BEKASI, DAKTA.COM - Banjir merendam wilayah Jabodetabek pada awal tahun 2020. Akibatnya ratusan warga harus mengungsi dan kehilangan barang-barang berharga miliknya.
Berdasarkan informasi, banjir pada awal tahun ini merupakan yang terparah sepanjang sejarah karena memang intensitas hujannya cukup tinggi.
Namun, seharusnya pemerintah pusat maupun daerah bisa mencegah atau mengantisipasi terjadinya banjir dengan berbagai cara sehingga banjir tidak sampai separah itu dan bisa cepat surut.
Penyebab Banjir Rendam Bekasi
Ketua Komunitas Peduli Sungai Cileungsi-Cikeas, Puarman mengungkapkan banjir pada awal tahun lalu memang disebabkan curah hujan yang tinggi.
Apalagi Kota Bekasi khususnya perumahan Pondok Gede Permai (PGP), Jatiasih merupakan tempat pertemuan antara Sungai Cilengsi dan Cikeas yang kemudian dinamakan Kali Bekasi.
"Dari hulunya memang hujan deras ditambah lagi hujan lokal. Karena sudah tidak bisa menampung, akhirnya air mengalir deras ke hilir dan merendam rumah warga," kata Puarman.
Menurutnya, pihaknya sudah memberikan peringatan dini kepada masyarakat lewat berbagai media seperti group WhatsApp dan sosial media. Namun, hal itu tidak diindahkan oleh masyarakat dan pemerintah.
"Jadi patokan mereka itu banjir-banjir sebelumnya, 'paling hanya segini pak tingginya.' Tapi mereka lupa durasi air naik dengan cepat dan curah hujan tinggi," bebernya.
Oleh karena itu, pihaknya menyarankan pemerintah membuat waduk di hulu sungai. Hal itu juga bisa menjadi solusi antara Kementerian PUPR yang ingin sungai dilakukan betonisasi atau normalisasi, sedangkan Kementerian LHK menginginkan sungai dilakukan naturalisasi.
"Bikin waduk di hulu sungai sangat efektif sebagai jalan tengah antara PUPR dan Kementerian LHK. Jadi solusinya bikin waduk nanti airnya bisa dibuang perlahan," ujarnya.
Senada dengan Puarman, Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna menyebut bahwa wajar saja kalau Kota Bekasi menjadi langganan banjir karena memang sejak awal merupakan tempat rawa yang berubah menjadi perkotaan.
Hal itu diperparah dengan Kota Bekasi yang ditekan oleh kepadatan penduduk dan alih fungsi lahan.
"Pesatnya perkembangan kota diiringi aspek kependudukan dan angka migrasi, menjadi faktor sebagian lahan di Kota Bekasi berubah menjadi pemukiman," ucapnya.
Upaya Pemkot Bekasi Tanggulangi Banjir
Anggota DPRD Kota Bekasi dari F-PKS, Latu Har Hary mengakui kalau banjir awal tahun ini merupakan terbesar sepanjang sejarah Kota Bekasi, sehingga menjadi kasus yang luar biasa.
Namun, yang ia sesalkan adalah antisipasi yang kurang baik dari Pemkot Bekasi dalam penanganan banjir.
"Dari ketersediaan alat evakuasi sangat minim seperti perahu karet, akibatnya banyak warga yang menunggu lama untuk dievakuasi," terangnya.
Kabid Perencanaan pada Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bekasi, Erwin Guwinda menyebut persoalan banjir menjadi salah satu konsen pihaknya karena memang sejak awal permasalahan tata ruang yang belum jelas dan tidak ketat.
Banyak bangunan yang berdiri di sempadan sungai, sehingga tidak ada resapan air di sisi kali dan sungai.
Ia mengaku, itulah yang menjadi PR Pemkot Bekasi dalam melakukan mitigasi dan merancang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Kota Bekasi.
Meski begitu, pihaknya sedang fokus pada upaya mitigasi struktural dan non struktural dan menyusun RTRW khususnya di kawasan sempadan kali dan sungai.
"Kalau struktural kita akan bangun tanggul di area PGP mirip seperti di Banjir Kanal Timur (BKT). Nah, non struktural ini perlu ada ketegasan dari pemerintah dalam penegakan hukum untuk bangunan yang berdiri di sempadan kali," ucapnya.
Menurutnya, dalam menyelesaikan permasalahan banjir perlu kerja sama dengan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian PUPR dalam infrastruktur dan Pemprov Jawa Barat dalam mitigasi.
"Kita berharap kerja sama itu dapat menyelesaikan permasalah banjir di wilayah Kota Bekasi," ujarnya.
Radio Dakta menggelar Dialog Publik dengan tema Kenapa Bekasi Tenggelam? di Hotel Amaroossa Grande Bekasi Jalan Ahmad Yani, Bekasi Selatan, Rabu (5/2).
Acara ini menghadirkan narasumber, yakni Erwin Guwinda selaku Kabid Perencanaan pada Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bekasi, Latu Har Hary sebagai Anggota DPRD Kota Bekasi dari F-PKS, Yayat Supriatna sebagai Pengamat Tata Kota, dan Puarman selaku Ketua Komunitas Peduli Sungai Cileungsi-Cikeas. **
Editor | : | |
Sumber | : | Radio Dakta |
- Potensi Covid-19 Klaster Industri di Bekasi
- Geliat Ekonomi Bekasi di Tengah Pandemi Covid-19
- Rintihan Pembelajaran Jarak Jauh di Masa Pandemi
- Masih Efektifkah Sistem Zonasi Covid-19 di Bekasi?
- Wabah Virus Corona, Haruskah Disyukuri?
- Bekasi Siapa Gubernurnya?
- Ancaman Transgender, Haruskah Kita Diam?
- Nasib Bekasi : Gabung Jakarta Tenggara atau Bogor Raya?
- Air Bersih atau Air Kotor?
- Agustus Bulan Merdeka Bagi Sebagian Rakyat Indonesia (1)
- Refleksi Emas Kampung Buni di Tengah Gelar Kota Industri
- Apa Kata Netizen: Catatan Mudik 2019 Si Obat Rindu Masyarakat +62
- Diksi Kafir dalam Polemik
- Ironis, Kasus Nuril Tunjukkan Kebobrokan Hukum
- Mencari Diri Lewat Selfie
0 Comments