DAKTA.COM - Oleh: Nely Merina, SP (Penulis)
Ketika satu persatu tokoh masyarakat mengatakan jilbab tak wajib. Seakan menjewer kita, bahwa pemahaman jilbab tak wajib ada di benak masyarakat. Seolah mengamini fenomena masyarakat yang menjadikan jilbab wajib hanya di area tertentu saja seperti majelis ta'lim, sekolah, dan masjid.
Lihat saja ibu-ibu pengajian, ketika mengaji cantik sekali. Aurat tertutup rapi tidak lupa kaos kaki. Namun ketika pengajian selesai, auratnya terbuka lagi. Menggunakan baju seragam rumahan (red. daster) dipakai untuk ke warung, jalan-jalan, hingga merumpi. Jangankan kaos kaki, kerudungnya saja lupa dicemiti. Bahkan ada yang tak menggunakan sama sekali.
Tak mau kalah dari ibu-ibu pengajian, gadis kekinian pun semakin trendi. Ketika kondangan manis sekali menggunakan gamis warna-warni. Namun ketika sedang hangout, bukan gamis yang dikenakan melainkan celana seksi. Plus baju atas yang trendi. Kerudung sekedarnya tipis sehingga rambut tampak kemana-mana. Sesekali menggunakan jaket trendi seperti artis viral masa kini?
Wanita kantoran pun modis sekali, dengan seragam dan celana bahan dari atasan. Tak semua berani menggunakan baju syari karena khawatir diperingati. Bahkan ada yang menggunakan rok mini padahal itu seragam ketika bersama suami. Lain halnya dengan ibu pejabat, yang memiliki ciri khas sendiri. Jika menggunakan kerudung, selalu rambut depan terlihat seperti tak niat. Bahkan kini di medsos telah ada tutorial hijab ala ibu pejabat.
Hijab Pernah Dilarang
Dibandingkan tahun 90an kini lebih mudah ditemukan wanita berhijab. Dulu jika ingin foto ijazah, SIM atau KTP yang menggunakan kerudung harus dicopot atau dibuka sebagian hingga telinga terlihat. Jika tak mau dipersulit untuk membuat surat-surat penting tersebut. Bahkan terancam kena sanksi. Karena memang sudah ada SK 052/C/Kep/D.82 tahun 1982, penggunaan jilbab dilarang di sekolah negeri.
Lalu, 9 tahun kemudian berdasarkan SK nomor 100/C/Kep/D/1991 jilbab diperbolehkan di sekolah negeri. Dan dampaknya semakin terasa di tahun 2000an, penggunaan hijab telah merata. Bahkan Beberapa sekolah ada yang sudah mewajibkan murid muslimah untuk menggunakan hijab ketika sekolah.
Jilbab Tidak Wajib
Sedang hangat diperbincangkan pernyataan dari istri dan anak Presiden keempat RI, yang menyatakan bahwa jilbab itu tak wajib. Bahkan menurut, Sintia Nuriyah dan Inayah, Abdurahman Wahid alias Gusdur tak pernah memaksakan kewajiban jilbab pada anak-anaknya.
Sintia dan Inayah, sebenarnya bukan tokoh masyarakat pertama yang mengatakan jilbab tak wajib. Mantan Menteri Agama yang juga ahli Tafsir, Prof. Dr. M. Quraish Shihab pun pernah menyatakan hal yang sama.
Ahli tafsir ini mengatakan ini bahwa perempuan boleh tidak berjilbab yang penting pakaiannya terhormat. Dia pun membolehkan, putrinya Najwa Shihab tidak berkerudung. Begitu juga Sukmawati, anak dari presiden pertama yang pernah melecehkan cadar.
Padahal, perintah kewajiban berjilbab tertuang jelas dalam Al Quran: "Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka" (TQS al-Ahzab [33]: 59)
Ibnu Hazm pun berkata: "Jilbab dalam bahasa Arab yang dinyatakan oleh Nabi SAW ialah, busana yang menutupi seluruh badan dan tidak hanya sebagiannya."
Dan Ibnu Mas'ud RA mendefinisikan bahwa jilbab seperti kain penutup atau serupa pakaian yang lapang dipakai oleh wanita-wanita bangsa Arab berupa tutup kepala yang meliputi seluruh pakaian. Dalam kamus Arab-Indonesia yang disusun oleh Al-Munawwir pun mengartikan bahwa jilbab adalah baju kurung yang panjang sejenis jubbah.
Lima Golongan Yang Boleh Tidak Berjilbab
Tak semua muslim wajib menggunakan jilbab ada lima golongan yang tak wajib berjilbab:
Pertama, anak-anak yang belum baligh, sebagaimana yang pernah sabda Rasulullah SAW saat berkata kepada Asma, "Wahai Asma, Sesungguhnya wanita apabila sudah balig, tidak boleh dilihat darinya kecuali ini dan ini " Beliau SAW menunjuk muka dan telapak tangannya. (HR. Abu Dawud).
Kedua, orang gila yang memang dibebaskan dari hukum syara. Rasulullah SAW bersabda, "Diangkat pena dari tiga orang: orang yang tidur hingga dia bangun, orang gila hingga dia sadar, anak-anak sampai ia baligh." (HR. Ahmad, Abu Dawud, An Nasa'i dan Ibnu Majah).
Ketiga, wanita Kafir, terdapat pada firman Allah, "Katakanlah kepada perempuan yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung hingga batas dadanya." ( QS. An Nur : 31)
Keempat, wanita yang sudah tua, pada firman Allah, "Dan para perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tidak ingin menikah (lagi), maka tidak ada dosa menanggalkan pakaian (luar) mereka dengan tidak (maksud) menampakkan perhiasan; tetapi memelihara kehormatan adalah lebih baik bagi mereka..." (QS. An Nur : 60).
Kelima, haram bagi pria, karena Rasulullah melaknat orang laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.." (HR. Bukhari)
Jilbab Beda Dengan Kerudung
Ada salah presespsi selama ini terkait jilbab adalah kerudung. Padahal jilbab adalah baju kurung. Ibnu Katsir mengatakan bahwa jilbab adalah pakaian rangkap di atas kerudung serupa baju kurung sekarang. Perintah kerudung yang sesuai perintah ilahi adalah kerudung yang terjulur hingga menutupi dadanya. Seperti yang tertuang dalam firman Allah.
"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya,dan memelihara kemaluannya,dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. (TQS an-Nur [24]: 31).
Jadi kerudungnya bukan sekedar menutup kepala. Bukan sekadar menempel atau diikat saja. Tidak transfaran apalagi hingga rambut berkeliaran. Tidak diikat apalagi menyerupai punuk unta. Kerudung alias khimar harus menutupi dada.
Menutup Tapi Tak Tertutup
Sayangnya hijab hanya dijadikan trendi bukan kewajiban yang harus ditaati. Terlihat dengan munculnya fashion hijab di beberapa kalangan desainer. Sehingga hijab banyak yang dimodifikasi dan tak lagi syari. Kerudung hanya dijadikan penutup kepala sementara bajunya dimodifikasi sedemikian rupa. Sehingga tak menutup namun hanya membungkus aurat.
Pakaian syari seolah hanya menjadi baju resmi ketika ke masjid, pengajian, kondangan atau tahlilan. Padahal perintah mengenakan baju syari itu wajib meski hanya selangkah kaki.
Mereka menggunakan pakaian yang tertutup tetapi tidak menutup karena masih terlihat lekuk. Mereka menggunakan pakaian tetapi seperti telanjang. Seperti yang dikatakan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128).
Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, "Makna kasiyatun ‘ariyatun adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis sehingga dapat menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian, tetapi pada hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, 125-126).
Di Rumah pun Wajib Berhijab
Kebanyakan muslimah berhijab hanya ketika di luar rumah. Padahal di lingkungan sekitar rumah hingga di dalam rumah pun kita wajib mengenakan hijab. Jadi aktivitas menerima tamu pria, menyapu halaman, mengangkat jemuran pun wajib kenakan hijab. Apalagi jika di rumahnya terdapat non mahram. Berhijab syari wajib ditaati.
Karena seorang muslimah hanya boleh melepaskan jilbabnya hanya di depan 18 golongan orang saja. Allah berfirman, “…Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka. Dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara lelaki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, wanita-wanita Islam, budak-budak yang mereka miliki, pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita…” (QS. An-Nur: 31)
Sudahkah Kita Berhijab Syar'i?
Perintah menggunakan pakaian syari memang bukanlah perintah polisi, atasan, menteri, kyiai, orang nomor satu di negeri ini. Tetapi tetap harus ditaati karena perintah dari Allah Sang Pencipta.
Tak usahlah mengikuti mereka yang salah persepsi. Meskipun mereka mempunyai pengaruh di negeri ini. Dan tak usahlah meributkan cadar seperti pemerintah yang katanya radikal itu. Jangan pernah pandang rendah mereka yang ingin menutup rapat kecantikannya.
Karena mereka hanya ingin mengikuti sunah. Jangan pula mengikuti wanita jahiliyah dengan menggunakan celana ketat, kerudung tipis apalagi rok mini. Dan perlu diingat, kakimu juga aurat dan harus mengenakan kaos kaki.
Jadi sudahkah kita menutup aurat secara syari? Atau hanya sebagai pembungkus saja agar dibilang trendi?
Editor | : | |
Sumber | : | Nely Merina, |
- Kabupaten Bekasi Tentukan Pemimpinnya Sendiri, Sejarah Baru dan Terulangnya Pilkada 2012
- Budaya Silaturahmi dan Halal Bihalal
- Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Menurut Perspektif Pemikir Ekonomi Islam
- Jauh Dari Pemerintahan Bersih Dalam Sistem Demokrasi
- Persikasi Bekasi, Dulu Penghasil Talenta Sekarang Sulit Naik Kasta
- Quo Vadis UU Ciptaker
- Kaum Pendatang Mudik, Cikarang Sunyi Sepi
- Menanti Penjabat Bupati Yang Mampu Beresin Bekasi
- Empat Pilar Kebangsaan dan Tolak Tiga Periode
- DUDUNG ITU PRAJURIT ATAU POLITISI?
- Ridwan Kamil Berpeluang Besar Maju di Pilpres 2024, Wakil dari Jawa Barat
- QUO VADIS KOMPETENSI, PRODUKTIVITAS & DAYA SAING SDM INDONESIA
- Tahlilan Atas Kematian Massal Nurani Wakil Rakyat
- Nasehat Kematian Di Masa Pandemi Covid-19
- FPI, Negara dan Criminal Society
0 Comments