Senin, 02/12/2019 09:48 WIB
Kisah Pilu Muslim Uighur yang Tertindas
BEKASI, DAKTA.COM - Dunia internasional seolah bungkam atas penindasan terhadap Muslim Uighur yang dilakukan oleh rezim Komunis China. Bagaimana tidak, kondisi Muslim Uighur yang 'terbelenggu' di kamp konsentrasi nyata terjadi, tapi kabarnya selalu ditepis oleh pemerintah China.
Presiden Majelis Nasional Turkistan Timur, Seyit Tumtruk menceritakan bagaimana mengenaskannya kondisi Muslim Uighur yang dizolimi oleh rezim Komunis China.
Selama 70 tahun lamanya negeri Islam bernama Turkistan Timur dijajah oleh Pemerintah Komunis Cina. Akan tetapi pada 3 tahun terakhir ini, bukan hanya umat Muslim Uighur yang mendapatkan keberingasan dan penindasan saja melainkan orang non-muslim yang lain juga mendapatkan hal sama ketika mereka berada di sana.
Saat umat muslim dunia bisa bebas beribadah kepada Sang Kholiq setiap waktu, tetapi tidak bagi Muslim Uighur. Mereka dilarang untuk menjalankan ibadah puasa, sholat, bahkan menutup aurat pun tidak diizinkan. Selain itu, Muslim Uighur yang kedapatan berpenampilan layaknya seorang muslim justru dituduh radikal.
Ia menjelaskan, sebenarnya Muslim Uighur berasal dari rumpun Turkistan Timur yang kemudian dijajah oleh China. Lalu, dengan misi untuk membumihanguskan masyarakat Muslim Uighur, Pemerintah China mengganti nama menjadi Xinjiang.
"Peradaban Muslim Uighur dalam Islam amatlah besar dengan sumber daya alam yang melimpah ruah baik di atas tanah maupun di bawah tanah seperti kapas, gandum, kayu, dan sebagainya," kata Seyit menggunakan Bahasa Turki yang diterjemahkan oleh Ridwan selaku penerjemah Bahasa Turki-Indonesia dalam Talkshow bersama Radio Dakta, Ahad (1/12).
Bahkan, lanjutnya, kebutuhan Pemerintah China sebagian besar dipasok dari tanah Turkistan Timur yang saat ini menjadi daerah otonom Xinjiang.
Politik Dua Wajah China
Ia menegaskan, jangan sampai umat Islam terkelabui dengan politik dua wajah Pemerintahan China. Karena mereka menerapkan politik kebohongan dimana, pada satu sisi mereka membela kaum muslim yang ada di Palestina secara zahirnya.
Namun, di sisi lain mereka berambisi sangat tinggi untuk bisa membumihanguskan, menyiksa, dan menzolimi para Muslim Uighur yang ada di Turkistan Timur.
Dengan kondisi yang mengenaskan, Seyit mempertanyakan peran negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di kancah internasional.
Karena seharusnya, lembaga yang mewadahi negara Islam dunia ini membela hak asasi manusia, tapi justru tidak memberikan suaranya ketika Muslim Uighur pada bulan Ramadhan ataupun kesehariannya tidak mendapatkan kebebasan dalam beribadah.
"Kami berharap bukan hanya dari PBB, OKI, dan berbagai lembaga internasional, melainkan kita berharap solidaritas kemanusiaan dari umat muslim dunia untuk menyuarakan kebebasan Muslim Uighur," pungkasnya. **
Editor | : | |
Sumber | : | Radio Dakta |
- BP Haji: Sesuai Perintah Presiden, Sudah ada 7 Penyidik KPK yang dilantik menjadi Eselon 2 dan 1 orang lagi akan menjadi Eselon 1 di BPH
- Saudi Berencana Batasi Usia Jemaah Haji Lansia di Atas 90 Tahun pada 2025
- Kritik OCCRP, Pakar Hukum: Nominasikan Tokoh Korup Tanpa Bukti adalah Fitnah
- 5 Profil Finalis Tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024 Versi OCCRP, Jokowi Salah Satunya
- Akal Bulus BI, CSR Dialirkan ke Individu Lewat Yayasan, Ada Peran Heri Gunawan dan Satori?
- Promo Libur Akhir Tahun Alfamidi
- 85 PERSEN PROFESIONAL INGIN REFLEKSI DIRI YANG LEBIH INTERAKTIF
- ARM HA-IPB DISTRIBUSI 210 PAKET BANTUAN TAHAP 2 KE CILOPANG DAN PANGIMPUNAN, SUKABUMI
- Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12 Persen Berpotensi Perparah Kesenjangan Ekonomi
- KPK Sita Dokumen & Bukti Elektronik Terkait CSR Bank Indonesia
- Kemana Ridwan Kamil Usai Kalah di Jakarta?
- RIDO Batal Gugat Hasil Pilkada Jakarta ke Mahkamah Konstitusi
- Tinggalkan Anies, Suara PKS Makin Jeblok
- PEMERINTAH MASIH MENGABAIKAN ANGKUTAN JALAN PERINTIS
- Miftah Maulana Mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo
0 Comments