Selasa, 14/01/2020 11:51 WIB
Krisis Iklim Ancam Kepunahan Keanekaragaman Hayati Sampai Titik Terkecil
JAKARTA, DAKTA.COM - Laju krisis iklim yang kian cepat dalam beberapa tahun terakhir telah menimbulkan kekhawatiran besar. Di Indonesia, dampaknya terlihat dari beberapa bencana alam yang terus meningkat dengan akibat yang semakin parah. Krisis iklim juga juga berdampak pada rusaknya habitat keanekaragaman hayati Indonesia.
“Berbagai penelitian menunjukkan krisis iklim berdampak pada meningkatnya fenomena pergeseran biogeografis, ketidakcocokan tanaman berbunga dan penyerbuknya, dan mungkin meningkat hingga tingkat kepunahan,” ungkap Profesor Riset Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rosichon Ubaidillah dikutip dari webiste lipi.go.id, Selasa (14/1).
Ia menjelaskan, dampak dari perubahan iklim telah menyentuh bumi hingga ke titik terkecil, seperti serangga penyerbuk yang berperan penting dalam regenerasi dan reproduksi tanaman dalam ekosistem hutan maupun sistem pertanian.
“Sekitar 80 sampai 90 persen tanaman berbunga bergantung pada penyerbukan alami oleh serangga untuk beregenerasi dan memproduksi buah atau makanan yang berguna sebagai bahan makanan untuk hewan lain,” ungkapnya.
Peneliti serangga ini menjelaskan, krisis iklim berdampak bukan hanya pada serangga penyerbuk tetapi juga proses penyerbukan itu sendiri.
Rosichon menerangkan, krisis iklim telah mempengaruhi perilaku makan, kawin, dan migrasi serangga penyerbuk.
“Perubahan temperatur bumi telah mempengaruhi lama waktu penyerbukan, berbunga hingga produksi buah sehingga akan menggangu konservasi agroekosistem dan ekosistem liar,” ujarnya.
Ia mencontohkan seperti keberadaan tawon Ara yang memegang peranan penting proses penyerbukan pohon Ara dalam menyediakan buah sebagai sumber makanan burung, primata, dan hewan lainnya.
“Jika tawon Ara punah, maka seluruh sistem pun akan jatuh,” jelas Rosichon.
Sebagai negara yang hidup dengan keragaman hayatinya, komitmen dari pemerintah sangat diharapkan untuk menangani krisis iklim yang mengancam keberadaan keanekaragaman hayati Indonesia.
“Kita harus benar-benar mengurangi dampak krisis karena kita sangat bergantung pada kekayaan keanekaragaman hayati,” tutup Rosichon.**
Editor | : | |
Sumber | : | Lipi.go.id |
- Hari Karantina ke-147, Barantin Terus Tingkatkan Perlindungan Keanekaragaman Hayati
- Aksi Tanam Sejuta Pohon Penyuluh Agama Kemenag Kabupaten Bekasi
- Petualangan Menegangkan: Menaklukkan Track Terjal Menuju Curug
- Inovasi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi; Pemanfaatan Ulang Sampah (Puasa) dengan Pembangunan Sorting Centre Dan Eco System Advance Recycling (So CESAR)
- Produsen Kemasan Daur Ulang FajarPaper Ikut Serta Dalam Festival Peduli Sampah Nasional 2023
- HUT BSIP, Plt. Wali Kota Bekasi Gelorakan Semangat Menjaga Lingkungan Sehat
- Program Ketahanan Pangan Mengorbankan Lingkungan dan Petani
- Ridwan Kamil Akan Bangun Jalur Khusus Truk Tambang Akhir Tahun Ini
- Kendalikan Pencemaran Udara, DKI Gandeng Tangsel dan Bekasi untuk Uji Emisi
- Mikroplastik di Muara Sungai Menuju Teluk Jakarta Alami Peningkatan Semasa Pandemi
- Waspada, Cuaca Panas Ekstrem Bisa Sebabkan Risiko Kesehatan yang Cukup Mengkhawatirkan
- PP Pelindungan ABK Diterbitkan, ABK Penggugat Presiden: “Perjuangan Belum Berakhir!”
- Greenpeace Kritik Pemerintah Bungkam soal Kualitas Udara DKI Terburuk
- Keindahan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
- Warga Keluhkan Ada Polusi Udara, Kepala KSOP Marunda: Udara Tercemar Bukan dari Pelabuhan
0 Comments