Rabu, 05/02/2020 15:05 WIB
Kunang-kunang Terancam Punah Akibat Pestisida dan Polusi Cahaya
DAKTA.COM - Di seluruh dunia, kunang-kunang bersinar di malam hari dengan tubuh yang bercahaya. Tapi ilmuwan menyebut bahwa hewan berkilau ini berada dalam kepunahan karena hilangnya habitat asli, penggunaan pestisida, dan peletakkan cahaya buatan.
"Kehilangan habitat menimbulkan banyak kemunduran dari spesies hewan liar, diikuti beberapa kunang-kunang yang menderita karena mereka membutuhkan kondisi tertentu untuk menyempurnakan kehidupan mereka," ucap Sara Lewis, Professor Biologi dari Univesitas Tufts, yang memimpin penelitian menerbitkan Jurnal Biosains seperti dilansir dari CNN.com
Ia mencontohkan, salah satu kunang - kunang dari Malaysia (Pteroptyx Tener) terkenal karena sinkronisasi pancaran cahaya. Ia bermanfaat untuk hutan mangrove dan juga tanaman bakau dimanfaatkan untuk berkembang biak kuang-kunang. Sedangkan diseberang Malaysia, rawa mangrove telah diubah menjadi penanaman minyak kelapa sawit dan perkebunan akuakultur.
Yang paling menggemparkan, penelitian menemukan penggunaan cahaya buatan saat malam hari, dapat mengancam makhluk seperti itu.
Cacing kelap-kelip betina, dari keluarga yang sama seperti kunang-kunang, akan berkilau selama berjam jam untuk menarik perhatian pasangannya tapi cahaya buatan bisa mengganggu prosesnya.
Polusi Cahaya
Cahaya buatan meliputi dua pencahayaan langsung, seperti lampu di jalan dan tanda komersial, dan cahaya langit, banyaknya pencahayaan panjang menyebar ke pusat-pusat kota dan bisa saja lebih terang daripada cahaya bulan penuh.
"Polusi cahaya dapat mengganggu bioritme asli (termasuk manusia sendiri) dan sangat mengacaukan ritual kawin kunang-kunang,” kata Avalon Owens, Calon biologi di Tufts dan rekan penulis dari kajian ini.
Owens mengatakan, banyak kunang-kunang yang bersandar pada bioluminesasi (reaksi kimia di dalam badan mereka yang memberikan cahaya terang) untuk mencari dan menarik perhatian pasangannnya, dan banyaknya cahaya buatan bisa mengganggu hubungan mereka.
Kajian mencatat, berdasarkan perkiraan yang konservatif, lebih dari 23% dari pulau di planet ini permukaannya mengalami beberapa perubahan pada pencahayaan buatan di malam hari.
Penulis dari kajian ini, yang bergabung di Grup Specialis Pelestarian Kunang-kunang Serikat Internasional, meneliti 350 orang dari Jaringan Internasional Kunang-kunang untuk mencatat ancaman yang dihadapi oleh mereka.
Mereka mengatakan bahwa lebih banyak memonitoring studi, dengan data jangka panjang, untuk memahami tingkat populasi dari kunang-kunang yang menurun. Banyak bukti tentang kunang-kunang yang jumlahnya aneh.
Dave Goulson, professor biologi dari Universitas of Sussex di UK, menyampaikan tingkat musnahnya habitat seperti satu perangkat penting, dengan pestisida menjadi masalah penting kedua, apa yang dipercayai bahwa penurunan drastis dari serangga ini menjadi lebih besar.
"Tentu saja kunang-kunang rentan terhadap polusi cahaya, dibandingkan dengan sekelompok serangga lainnya. Jadi, masuk akal jika ini menjadi perhatian utama,” ucap Goulson.
Ilmuwan memiliki perincian tentang diantara populasi serangga, dengan 41% dari spesies serangga yang mengalami kepunahan, berdasarkan dari hasil laporan tentang penurunan serangga untuk satwa liar di UK yang ditulis oleh Goulson.
Seperti, kunang-kunang yang hinggap pada tumbuhan yang diberikan insektisida, seperti neoniconoid, yang sudah digunakan di US untuk biji jagung dan kacang keledai.
Wisatawan Kunang-kunang
Faktor lain dari penulis yang disebut adalah “Wisatawan Kunang - kunang”. Tempat-tempat seperti di Jepang, Taiwan, dan Malaysia, ini menjadi aktivitas rekreasi yang panjang untuk menyaksikan pancaran cahaya menakjubkan yang diperlihatkan oleh beberapa spesies kunang-kunang.
Namun, sekarang karena sudah menjadi terkenal dan tersebar luas, daya tarik lebih dari 200.000 pengunjung pertahun, mempengaruhi jumlah kunang-kunang sebagai penghasilnya.
Di Thailand, penulis berkata bahwa jalur perahu motor sepanjang sungai mangrove di Thailand menumbangkan banyak pohon dan mengikis tepi sungai dan menghancurkan habitat kunang-kunang. Selain itu, species ini juga terinjak-injak oleh wisatawan.
Penulis mengatakan, petunjuk yang diperlukan untuk menetapkan dan mengelola situs wisatawan besar dengan cara terbaiknya adalah untuk melindungi kunang-kunang dari terinjak-injak, polusi cahaya, dan pestisida.
“Harapan kami ingin memberikan pengetahuan yang bisa didapatkan dari pengelolaan lahan, pembuat kebijakan, dan pencinta kunang-kunang dimana pun itu. Kami ingin melestarikan kunang-kunang agar terus bisa bersinar sepanjang malam, dalam waktu yang lama," ujar calon penulis Sonny Wong dari Kehidupan Sosial di Malaysia. (Abi)
Editor | : | |
Sumber | : | CNN.com |
- Hari Karantina ke-147, Barantin Terus Tingkatkan Perlindungan Keanekaragaman Hayati
- Aksi Tanam Sejuta Pohon Penyuluh Agama Kemenag Kabupaten Bekasi
- Petualangan Menegangkan: Menaklukkan Track Terjal Menuju Curug
- Inovasi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi; Pemanfaatan Ulang Sampah (Puasa) dengan Pembangunan Sorting Centre Dan Eco System Advance Recycling (So CESAR)
- Produsen Kemasan Daur Ulang FajarPaper Ikut Serta Dalam Festival Peduli Sampah Nasional 2023
- HUT BSIP, Plt. Wali Kota Bekasi Gelorakan Semangat Menjaga Lingkungan Sehat
- Program Ketahanan Pangan Mengorbankan Lingkungan dan Petani
- Ridwan Kamil Akan Bangun Jalur Khusus Truk Tambang Akhir Tahun Ini
- Kendalikan Pencemaran Udara, DKI Gandeng Tangsel dan Bekasi untuk Uji Emisi
- Mikroplastik di Muara Sungai Menuju Teluk Jakarta Alami Peningkatan Semasa Pandemi
- Waspada, Cuaca Panas Ekstrem Bisa Sebabkan Risiko Kesehatan yang Cukup Mengkhawatirkan
- PP Pelindungan ABK Diterbitkan, ABK Penggugat Presiden: “Perjuangan Belum Berakhir!”
- Greenpeace Kritik Pemerintah Bungkam soal Kualitas Udara DKI Terburuk
- Keindahan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
- Warga Keluhkan Ada Polusi Udara, Kepala KSOP Marunda: Udara Tercemar Bukan dari Pelabuhan
0 Comments