Nasional / Ekonomi /
Follow daktacom Like Like
Jum'at, 10/01/2020 09:04 WIB

Lifting Migas Merosot, Pemerintah Dinilai Gagal Jaga Keseimbangan Primer APBN

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR-RI, Mulyanto
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR-RI, Mulyanto
JAKARTA, DAKTA.COM - Wakil Ketua Fraksi PKS DPR-RI, Mulyanto minta pemerintah ke depan memperbaiki keseimbangan primer anggaran dan defisit transaksi berjalan (DTB) Pendapatan Belanja Negara (APBN) dengan meningkatkan penerimaan dan menyetop impor migas.
 
Mulyanto menilai pemerintah telah gagal menjaga keseimbangan primer APBN. Ada dua catatan negatif yang mencolok dari laporan realisasi APBN 2019, yakni soal keseimbangan primer dan defisit transaksi berjalan. Keduanya sangat terkait dengan sektor migas.
 
"Keseimbangan primer adalah penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayangan bunga utang. Idealnya posisi pendapatan lebih besar daripada belanja negara. Dengan demikian kondisi keuangan dapat dikatakan aman. Sementara jika pendapatan lebih kecil daripada belanja maka untuk membayar bunga hutang diperlukan hutang baru. Ibarat gali lobang, tutup lubang," kata Mulyanto dalam keterangannya di Cikarang, Jumat (10/1).
 
Ia mengatakan, pada tahun 2018 keseimbangan primer APBN minus Rp 11,5 T, sedangkan tahun 2019, sebagaimana dilaporkan pemerintah mencapai minus Rp77,5 triliun.
 
"Artinya anjlok lebih dari 300 persen," ujarnya. 
 
Penyebabnya, kata dia, selain karena penerimaan pajak yang rendah, juga adalah karena penerimaan sektor migas yang tidak mencapai target karena disebabkan oleh lifting migas yang terus merosot dari tahun ke tahun.
 
"Tahun 2017 angka lifting minyak kita sebesar 804 ribu barel per hari. Melorot di tahun 2018 menjadi sebesar 778 ribu barel per hari. Dan kembali anjlok di tahun 2019 menjadi sebesar 741 ribu barel per hari. Akibatnya penerimaan dari sektor migas terus turun," jelasnya.
 
Sementara defisit transaksi berjalan, selisih antara nilai ekspor dan impor, pada tahun 2018 mencapai minus 31,1 miliar USD $ dan pada tahun 2019 angkanya relatif tidak jauh berubah.  
 
"Dari nilai defisit ini kontribusi sektor migas mencapai sekitar 30%. Ini artinya perdagangan kita tekor terus, terutama sektor migas, khususnya impor minyak olahan," katanya.
 
Terkait impor minyak olahan, menurutnya, defisit transaksi berjalan Indonesia mencapai USD 16 miliar atau setara dengan Rp 230 triliun. Ini bukan angka yang kecil, dan tentu akan sangat menguras devisa.
 
Ia menambahkan, menghadapi kondisi ini, seharusnya pemerintah lebih serius dalam meningkatkan lifting migas dan membangun kilang-kilang domestik baru untuk pengolahan minyak di dalam negeri dalam rangka menyetop impor minyak olahan. Jangan hanya sekadar mengeluh atau berwacana melulu soal mafia migas.  
 
“Yang dibutuhkan adalah langkah konkret untuk memperbaiki tata kelola migas ini.  Kita masih memiliki potensi untuk itu, karenanya pemerintah harus all out. Kalau pemerintah berwacana terus, sampai kapan kilang-kilang pengolahan minyak kita beroperasi serta lifting kita kembali meningkat, minimal 1 juta barel per hari," pungkas Mulyanto yang merupakan anggota Komisi VII DPR RI. **
 
Reporter :
Editor :
- Dilihat 1392 Kali
Berita Terkait

0 Comments