Selasa, 26/11/2019 13:52 WIB
DPR Sebut SKB Radikalisme, Bungkam Kebebasan Berpendapat ASN
BEKASI, DAKTA.COM - Komisi II DPR RI menilai Surat Keputusan Bersama (SKB) yang disetujui oleh enam kementerian dan lima lembaga mengenai pencegahan radikalisme di kalangan aparatur sipil negara (ASN) justru terkesan membungkam kebebasan berpendapat mereka.
"Itu membuat ASN tertekan dan tidak punya kebebasan, mereka seperti menjadi target buruan. orang-orang yang enggak salah, dengan SKB ini bisa dikerangke karena semua dianggap sama," jelas Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera kepada Dakta, Selasa (26/11).
Lebih lanjut, politisi PKS ini menduga adanya SKB pencegahan radikalisme untuk membungkam ASN yang mengkritik dan berbeda pendapat dengan pemerintah.
"Itu bisa jadi senjata untuk ASN yang berani kritik, malah nanti dihukum oleh SKB ini," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah tidak boleh membatasi pendapat bagi ASN hanya karena mereka digaji. Karena ASN juga berkontribusi pada pelayanan masyarakat, dan mereka memiliki hak asasi kebebasan berpendapat.
"Justru sehat kalau ada perbedaan pendapat, bukan malah mematikannya," ujarnya.
Sebelumnya, 11 instansi pemerintah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) penanganan radikalisme pada Aparatur Sipil Negara (ASN). Mereka juga meluncurkan portal aduan ASN, aduanasn.id.
Sebanyak 11 instansi pemerintah tersebut, yakni MenpanRB, Mendagri, Menkumham, Menag, Mendikbud, Menkominfo, Kepala BIN, Kepala BNPT, Kepala BKN, Kepala BPIP, dan Komisi ASN.
Adapun isi SKB ini menyatakan di antaranya, ASN tidak boleh menyampaikan pendapat baik itu secara lisan maupun tulis dan bentuk lainnya melalui media sosial yang bersifat ujaran kebencian kepada negara, maupun suku, ras, agama dan golongan. ASN dilarang menyebarkan pendapat yang berbau ujaran kebencian melalui media sosial.
ASN juga dilarang membuat dan menyebarkan berita hoaks di media sosial. ASN dilarang menyelenggarakan dan mengikuti kegiatan yang bertentangan dengan dasar negara, hingga ASN dilarang memberikan like, dislike, retweet, dan komentar terhadap konten ujaran kebencian di media sosial. **
Editor | : | |
Sumber | : | Radio Dakta |
- BP Haji: Sesuai Perintah Presiden, Sudah ada 7 Penyidik KPK yang dilantik menjadi Eselon 2 dan 1 orang lagi akan menjadi Eselon 1 di BPH
- Saudi Berencana Batasi Usia Jemaah Haji Lansia di Atas 90 Tahun pada 2025
- Kritik OCCRP, Pakar Hukum: Nominasikan Tokoh Korup Tanpa Bukti adalah Fitnah
- 5 Profil Finalis Tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024 Versi OCCRP, Jokowi Salah Satunya
- Akal Bulus BI, CSR Dialirkan ke Individu Lewat Yayasan, Ada Peran Heri Gunawan dan Satori?
- Promo Libur Akhir Tahun Alfamidi
- 85 PERSEN PROFESIONAL INGIN REFLEKSI DIRI YANG LEBIH INTERAKTIF
- ARM HA-IPB DISTRIBUSI 210 PAKET BANTUAN TAHAP 2 KE CILOPANG DAN PANGIMPUNAN, SUKABUMI
- Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12 Persen Berpotensi Perparah Kesenjangan Ekonomi
- KPK Sita Dokumen & Bukti Elektronik Terkait CSR Bank Indonesia
- Kemana Ridwan Kamil Usai Kalah di Jakarta?
- RIDO Batal Gugat Hasil Pilkada Jakarta ke Mahkamah Konstitusi
- Tinggalkan Anies, Suara PKS Makin Jeblok
- PEMERINTAH MASIH MENGABAIKAN ANGKUTAN JALAN PERINTIS
- Miftah Maulana Mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo
0 Comments