JAKARTA, DAKTA.COM - Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menilai bahwa orang miskin kini semakin sulit untuk mengalami mobilitas vertikal dari kelas bawah menuju kelas menengah pada status pekerjaan dan pendapatan dalam siklus hidupnya.
Di saat yang sama, anak-anak dari keluarga miskin semakin sulit untuk menyamai, terlebih melebihi, status ekonomi dan sosial orang tuanya.
“Orang miskin hari ini menghadapi lingkungan yang semakin keras. Orang miskin hari ini juga adalah orang miskin kemarin, dengan menanggung berbagai keterbelakangan yang kronis. Mereka menghadapi kekurangan sumber daya dan kesulitan yang terus berlipat dari hari ke hari, menghadapi kesulitan yang persisten, sejak usia dini hingga tua, menanggung keterbelakangan ekonomi dan sosial, yang terwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya,” jelas Siti Nur Rosifah, Peneliti IDEAS, pada diskusi pemaparan hasil riset #IDEASTalk yang bertajuk 'Ilusi Mobilitas Ekonomi dan Kapital Tak Terbatas' di Jakarta, Selasa (14/1).
Nur Rosifah menambahkan bahwa berdasarkan data yang dihimpun oleh IDEAS dari IFLS (Indonesia Family Life Survey) dalam rentang 21 tahun (1993-2014), ditemukan bukti empiris bahwa kelompok kaya jauh lebih mampu mempertahankan kesejahteraannya dibandingkan kemampuan mobilitas vertikal si miskin.
“Dari 3.319 anak yang besar di keluarga tidak miskin pada 1993, 96,6 persen di antaranya mampu menjaga tingkat kesejahteraannya dan tidak miskin pada 2014. Hanya 3,4 persen di antaranya yang jatuh menjadi miskin.
Si kaya memiliki peluang jauh lebih besar untuk mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan ekonominya dibandingkan si miskin,” ungkap Nur Rosifah.
Transisi dari miskin ke kelas menengah adalah proses yang sulit dan berliku, IDEAS mencoba melakukan simulasi kenaikan garis kemiskinan dua kali lipat untuk memastikan bahwa kelompok miskin benar-benar telah sejahtera, terlihat jelas bahwa jauh dari mudah bagi kelompok miskin untuk naik ke kelas sosial yang lebih tinggi.
Dengan standar kemiskinan yang lebih tinggi, dari 2.120 anak yang besar di keluarga miskin pada 1993, hanya 57,8 persen diantaranya yang mampu naik ke kelas yang lebih tinggi pada 2014.
Sedangkan 42,2 persen di antaranya tetap miskin. Dan dengan standar kemiskinan yang lebih tinggi, dari 1.612 anak yang besar di keluarga tidak miskin pada 1993, hanya 80,7% diantaranya yang mampu bertahan sebagai kelas menengah di 2014.
“Pandangan umum menyatakan bahwa keberhasilan ekonomi seseorang ditentukan oleh kecerdasan, keahlian, kerja keras dan keberanian mengambil resiko usaha. Namun pada kenyataannya, kekayaan yang diwariskan keluarga, orang tua dan lingkungan keluarga, serta koneksi dan jaringan sosial, memiliki pengaruh yang lebih kuat,” tutup Nur Rosifah. **
Reporter | : | |
Editor | : |
- BP Haji: Sesuai Perintah Presiden, Sudah ada 7 Penyidik KPK yang dilantik menjadi Eselon 2 dan 1 orang lagi akan menjadi Eselon 1 di BPH
- Saudi Berencana Batasi Usia Jemaah Haji Lansia di Atas 90 Tahun pada 2025
- Kritik OCCRP, Pakar Hukum: Nominasikan Tokoh Korup Tanpa Bukti adalah Fitnah
- 5 Profil Finalis Tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024 Versi OCCRP, Jokowi Salah Satunya
- Akal Bulus BI, CSR Dialirkan ke Individu Lewat Yayasan, Ada Peran Heri Gunawan dan Satori?
- Promo Libur Akhir Tahun Alfamidi
- 85 PERSEN PROFESIONAL INGIN REFLEKSI DIRI YANG LEBIH INTERAKTIF
- ARM HA-IPB DISTRIBUSI 210 PAKET BANTUAN TAHAP 2 KE CILOPANG DAN PANGIMPUNAN, SUKABUMI
- Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12 Persen Berpotensi Perparah Kesenjangan Ekonomi
- KPK Sita Dokumen & Bukti Elektronik Terkait CSR Bank Indonesia
- Kemana Ridwan Kamil Usai Kalah di Jakarta?
- RIDO Batal Gugat Hasil Pilkada Jakarta ke Mahkamah Konstitusi
- Tinggalkan Anies, Suara PKS Makin Jeblok
- PEMERINTAH MASIH MENGABAIKAN ANGKUTAN JALAN PERINTIS
- Miftah Maulana Mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo
0 Comments