Senin, 30/12/2019 09:39 WIB
LGBT Dalam Perspektif Keindonesiaan
JAKARTA, DAKTA.COM - Diskursus seputar perilaku Lesbian Gay Bisexual Transgender (LGBT) telah menjadi perdebatan panjang di tengah masyarakat kita. Perdebatan tersebut didorong oleh para pelaku dan pembela LGBT yang kian berani tampil terang-terangan di hadapan publik dengan mengatasnamakan isu persamaan hak. Advokasi legalisasi LGBT semakin masif dilakukan para penyokongnya.
Mereka berusaha mendobrak batas ketabuan yang selama ini diyakini oleh masyarakat Indonesia. Keadaan tersebut menimbulkan persoalan karena LGBT merupakan sebuah anomali bagi sebagian besar masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi norma-norma agama dan nilai-nilai budaya.
Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia akhirnya melaunching Buku “Tranformasi Menuju Fitrah” yang ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang sikap masyarakat Indonesia yang tercermin dalam filosofi bangsa, hukum, agama dan budaya Indonesia dalam memandang fenomena LGBT.
Kemudian, mengetahui upaya Judicial Review Pasal 292 KUHP terkait perbuatan cabul sesama jenis di Indonesia, buku ini juga memaparkan upaya-upaya yang dapat dilakukan bangsa Indonesia dan mengembalikan kelompok LGBT kepada fitrah kemanusiaan.
"Buku ini disusun berdasarkan hasil kajian pustaka dan riset lapangan. Serta pengumpulan data diperoleh melalui Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara dengan sejumlah ahli lintas bidang yang otoritatif terkait fenomena LGBT di Indonesia," kata Ketua AILA Indonesia Rita Soebagio kepada Dakta, Senin (30/12).
Menurutnya, Hak Asasi Manusia (HAM) yang kerap dijadikan argumen untuk mendukung perilaku LGBT juga tidak dapat dibenarkan. Argumentasi tersebut berasal dari nilai-nilai HAM partikular negara-negara Barat yang tidak dapat diterapkan secara universal ke seluruh dunia. Indonesia memiliki hukum yang hidup dalam masyakat (the living law) berupa ajaran agama, adat, tradisi, dan nilai-nilai lainnya.
"Faktanya, living law inilah yang membentuk norma hukum Pancasila, dan hukum positif adalah alat untuk mengekspresikan living law tersebut," katanya.
Apalagi, lanjutnya, secara global banyak negara yang tidak mengakui hak-hak LGBT. Sebagian di antaranya menunjukkan stance-nya dengan tidak mengakui pernikahan sejenis, melarang penyebaran materi berbau LGBT, dan ada pula yang mengkriminalisasi pelakunya bahkan hingga hukuman mati.
"Hal ini menunjukkan tidak ada pengakuan universal, bahkan tidak juga mayoritas, terhadap hak-hak pelaku LGBT," tegasnya.
Ia menuturkan, meski masyarakat Indonesia mayoritas menolak perilaku LGBT, namun tak berarti masyarakat Indonesia harus membenci dan menjauhi para pelakunya. Gerakan penolakan yang terjadi hampir merata di seluruh wilayah Indonesia dan upaya Judicial Review pasal-pasal kesusilaan, merupakan gerakan penolakan terhadap pemaksaan nilai-nilai yang bertentangan dengan agama dan moralitas bangsa.
Sedangkan mereka yang terjebak pada perilaku menyimpang LGBT, tentunya harus dirangkul dan didorong untuk bertransformasi agar bisa hidup sebagaimana fitrah kemanusiaan yang sejati.
Masyarakat Indonesia memiliki nilai-nilai spiritualitas yang bersumber dari agama. Nilai-nilai agama merupakan salah satu nilai yang secara positif membantu para pelaku LGBT untuk kembali kepada fitrahnya. Tuntutan pembaharuan hukum di Indonesia untuk mengatur perilaku LGBT harus dilandasi pandangan falsafah yang kokoh.
Filosofi yang harusnya dikedepankan dalam menyikapi masalah kriminalisasi LGBT adalah, seseorang dilindungi bukan karena perlindungan tersebut dapat menimbulkan dampak terhadap orang lain, tetapi juga seseorang harus dilindungi dari perbuatan merusak dirinya sendiri.
Agar transformasi menuju fitrah dapat berjalan efektif, maka diperlukan upaya penguatan nilai-nilai moral dan agama, baik di lingkungan keluarga maupun pada level masyarakat. Pembaharuan hukum terkait LGBT, edukasi mengenai dampak negatif perilaku LGBT, dan pendirian pusat kajian serta lembaga-lembaga terapi atau konseling bagi kaum LGBT, harus mendapatkan prioritas utama.
"Oleh karena itu diperlukan optimalisasi peran institusi keluarga, agama, organisasi kemasyarakatan, media massa serta negara, guna menciptakan suasana kondusif bagi perubahan perilaku yang diharapkan," kata Rita.
Buku atau laporan ini menghasilkan beberapa rekomendasi, di antaranya adalah PBB harus berhenti mempromosikan dan memaksakan isu-isu yang tidak universal agar diakui sebagai bagian dari HAM.
Khususnya isu seperti LGBT. Mayoritas negara yang memegang nilai-nilai moral yang berasal dari agama menolak perilaku ini. PBB juga harus mampu menghargai negara-negara yang menolak LGBT sebagai bentuk ‘margin of appreciation’.
Oleh karena itu, negara-negara yang tidak mengakui hak LGBT tidak boleh dipaksa untuk berubah, mengikuti pandangan partikular mereka.
"PBB ataupun lembaga profesi internasional lainnya juga sebaiknya tidak melarang para pelaku LGBT di Indonesia untuk menjalani terapi/konseling sesuai dengan keyakinan yang dianutnya. Kampanye untuk mengubah keyakinan seseorang merupakan bentuk intoleransi yang bertentangan dengan Hak Asasi Manusia yang hakiki," jelasnya. **
Editor | : | |
Sumber | : | Radio Dakta |
- BP Haji: Sesuai Perintah Presiden, Sudah ada 7 Penyidik KPK yang dilantik menjadi Eselon 2 dan 1 orang lagi akan menjadi Eselon 1 di BPH
- Saudi Berencana Batasi Usia Jemaah Haji Lansia di Atas 90 Tahun pada 2025
- Kritik OCCRP, Pakar Hukum: Nominasikan Tokoh Korup Tanpa Bukti adalah Fitnah
- 5 Profil Finalis Tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024 Versi OCCRP, Jokowi Salah Satunya
- Akal Bulus BI, CSR Dialirkan ke Individu Lewat Yayasan, Ada Peran Heri Gunawan dan Satori?
- Promo Libur Akhir Tahun Alfamidi
- 85 PERSEN PROFESIONAL INGIN REFLEKSI DIRI YANG LEBIH INTERAKTIF
- ARM HA-IPB DISTRIBUSI 210 PAKET BANTUAN TAHAP 2 KE CILOPANG DAN PANGIMPUNAN, SUKABUMI
- Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12 Persen Berpotensi Perparah Kesenjangan Ekonomi
- KPK Sita Dokumen & Bukti Elektronik Terkait CSR Bank Indonesia
- Kemana Ridwan Kamil Usai Kalah di Jakarta?
- RIDO Batal Gugat Hasil Pilkada Jakarta ke Mahkamah Konstitusi
- Tinggalkan Anies, Suara PKS Makin Jeblok
- PEMERINTAH MASIH MENGABAIKAN ANGKUTAN JALAN PERINTIS
- Miftah Maulana Mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo
0 Comments