Nasional /
Follow daktacom Like Like
Kamis, 31/10/2019 17:34 WIB

Kenaikan Iuran BPJS Bikin Daya Beli Rakyat Jatuh

Ilustrasi kantor BPJS Kesehatan
Ilustrasi kantor BPJS Kesehatan
JAKARTA, DAKTA.COM - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan buruh Indonesia menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebagaimana tertuang dalam Perpres 75/2019.
 
Khususnya kenaikan iuran kelas 3 menjadi Rp42 ribu. Kenaikan tersebut akan semakin menurunkan daya beli masyarakat. Hal ini disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal. 
 
Menurut Said Iqbal, pendapatan yang diterima masyarakat di tiap kab/kota berbeda beda  (termasuk nilai UMP/UMK berbeda). Hal ini mengakibatkan daya beli terhadap kenaikan iuran tersebut juga berbeda-beda.
 
"Misal iuran BPJS Kesehatan kelas 3 menjadi Rp 42 ribu dikalikan 5 orang anggota keluarga; suami, istri, dan tiga anak. Maka pengeluaran bayar iuran setiap keluarga di seluruh Indonesia adalah sama yaitu Rp 210 ribu," kata Iqbal dalam keterangannya, Kamis (31/10).
 
Tetapi, lanjutnya, karena pendapatan masyarakat di setiap kab/kota berbeda,  bagi masyarakat Jakarta yang berpenghasilan sebesar upah minimum Rp 3,9 juta masih cukup berat dan akan menurunkan daya beli. Apalagi kenaikan UMP yang kecil. 
 
Namun, bagi masyarakat di daerah dengan upah minimum kecil seperti Sragen, Jogja, Boyolali, Halmahera, Pacitan, Banjaenegara, Subang, Papua, Mamuju, dan sebagian besar wilayah Indonesia yang upah minimum dan penghasilan masyarakatnya di bawah Rp 2 Juta, maka bayar iuran BPJS Kesehatan Rp210 ribu per keluarga tadi akan sangat berat. Bahkan menurunkan daya beli mereka sebesar 30%.
 
Seharusnya, kata Iqbal, iuran BPJS Kesehatan tidak dinaikkan. Apalagi bagi kaum buruh setiap tahun iuran BPKS Kesehatan-nya pasti naik. Karena nilai iuran dihitung dari presentase upah yang diterima. Faktanya setiap tahun upah buruh naik maka otomatis iuran BPJS Kesehatan juga naik.
 
Iqbal menegaskan, akan ada gelombang demonstrasi besar dari masyarakat dan buruh untuk menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut, khususnya kelas 3.
 
"Solusi defisit dana BPJS Kesehatan seharusnya bukan menaikan iuran, tetapi dengan cara menaikan jumlah peserta pekerja formal. Karena iuran mereka setiap tahun otomatis naik. Saat ini jumlah pekerja formal yang menjadi peserta BPJS Kesehatan hanya 30% dari total pekerja formal," katanya.
 
Selain itu, untuk menutup defisit dengan mengambil dari dana cukai rokok yang berjumlah ratusan triliun rupiah. Hal yang lain adalah menaikkan jumlah peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) orang miskin dengan nilai iuran PBI dinaikkan menjadi nilai keekonomian. **
 
Reporter : Ardi Mahardika
Editor :
- Dilihat 864 Kali
Berita Terkait

0 Comments