Pentingkah 4 Gebrakan Mas Menteri?
DAKTA.COM - Oleh: Ridwan Hasan Saputra, Pendiri Klinik Pendidikan MIPA
Dunia pendidikan kembali dihebohkan dengan kabar Ujian Nasional (UN) 2020 akan menjadi yang terakhir dilaksanakan. Menteri Pendidikan RI, Mas Nadiem Makarin telah mengumumkan akan mengganti format UN menjadi Assesmen Kompetisi Minimum dan Survei Karakter, Rabu (11/12/2019).
Kebijakan ini mungkin dalam rangka meningkatkan prestasi anak Indonesia, sebab berdasarkan hasil survei Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2018, kualitas pendidikan RI berada di posisi sepuluh besar dari bawah. Khusus bidang studi Matematika, Indonesia berada di urutan ke-73 dari 79 negara, dengan skor rata-rata 379.
Jika dikaji secara mendalam, hasil PISA 2018 yang diperoleh Indonesia, erat kaitannya dengan belum adanya kesadaran menerapkan secara paripurna soal berjenis HOTS (Higher Order Thinking Skills) dalam sistem pembelajaran matematika di kalangan pelajar SD hingga SMA.
Akibatnya siswa masih belum mampu bernalar dengan baik sehingga dalam menyelesaikan soal PISA anak-anak Indonesia banyak mengalami kesulitan. Mempunyai kemampuan bernalar yang baik harus dimiliki generasi muda Indonesia jika ingin sukses bersaing di dunia internasional.
Apakah kebijakan mengubah UN dengan assesmen, dan 3 gebrakan lainnya dalam langkah awal kebijakan “Merdeka Belajar” adalah solusi untuk meningkatkan kemampuan nalar anak Indonesia dan meningkatkan peringkat PISA Indonesia? Sebenarnya saat ini kita belum bisa memberikan jawaban ya atau tidak, waktu saja yang akan menjawab. Melalui tulisan ini, saya ingin berbagi pengalaman yang berhubungan dengan Assesmen.
Sebelum Mas Menteri membuat kebijakan tentang Assesmen, saya Pendiri Klinik Pendidikan MIPA (KPM) dan juga Juri Internasional untuk Kompetisi matematika Internasional, sejak tahun 2011 lembaga saya telah melakukan assesmen internasional melalui kegiatan International Mathematics Assessments for School (IMAS) yang diikuti pelajar kelas 5, 6, 7 dan 8.
Sejak tahun 2016 saya juga membuat assesmen nasional melalui Uji Soal Matematika Nalaria Realistik (MNR). Soal-soal yang disajikan dalam assesmen ini adalah soal-soal yang mengasah nalar siswa atau yang mengandung unsur HOTS.
Kegiatan IMAS diadakan atas kerjasama KPM dengan Board Committee International Mathematics Competition (IMC) yang merupakan lembaga penyelenggara lomba bermutu di dunia.
Selain Indonesia, IMAS juga diselenggarakan di beberapa negara seperti Thailand, Taiwan, Malaysia, Filipina, Bulgaria, Afrika Selatan dan India. Tercatat, dalam tiga tahun terakhir peserta IMAS pada tahun 2017 diikuti 1.726 peserta, tahun 2018 diikuti 1.433 peserta, dan tahun 2019 diikuti 6.234 peserta. Hasil yang dicapai oleh anak-anak Indonesia, masih di bawah rata-rata hasil seluruh negara yang menjadi peserta IMAS.
Supaya para pelajar di Indonesia banyak yang mengikuti Assesmen, maka KPM sejak tahun 2016 membuat assesmen sendiri yang bersifat nasional dengan nama Uji Soal matematika Nalaria Realistik dan sekolah-sekolah yang mengikuti Uji Soal MNR dikenakan biaya seikhlasnya.
Even yang KPM buat ini diperuntukkan pelajar dari kelas 1 sampai 12 dan bisa diikuti oleh seluruh pelajar di satu sekolah. Uji MNR ini untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menjawab soal HOTS di bidang matematika, seperti Bilangan, Aljabar, Geometri, dan Kombinatorika.
Berdasarkan data, Uji Soal MNR pada tahun 2016 diikuti 250.718 peserta, tahun 2017 diikuti 323.997 peserta, tahun 2018 diikuti 352.088 peserta dan tahun 2019 sebanyak 400.005 peserta. Setiap tahun terjadi peningkatan jumlah peserta. Hasil uji Soal Matematika Nalaria Realistik tahun 2019 yaitu rata-rata nilai peserta masih di bawah 50. Hanya sekitar 9,47% peserta yang nilainya di atas 60. Nilai Geometri merupakan terendah dibandingkan bidang matematika yang lain.
Jika dilihat dari hasil IMAS dan Uji Soal MNR, peserta yang nilainya bagus karena mereka mempunyai guru yang bagus. Sehingga faktor guru sangat berpengaruh dalam menghasilkan murid-murid berkualitas dan berprestasi tinggi.
Berdasarkan hasil IMAS dan UJi soal MNR inipun bisa disimpulkan guru-guru di Indonesia mayoritas kurang bagus. Klinik Pendidikan MIPA dengan segala keterbatasannya secara rutin, setiap bulan mengadakan pelatihan guru Matematika Nalaria Realistik dengan biaya seikhlasnya sebagai upaya memperbaiki keadaan guru di Indonesia.
Jika assesmen yang akan dibuat pemerintah mengacu pada soal PISA, maka berdasarkan hasil pengamatan saya, sesuai hasil IMAS dan Uji Soal MNR, sangat mungkin banyak guru di sekolah tidak sanggup membimbing murid-muridnya untuk menghadapi assesmen. Akibatnya murid-murid ini akan belajar ke bimbingan belajar.
Sehingga bimbingan belajar akan membuka kelas-kelas baru untuk membantu siswa dalam menghadapi assesmen. Kelas-kelas ini bisa dianggap sebagai kelas pengganti kelas UN. Apalagi saat ini banyak Bimbingan Belajar yang membuka kelas untuk persiapan menghadapi olimpiade matematika, maka untuk membuat kelas menghadapi assesmen sekelas PISA bukanlah hal yang sulit.
Berkaca kembali pada kebijakan Mas Menteri dengan mengadakan Assesmen untuk menggantikan UN dalam rangka memperbaiki pendidikan di Indonesia, menurut saya bukanlah solusi yang penting dan yang mendesak. Sebab jika UN diganti dengan assesmen, atau diganti istilah apa saja, jika guru-guru Indonesia tidak diperbaiki maka tidak akan punya dampak nyata dalam perbaikan pendidikan di Indonesia.
Masalah utama pendidikan di Indonesia adalah masalah guru, baik dari segi kualitas, kuantitas dan kesejahteraan. Jika Mas Menteri sudah menemukan solusi jitu tentang masalah guru, maka kebijakan baru tentang UN diganti Assesment, kebijakan USBN, kebijakan RPP dan kebijakan Zonasi tidak akan menjadi hal yang menghebohkan karena 4 gebrakan itu menjadi terlihat sederhana. Khusus mengenai survei karakter untuk memetakan penerapan asas-asas Pancasila di sekolah ini saya sangat setuju, ini merupakan ide brilian Mas Menteri.
Saya mencoba memberikan solusi awal untuk masalah guru yang terkait kualitas, sedangkan untuk masalah kuantitas guru dan kesejahteraan guru saya berikan di tulisan berikutnya. Saran saya kepada Mas Menteri, sebaiknya sebelum menerapkan assesmen kepada para siswa, lebih baik menerapkan assesmen kepada para guru terlebih dahulu untuk mengetahui kualitas guru.
Bisa jadi akan ditemukan banyak guru yang nilainya kurang bagus dari hasil assesmen tersebut, sehingga guru-guru yang nilainya kurang bagus tersebut harus dilatih terlebih dahulu sampai mempunyai kemampuan mengerjakan dan mengajarkan soal assesmen kepada muridnya. Jika ingin langsung mengetahui kualitas guru, Mas Menteri bisa menggunakan data Uji Kompetensi Guru (UKG) yang dilakukan Kemendikbud di tahun-tahun sebelumnya.
Saran saya berikutnya kepada Mas Menteri, sudah saatnya kemdikbud dan dinas-dinas pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota memanfaatkan guru-guru bagus di bimbel-bimbel yang favorit di wilayahnya masing-masing untuk melatih guru-guru yang nilai assesmennya/kompetensi minimumnya kurang bagus.
Sebab guru-guru bagus di Bimbel itu, biasanya orangnya pintar dalam hal kompetensi, kreatif dalam mengajar dan punya waktu untuk melatih guru. Sehingga akan memberikan dampak positif jika guru-guru tersebut dilatih oleh guru bagus di bimbel. Jika menggunakan guru bagus di sekolah, maka waktu mengajar siswanya akan berkurang sehingga siswanya akan jadi korban.
Jika dibandingkan guru-guru harus mengikuti pelatihan di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) atau di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK), menurut saya, saran ini dari segi biaya jauh lebih murah, bisa bersifat masif dan dalam waktu singkat bisa meningkatkan kualitas guru di seluruh Indonesia. Sudah saatnya pemerintah menjadikan Bimbingan Belajar baik online maupun offline sebagai mitra kerja untuk sama-sama memajukan bangsa. **
Editor | : | |
Sumber | : | Ridwan Hasan Saputra |
- Bersikap Adil Terhadap Kartini dan Muslimah Hebat Lainnya
- Yasonna Laoly Dipukul KO, Ronny Sompie Terkapar
- Pertaruhan di Laut Natuna Utara
- Perang Dunia III dan Nasib Indonesia
- Majelis Taklim, PAUD, dan Radikalisme
- Islam Menilai HAM
- Radikalisme, Peradaban, dan Rasulullah
- Bermartabat karena Bekerja
- Mencermati Pergeseran Perilaku Politik Jelang Pilkada Serentak 2020
- "Cashless Society" 2020, Realistis atau Utopis?
- Dilema Perkembangan Skuter Listrik
- Nadiem Makarim dan Ujian Politik Milenial
- Catatan untuk Bu Menteri Soal Pengelolaan Hutan
- Wajah Kompromi Kabinet Jokowi
- Inovasi Teknologi Kunci Peningkatan Kesejahteraan Petani
0 Comments