Nasional /
Follow daktacom Like Like
Kamis, 26/09/2019 07:12 WIB

KPAI Ungkap Alasan Pelajar Demo di Depan DPR

Kericuhan massa aksi siswa STM di Palmerah, Rabu (25/9). (KUMPARAN)
Kericuhan massa aksi siswa STM di Palmerah, Rabu (25/9). (KUMPARAN)
JAKARTA, DAKTA.COM - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan rasa keprihatinannya atas terjadinya aksi massa yang melibatkan anak-anak pelajar yang terjadi di sekitar gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senayan, Jakara Selatan, Rabu (25/09) sore. 
 
Terkait hal itu, KPAI langsung berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI dan bertemu dengan Humas Kemdikbud, Herlangga. 
 
"Kami mengajaknya untuk turun ke lokasi bersama, syukur-syukur kalau bisa meminta aparat menghentikan gas air mata dan penyisiran para demonstran anak di sekitar Senayan dan Penjompongan," ucap Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangan kepada wartawan, Kamis (26/9/2019). 
 
Namun, ternyata Rabu (25/9) malam itu KPAI dan Kemendikbud sulit menembus lokasi-lokasi titik massa berkumpul atau berlari menyelamatkan diri setelah terkena gas air mata. Akhirnya, pihaknya memutuskan untuk mengunjungi rumah rumah sakit sekitar Senayan dan Pejompongan, yaitu RS MH di Benhil dan RS Pelni.
 
"Kami diizinkan menemui anak-anak yang sudah mendapatkan perawatan dengan luka ringan dan sedang. Ada 14 anak korban yang diwawancarai oleh Komisioner KPAI, dari percakapan tersebut diperoleh fakta-fakta," ujarnya.
 
Ia menyampaikan, korban yang dilarikan ke RS tidak hanya anak SMK atau STM, tetapi juga siswa SMA dan SMP. Bahkan korban patah tulang yang akan menjalani operasi Kamis (26/9) pagi ini adalah siswa SMPN di Jakarta Selatan.
 
"Anak-anak korban mengaku ikut demo karena ajakan dari media sosial, seperti Instagram dan WA. Namun ada anak korban yang tidak tahu diajak untuk demo kawan sekolahnya, dia tahunya diajak jalan-jalan ke pusat kota, dan nanti dapat makan dan minum," ungkapnya.
 
"Selain itu, ada anak korban yang diajak teman mainnya di rumah (bukan satu sekolah) untuk aksi di DPR bahkan diminta membolos sekolah hari itu, anak ini masih SMP dan yang mengajak siswa SMA. Siswa SMP ini mengalami patah tulang pada lengan," imbuhnya.
 
Ia menuturkan, KPAI juga mendapatkan anak yang rumahnya dekat lokasi rusuh menjadi korban juga karena menonton aksi anak SMK dan SMA usai pulang sekolah. Padahal minggu ini menurut pengakuan pelajar sedang berlangsung PTS (penilaian tengah semester). Karena PTS selesai pukul 16.00 WIB (siswa SMP ini masuk sekolah siang hari atau sistem 2 shift), anak-anak tersebut bergerak ke DPR untuk menonton anak-anak SMK dan SMA berdemonstrasi.
 
Ia mengaku, pada Rabu malam itu (25/9) KPAI juga bertemu dengan para relawan dan mendapatkan informasi bahwa masih ratusan anak terjebak di kolong jembatan tol Slipi dan Tomang, juga banyak korban tergelatak di depan kantor BNI Pejompongan. 
 
"KPAI tidak bisa menembus lokasi, namun berhasil mengontak 119 untuk Pemprov DKI Jakarta menambah ambulans untuk membawa korban anak-anak ke RS. Saat di RS MH di Benhil, KPAI menyaksikan sendiri setiap 15 menit masuk ambulans. Saat pertama tiba di RS jumlah korban 14, namun dalam 2 jam korban menjadi 26 anak yang dibawa ke RS. Beberapa harus rawat inap karena luka cukup berat," pungkasnya.
 
Untuk itu, Retno menegaskan bahwa KPAI meminta aparat untuk tidak menggunakan kekerasan dalam menangani aksi anak-anak, karena sebagaian besar hanya ikut ikutan dan diduga kuat korban eksploitasi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, di medsos bahkan ada rekening menampung dana, ini justru yang harus di dalami penegak hukum.
 
KPAI juga meminta cyber POLRI dan Kemeninfo melacak para penyebar undangan aksi pelajar ke DPR karena mereka harus dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya.
 
"Harus dihukum seberat-beratnya sesuai peraturan perundangan, karena diduga mengeksploitasi anak-anak dan telah membahayakan keselamatan anak-anak. Negara harus hadir melindungi anak-anak Indonesia," tegasnya. **
Reporter :
Editor :
- Dilihat 1296 Kali
Berita Terkait

0 Comments