Jum'at, 15/11/2019 08:58 WIB
WHFC Bahas Standardisasi Hewan Halal
JAKARTA, DAKTA.COM - Ketua Komite Syariah World Halal Food Council (WHFC) Asrorun Niam Sholeh memaparkan standardisasi hewan halal untuk dijadikan pedoman bagi lembaga sertifikasi halal dunia. Dalam sidang pleno yang digelar Kamis (14/11), Niam memaparkan tentang standardisasi hewan halal yang bisa dikonsumsi dan dijadikan bahan dalam produk pangan.
“Pembahasan standar ini penting untuk menjadi pedoman dalam proses sertifikasi halal, dan pengakuan sertifikat halal dari lembaga halal dunia. Pertemuan ini sangat stretegis, terlebih ini momentum pertama pasca berlakunya efektif kewajiban sertifikasi halal sesuai UU Jaminan Produk Halal," ujarnya kepada wartawan di Hotel Sheraton Jakarta, Kamis (14/11).
Sebanyak 48 Lembaga Halal Dunia dari 26 negara yang tergabung dalam World Halal Food Council (WHFC) berkumpul di Jakarta, Rabu (13/11) hingga Jumat (15/11) untuk melaksanakan Annual General Meeting. Pertemuan ini ditujukan untuk mengevaluasi program selama satu tahun dan membahas berbagai masalah kontemporer terkait produk halal global.
Pembahasan ini merupakan rekomendasi tindaklanjut dari pertemuan sebelumnya yang dilaksanakan di Australia, Italia, dan Indonesia.
“Pertemuan komite syari’ah terakhir merekomendasikan pembahasan dan penetapan standardisasi hewan halal seiring dengan semakin berkembangnya teknologi pangan, terutama yang menggunakan bahan hewani,” ujar dosen Pascasarjana UIN Jakarta ini.
Dalam paparannya, Niam menjelaskan bahwa pada prinsipnya, hewan halal itu ada yang disebutkan secara eksplisit dalam nash, ada yang disebutkan indikasinya.
“Dan ini yang lebih banyak. Karenanya, perlu kedalaman pemahaman, baik aspek syari’ah maupun aspek teknis untuk mengetahui boleh tidaknya suatu jenis hewan untuk dikonsumsi,” katanya.
Lebih lanjut ia memberikan uraian, untuk hewan yang haram, di samping disebutkan oleh dalil nash seperti babi, ada juga yang disebutkan indikasinya.
“Setidaknya ada enam indikasi yang membuat hewan itu haram dimakan, yaitu karena masuk kategori kotor (khabits), membahayakan (dlaarrah), diperintahkan untuk dibunuh, dilarang untuk dibunuh, sebagai hewan buas yang memiliki taring, memiliki kuku tajam untuk memangsa, serta hewan yang mayoritas makannya barang najis dan kotor,” jelas doktor bidang hukum Islam.
Setelah itu, jika sudah terindentifikasi jenis hewannya apakah masuk kategori boleh dimakan atau disebut sebagai ma’kul al-lahm, maka harus dipastikan persyaratan berikutnya, proses penyembelihan dan pengolahannya.
“Kaidahnya, daging hewan yang halal dikonsumsi itu belum boleh dikonsumsi selama belum ada kejelasan tentang proses penyembelihan dan pengolahannya. Dalam konteks bisnis produk pangan, di sinilah urgensi pemeriksaan, auditing, dan sertifikasi halal, guna memberikan jaminan kepada konsumen akan kehalanan produk,” katanya.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI ini menjelaskan, setidaknya ada 11 Fatwa MUI yang terkait dengan hewan, dan yang terakhir adalah fatwa tentang bajing dan bulus.
“Setidaknya ada 11 fatwa MUI yang membahas khusus hewan, di antara fatwa tentang daging kelinci, kodok, cacing, jangkrik, kepiting, bekicot, hewan ternak yang diberi pakan barang, produk yang dihasilkan lebah seperti royal jelly dan bee pollen, kangguru, dan terakhir yang baru ditetapkan kemarin adalah tentang Bajing serta Bulus," terangnya.
Terkait dengan fatwa tentang Bajing, Niam menjelaskan bahwa teknologi pangan sekarang memungkinkan daging bajing diekstrak sebagai bahan baku pangan. Untuk itu perlu ada panduan hukumnya.
Fatwa Nomor 48 Tahun 2019 itu menyebutkan, Bajing merupakan hewan yang halal untuk dikonsumsi (ma’kul al-lahm) dengan syarat disembelih secara syar’i. Akan tetapi, bajing di suatu daerah yang ditetapkan sebagai satwa langka wajib dilindungi. Dan karenanya tidak boleh diburu dan disembelih.
“Standar penetapan hewan halal ini penting untuk dijadikan panduan, agar ada keseragaman parameter dalam proses penetapan fatwa, terutama jika terkait dengan produk berbahan hewani dan turunannya," pungkasnya.
WHFC adalah wadah berhimpun lembaga sertifikasi halal dunia yang keanggotaannya berasal dari seluruh negara di dunia. Hingga kini, anggota WHFC berjumlah 65 delegasi dari 26 negara. WHFC dibentuk untuk mengarusutamakan kehalalan produk yang dikonsumsi umat Islam sebagai wujud perlindungan pada konsumen.
Pertemuan di Jakarta merupakan pertemuan tahunan yang diikuti oleh seluruh lembaga sertifikasi halal anggota WHFC seluruh dunia guna membahas berbagai permasalahan kontemporer di bidang kesyariahan serta perkembangan teknologi pangan. **
Reporter | : | |
Editor | : |
- BP Haji: Sesuai Perintah Presiden, Sudah ada 7 Penyidik KPK yang dilantik menjadi Eselon 2 dan 1 orang lagi akan menjadi Eselon 1 di BPH
- Saudi Berencana Batasi Usia Jemaah Haji Lansia di Atas 90 Tahun pada 2025
- Kritik OCCRP, Pakar Hukum: Nominasikan Tokoh Korup Tanpa Bukti adalah Fitnah
- 5 Profil Finalis Tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024 Versi OCCRP, Jokowi Salah Satunya
- Akal Bulus BI, CSR Dialirkan ke Individu Lewat Yayasan, Ada Peran Heri Gunawan dan Satori?
- Promo Libur Akhir Tahun Alfamidi
- 85 PERSEN PROFESIONAL INGIN REFLEKSI DIRI YANG LEBIH INTERAKTIF
- ARM HA-IPB DISTRIBUSI 210 PAKET BANTUAN TAHAP 2 KE CILOPANG DAN PANGIMPUNAN, SUKABUMI
- Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12 Persen Berpotensi Perparah Kesenjangan Ekonomi
- KPK Sita Dokumen & Bukti Elektronik Terkait CSR Bank Indonesia
- Kemana Ridwan Kamil Usai Kalah di Jakarta?
- RIDO Batal Gugat Hasil Pilkada Jakarta ke Mahkamah Konstitusi
- Tinggalkan Anies, Suara PKS Makin Jeblok
- PEMERINTAH MASIH MENGABAIKAN ANGKUTAN JALAN PERINTIS
- Miftah Maulana Mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo
0 Comments