Jum'at, 27/12/2019 10:59 WIB
Diam Atas Penindasan Uighur, Presiden Dinilai Langgar UUD
JAKARTA.COM - Pada Agustus 2018 diberitakan bahwa sebuah komite PBB mendapat laporan bahwa hingga satu juta warga Uighur dan kelompok Muslim lainnya ditahan di wilayah Xinjiang barat, dan di sana mereka menjalani apa yang disebut program reedukasi atau pendidikan ulang.
Namun, sangat disayangkan, sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia, pemerintah Indonesia melalui Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut bahwa pemerintahan Indonesia tak akan ikut campur dalam kasus Muslim Uighur di China.
Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI, Chandra Purna Irawan, menilai sikap diamnya Persiden atas penindasan Muslim Uighur merupakan bentuk pelanggaran terhadap sumpahnya yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
Dalam alinea pertama pembukaan undang-undang dasar 1945 terdapat kalimat "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.”
"Dengan kata lain, isi dan makna alenia 1 menyatakan bahwa Bangsa Indonesia berpendirian anti penjajahan dan mendukung kemerdekaan setiap bangsa. Indonesia menentang setiap upaya kekerasan fisik yang mengambil hak hidup, penindasan terhadap manusia," paparnya dalam keterangannya kepada Dakta, Jumat (27/12)
Ia mengatakan, upaya memegang teguh Undang-Undang Dasar 1945, di antaranya ikut serta dalam kancah internasional dalam hal ini menghentikan segala bentuk penjajahan dan penindasan.
"Saat ini terjadi penyiksaan dan segala upaya merampas hak hidup Muslim etnis Uighur di Xinjiang, China. Untuk itu, seharusnya Pemerintah Indonesia memperjuangkan agar hak hidup, kebebasan dari penindasan dapat dinikmati kembali oleh Muslim etnis Uighur," tegasnya.
Ia menyampaikan, salah satu bentuk pembelaan yang dapat dilakukan oleh Presiden adalah melalui jalur diplomatik, menyuarakan diberbagai forum baik dalam negeri maupun internasional, kemudian memanggil kedutaan negara China dalam rangka memberikan peringatan keras agar menghentikan kebijakan dan tindakannya.
Misalnya dengan menyatakan "Selama kemerdekaan hidup etnis Uighur belum diserahkan atau dikembalikan, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menentang penjajahan, penindasan, dan segala upaya yang merampas hak hidup."
"Apabila ini dilakukan maka Presiden telah mengamalkan dan memegang teguh UUD 1945," ujarnya. **
Editor | : | |
Sumber | : | Radio Dakta |
- BP Haji: Sesuai Perintah Presiden, Sudah ada 7 Penyidik KPK yang dilantik menjadi Eselon 2 dan 1 orang lagi akan menjadi Eselon 1 di BPH
- Saudi Berencana Batasi Usia Jemaah Haji Lansia di Atas 90 Tahun pada 2025
- Kritik OCCRP, Pakar Hukum: Nominasikan Tokoh Korup Tanpa Bukti adalah Fitnah
- 5 Profil Finalis Tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024 Versi OCCRP, Jokowi Salah Satunya
- Akal Bulus BI, CSR Dialirkan ke Individu Lewat Yayasan, Ada Peran Heri Gunawan dan Satori?
- Promo Libur Akhir Tahun Alfamidi
- 85 PERSEN PROFESIONAL INGIN REFLEKSI DIRI YANG LEBIH INTERAKTIF
- ARM HA-IPB DISTRIBUSI 210 PAKET BANTUAN TAHAP 2 KE CILOPANG DAN PANGIMPUNAN, SUKABUMI
- Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12 Persen Berpotensi Perparah Kesenjangan Ekonomi
- KPK Sita Dokumen & Bukti Elektronik Terkait CSR Bank Indonesia
- Kemana Ridwan Kamil Usai Kalah di Jakarta?
- RIDO Batal Gugat Hasil Pilkada Jakarta ke Mahkamah Konstitusi
- Tinggalkan Anies, Suara PKS Makin Jeblok
- PEMERINTAH MASIH MENGABAIKAN ANGKUTAN JALAN PERINTIS
- Miftah Maulana Mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo
0 Comments