dekat dengan penderita wabah akan tidak ikut terjangkit.
Metode ini tentu membutuhkan peran sentral seorang penguasa. Dengan mengambil langkah cepat dengan mendatangkan para ahli kesehataan untuk melakukan berbagai tindakan pengobatan untuk para korban. Secara cepat melakukan langkah antisipatif agar daerah dan penduduk lain tidak terkena dampaknya.
Begitupun langkah preventif sebelum terjadinya wabah. Seorang penguasa harus memastikan masyarakatnya mempraktikkan gaya hidup sehat. Mulai dengan memakan makanan yang halal dan thayib, menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Penguasa harus hadir di tengah masyarakat dengan memberikan perlindungan maksimal dan totalitas. Serta bertanggungjawab penuh atas berbagai persoalan yang menimpa rakyatnya. Demikianlah sosok pemimpin dalam Islam. Ketakwaannya menjadi pilar dalam menjalankan amanah kepemimpinan. Dengannya masyarakat terlindungi dan terjaga. Wallahu‘alam bi ash-showab.
Editor | : | |
Sumber | : | Alin FM |
- Kabupaten Bekasi Tentukan Pemimpinnya Sendiri, Sejarah Baru dan Terulangnya Pilkada 2012
- Budaya Silaturahmi dan Halal Bihalal
- Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Menurut Perspektif Pemikir Ekonomi Islam
- Jauh Dari Pemerintahan Bersih Dalam Sistem Demokrasi
- Persikasi Bekasi, Dulu Penghasil Talenta Sekarang Sulit Naik Kasta
- Quo Vadis UU Ciptaker
- Kaum Pendatang Mudik, Cikarang Sunyi Sepi
- Menanti Penjabat Bupati Yang Mampu Beresin Bekasi
- Empat Pilar Kebangsaan dan Tolak Tiga Periode
- DUDUNG ITU PRAJURIT ATAU POLITISI?
- Ridwan Kamil Berpeluang Besar Maju di Pilpres 2024, Wakil dari Jawa Barat
- QUO VADIS KOMPETENSI, PRODUKTIVITAS & DAYA SAING SDM INDONESIA
- Tahlilan Atas Kematian Massal Nurani Wakil Rakyat
- Nasehat Kematian Di Masa Pandemi Covid-19
- FPI, Negara dan Criminal Society
0 Comments