Senin, 14/10/2019 07:13 WIB
PBB Kota Bekasi Naik, DPRD Khawatir Warga Enggan Bayar
BEKASI, DAKTA.COM - Kenaikan Pajak Bumi Bangunan (PBB) di Kota Bekasi menuai pertanyaan. Kenaikan dianggap tidak rasional, jika pemerintah beralasan mengejar target pemasukan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kenaikan tarif PBB ini adalah implikasi dari penyesuaian kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) per-Januari 2019 lalu. Hanya saja, kenaikannya pun tidak signifikan berdampak pada kenaikan PAD di Kota Bekasi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Anggota DPRD Kota Bekasi, Ahmad Ustuchri, yang beranggapan Kenaikan PBB akan menurunkan aktivitas ekonomi masyarakat di Kota Bekasi, dengan besarnya kenaikan tarif PBB yang mencapai 400 persen.
“Sampai hari ini DPRD tidak pernah mendapat kajian soal penetapan kenaikan PBB. Contoh, di Kelurahan A naiknya 400 persen, sementara kelurahan B naiknya 200 persen, padahal masih dalam satu kecamatan. Jangan ‘gebyah uyah’. Kita khawatir yang namanya kenaikan tarif dalam teori ekonomi itu cenderung akan menurunkan aktivitas ekonomi,” ucapnya.
Tarif PBB di Kota Bekasi tahun 2019 ditarget sebesar Rp599 miliar, naik dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp340 miliar. Ustuchri mengatakan jika kenaikannya tidak diterima oleh masyarakat, maka sangat memungkinkan akan terjadinya tax evasion, dimana masyarakat tidak akan membayarkan pajaknya.
"Orang engga mau bayar pajak, dan itu dimungkinkan ketika orang mengajukan nota keberatan, maka dia tidak harus membayar pajak di tahun berjalan. Saya khawatir dengan naiknya pajak, contohnya jika sebelumnya 10 persen kemudian kita naikkan jadi 15 persen jangan-jangan pendapatan daerah bukannya naik tapi malah turun, karena orang engga mau bayar pajak. Karena kenaikan tarif belum tentu berbanding lurus dengan kenaikan pendapatan," bebernya.
Ustuchri menilai untuk meningkatkan PAD Kota Bekasi, seharusnya eksekutif tidak berfokus pada kenaikan PBB saja. Sebab sumber pemasukan daerah bisa dari sektor pajak yang lainnya seperti reklame, hotel, maupun restoran.
"Kenapa yang dinaikkan pajak reklame, hotel, dan restoran. Saya meyakini pajak hotel dan restoran masih mengalami kebocoran. Siapa yang bisa menjamin anda bayar sepuluh ribu, seribu masuk kas daerah. Dari dulu semenjak saya di Komisi C, kita dorong dibuatkan tapping sistem, itu mesin kasir, terintegrasi online dengan kas daerah, jadi engga bisa bohong," terangnya.
"Kenapa ngejar PBB, ini yang didepan mata ada kok. Kalau PBB kan ada masyarakat di kampung yang mungkin saja tidak bisa bayar kenaikan pajak itu, harusnya itu dirasionalisasi. Untuk itu saya berpendapat agar kenaikan PBB ini dievaluasi kembali," tutup Ustuchri menambahkan. **
Reporter | : | Warso Sunaryo |
Editor | : |
- BP Haji: Sesuai Perintah Presiden, Sudah ada 7 Penyidik KPK yang dilantik menjadi Eselon 2 dan 1 orang lagi akan menjadi Eselon 1 di BPH
- Saudi Berencana Batasi Usia Jemaah Haji Lansia di Atas 90 Tahun pada 2025
- Kritik OCCRP, Pakar Hukum: Nominasikan Tokoh Korup Tanpa Bukti adalah Fitnah
- 5 Profil Finalis Tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024 Versi OCCRP, Jokowi Salah Satunya
- Akal Bulus BI, CSR Dialirkan ke Individu Lewat Yayasan, Ada Peran Heri Gunawan dan Satori?
- Promo Libur Akhir Tahun Alfamidi
- 85 PERSEN PROFESIONAL INGIN REFLEKSI DIRI YANG LEBIH INTERAKTIF
- ARM HA-IPB DISTRIBUSI 210 PAKET BANTUAN TAHAP 2 KE CILOPANG DAN PANGIMPUNAN, SUKABUMI
- Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12 Persen Berpotensi Perparah Kesenjangan Ekonomi
- KPK Sita Dokumen & Bukti Elektronik Terkait CSR Bank Indonesia
- Kemana Ridwan Kamil Usai Kalah di Jakarta?
- RIDO Batal Gugat Hasil Pilkada Jakarta ke Mahkamah Konstitusi
- Tinggalkan Anies, Suara PKS Makin Jeblok
- PEMERINTAH MASIH MENGABAIKAN ANGKUTAN JALAN PERINTIS
- Miftah Maulana Mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo
0 Comments